Pemerintah Buka Opsi Impor 1 Juta Ton Beras, Begini Alasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Pangan, Zulkifli Hasan mengungkapkan, pemerintah tengah mempertimbangkan impor beras kembali sebesar 1 juta ton. Mantan Menteri Perdagangan yang kerap disapa Zulhas itu menjelaskan, dirinya bersama kementerian terkait baru mendapatkan laporan saat rapat koordinasi dengan sejumlah Kementerian dan Lembaga (K/L) perihal program swasembada pangan 2028.
Guna menutup kebutuhan beras hingga awal tahun 2025, Zulhas tidak menafikan Indonesia masih membuka opsi untuk impor beras tambahan. "Ya, memang kita terhutang. Harusnya kita impor 1 juta lagi. Tapi tadi baru dapat laporan, prosesnya harus bisnis to bisnis, karena India ini," terang Zulhas saat ditemui di kantor Kementerian Kehutanan, Selasa (29/10/2024).
Menko Zulkifli Hasan menuturkan, pertimbangan ini masih dalam proses dikarenakan negara pengimpor, India, tengah dilakukan upaya transaksi secara Bussines to Bussines (B to B) lantaran adanya larangan kuota impor beras yang dibatasi.
"Karena India pernah melarang, setelah dilarang itu kalau dia G to G, harus persetujuan parlement. Jadi rumit lagi, padahal kita butuhnya sekarang. Kalau itu berhasil, sebetulnya kita mungkin, kalau kurang pun, tahun depan kita lihat," tegas Zulhas.
Kendati demikian, opsi pertambahan impor beras sebesar satu juta ton tersebut, lanjut Zulhas, masih dalam pertimbangan. Ia mengatakan, pemerintah tidak menutup kemungkinan untuk mengurangi impor beras atau bahkan menambahkannya kembali.
"Mungkin bisa kurang sedikit, atau bisa tidak. Karena Pak Mentan sudah habis-habisnya nih. Mungkin sudah hampir 100 ribu yang sawah bisa ditanam," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Pertanian (Kementan) buka suara terkait data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut produksi beras nasional 2024 turun dibanding 2023.
Penurunan berada di angka 760 ribu ton atau 2,43%. Menurut Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, penurunan produktivitas beras ini tak lepas dari fenomena El Nino yang menyebabkan mundurnya musim tanam.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Moch. Arief Cahyono mengatakan, sebenarnya setelah panen raya pada April-Mei 2024, produksi bulanan sejak Agustus hingga Desember 2024 jauh melebihi produksi bulan yang sama di tahun 2023.
Dia mengklaim, meski memang terjadi keterlambatan masa tanam pada akhir 2023 yang menyebabkan masa panen raya yang mestinya terjadi di bulan Maret-April 2024 bergeser, namun dengan intervensi pompanisasi dan ketersediaan pupuk yang cukup, produktivitas pertanian masih bisa terus ditingkatkan.
Lebih lanjut Arief mengungkap peningkatan produksi di tengah kekeringan ini menunjukkan program Penambahan Areal Tanam (PAT) yang digenjot Kementan awal 2024 membuahkan hasil. Dirinya pun menyampaikan bahwa Pemerintah, dalam hal ini Kementan, tetap optimis produksi beras akan terus membaik.
Bapanas Buka Suara
Sementara itu Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi angkat bicara mengenai wacana pertambahan impor beras sebesar 1 juta ton. Arief menjelaskan keputusan opsi menambahkan impor beras dikarenakan untuk menutup cadangan pangan hingga Februari 2025.
Arief mengatakan, cadangan pangan tersebut dilakukan seiring dengan upaya pemerintah melakukan swasembada pangan via produksi dalam negeri. Kebutuhan opsi menambahkan impor satu juta ton beras adalah tindak lanjut dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai produksi beras dalam negeri.
"Kemarin kan teman BPS juga menyampaikan bahwa untuk menyiapkan cadangan pangan lagi ke depan. Sambil kita juga memperkuat produksi dalam negeri. Itu memang ada tambahan satu juta ton," kata Arief saat ditemui selepas rapat koordinasi Kemenko Pangan di kantor Kementerian Kehutanan, Selasa (29/10).
