Negara-negara CIS Ikut Buang Dolar, 85% Perdagangan Gunakan Mata Uang Lokal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Agenda dedolarisasi dengan menolak dolar AS untuk perdagangan terus menguat di sejumlah negara. Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan bahwa 85% perdagangan dalam Persemakmuran Negara-negara Merdeka ( CIS ) berhasil diselesaikan dalam mata uang lokal.
Perkembangan ini memberikan kemandirian finansial yang lebih tinggi bagi negara-negara berkembang untuk mengurangi ketergantungan pada mata uang asing Barat. CIS terdiri dari 12 negara di antaranya, Armenia, Azerbaijan, Belarusia, Georgia, Kazakhstan, Kirgistan, Moldova, Rusia, Tajikistan, Turkmenistan, Ukraina, dan Uzbekistan.
Satu-satunya anggota BRICS di blok CIS adalah Rusia dan negara ini mendorong dedolarisasi ke negara-negara tetangganya. Anggota BRICS membuat lebih banyak negara berkembang membayar dengan mata uang lokal untuk perdagangan dan mengesampingkan dolar AS.
Putin mengungkapkan bahwa negara-negara CIS mengedepankan mata uang lokal. Penyelesaian perdagangan dalam mata uang lokal di antara para anggota telah melampaui 85%.
"Penggunaan mata uang lokal semakin meluas dalam pembayaran timbal balik. Pangsa mereka dalam operasi komersil di antara para peserta CIS telah di atas 85%," katanya dilansir dari Watcher Guru, Selasa (29/10/2024). Setelah BRICS, CIS sekarang membuat mata uang nasional berkembang karena ingin mengakhiri ketergantungan pada dolar AS.
Putin menegaskan bahwa tren dedolarisasi akan terus berlanjut dengan BRICS dan CIS akan memajukan agenda ini.
"Proses penghapusan impor bergerak dengan cepat dan dengan demikian kedaulatan teknologi negara kita sedang diperkuat," katanya.
Dedolarisasi merupakan sebuah kekhawatiran bagi perekonomian AS karena dolar berpotensi menghadapi defisit yang sangat besar. Hal ini dapat menyebabkan hiperinflasi di dalam negeri yang menyebabkan hilangnya pekerjaan dan membuat harga-harga kebutuhan sehari-hari meroket.
AS perlu mengimpor dolar ke negara lain untuk menjaga ekonominya agar tidak merosot. BRICS memutuskan hubungan dengan dolar AS melalui dedolarisasi dan juga mendorong negara-negara lain untuk mengikutinya.
Perkembangan ini memberikan kemandirian finansial yang lebih tinggi bagi negara-negara berkembang untuk mengurangi ketergantungan pada mata uang asing Barat. CIS terdiri dari 12 negara di antaranya, Armenia, Azerbaijan, Belarusia, Georgia, Kazakhstan, Kirgistan, Moldova, Rusia, Tajikistan, Turkmenistan, Ukraina, dan Uzbekistan.
Satu-satunya anggota BRICS di blok CIS adalah Rusia dan negara ini mendorong dedolarisasi ke negara-negara tetangganya. Anggota BRICS membuat lebih banyak negara berkembang membayar dengan mata uang lokal untuk perdagangan dan mengesampingkan dolar AS.
Putin mengungkapkan bahwa negara-negara CIS mengedepankan mata uang lokal. Penyelesaian perdagangan dalam mata uang lokal di antara para anggota telah melampaui 85%.
"Penggunaan mata uang lokal semakin meluas dalam pembayaran timbal balik. Pangsa mereka dalam operasi komersil di antara para peserta CIS telah di atas 85%," katanya dilansir dari Watcher Guru, Selasa (29/10/2024). Setelah BRICS, CIS sekarang membuat mata uang nasional berkembang karena ingin mengakhiri ketergantungan pada dolar AS.
Putin menegaskan bahwa tren dedolarisasi akan terus berlanjut dengan BRICS dan CIS akan memajukan agenda ini.
"Proses penghapusan impor bergerak dengan cepat dan dengan demikian kedaulatan teknologi negara kita sedang diperkuat," katanya.
Dedolarisasi merupakan sebuah kekhawatiran bagi perekonomian AS karena dolar berpotensi menghadapi defisit yang sangat besar. Hal ini dapat menyebabkan hiperinflasi di dalam negeri yang menyebabkan hilangnya pekerjaan dan membuat harga-harga kebutuhan sehari-hari meroket.
AS perlu mengimpor dolar ke negara lain untuk menjaga ekonominya agar tidak merosot. BRICS memutuskan hubungan dengan dolar AS melalui dedolarisasi dan juga mendorong negara-negara lain untuk mengikutinya.
(nng)