Namun demikian, dia mengatakan berdasarkan pengalaman sebelumnya, produksi beras di akhir tahun hingga Februari, sering mengalami kekurangan.
"Satu juta ton itu tentunya melihat neraca dari produksi, kemudian berapa cadangan yang harus kita miliki supaya kita bisa sampai melewati bulan Februari 2025. Biasanya bulan Desember, Januari, Februari itu produksinya memang agak di bawah," jelas Arief.
Untuk itu, Arief mengatakan opsi penambahan impor beras satu juta ton tersebut, tetap tidak melupakan pada produksi dalam negeri. "Tapi mana kala produksi dalam negeri dengan segala upaya, kan sudah lihat sendiri ya. Pak Mentan, Pak Wamen, timnya semua, kita semua sudah mengupayakan produksi dalam negeri," katanya.
"Tetapi, projection dari BPS itu memang kurang. Jadi, memang kita harus ada cadangan. Itu saja sih penjelasannya," sambung Arief.
Guna menutup kebutuhan beras hingga awal tahun 2025, Zulhas tidak menafikan Indonesia masih membuka opsi untuk impor beras tambahan. "Ya, memang kita terhutang. Harusnya kita impor 1 juta lagi. Tapi tadi baru dapat laporan, prosesnya harus bisnis to bisnis, karena India ini," terang Zulhas saat ditemui di kantor Kementerian Kehutanan, Selasa (29/10/2024).
Menko Zulkifli Hasan menuturkan, pertimbangan ini masih dalam proses dikarenakan negara pengimpor, India, tengah dilakukan upaya transaksi secara Bussines to Bussines (B to B) lantaran adanya larangan kuota impor beras yang dibatasi.
"Karena India pernah melarang, setelah dilarang itu kalau dia G to G, harus persetujuan parlement. Jadi rumit lagi, padahal kita butuhnya sekarang. Kalau itu berhasil, sebetulnya kita mungkin, kalau kurang pun, tahun depan kita lihat," tegas Zulhas.
Kendati demikian, opsi pertambahan impor beras sebesar satu juta ton tersebut, lanjut Zulhas, masih dalam pertimbangan. Ia mengatakan, pemerintah tidak menutup kemungkinan untuk mengurangi impor beras atau bahkan menambahkannya kembali.
"Mungkin bisa kurang sedikit, atau bisa tidak. Karena Pak Mentan sudah habis-habisnya nih. Mungkin sudah hampir 100 ribu yang sawah bisa ditanam," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Pertanian (Kementan) buka suara terkait data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut produksi beras nasional 2024 turun dibanding 2023.
Penurunan berada di angka 760 ribu ton atau 2,43%. Menurut Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, penurunan produktivitas beras ini tak lepas dari fenomena El Nino yang menyebabkan mundurnya musim tanam.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Moch. Arief Cahyono mengatakan, sebenarnya setelah panen raya pada April-Mei 2024, produksi bulanan sejak Agustus hingga Desember 2024 jauh melebihi produksi bulan yang sama di tahun 2023.
Dia mengklaim, meski memang terjadi keterlambatan masa tanam pada akhir 2023 yang menyebabkan masa panen raya yang mestinya terjadi di bulan Maret-April 2024 bergeser, namun dengan intervensi pompanisasi dan ketersediaan pupuk yang cukup, produktivitas pertanian masih bisa terus ditingkatkan.
Lebih lanjut Arief mengungkap peningkatan produksi di tengah kekeringan ini menunjukkan program Penambahan Areal Tanam (PAT) yang digenjot Kementan awal 2024 membuahkan hasil. Dirinya pun menyampaikan bahwa Pemerintah, dalam hal ini Kementan, tetap optimis produksi beras akan terus membaik.
Bapanas Buka Suara
Sementara itu Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi angkat bicara mengenai wacana pertambahan impor beras sebesar 1 juta ton. Arief menjelaskan keputusan opsi menambahkan impor beras dikarenakan untuk menutup cadangan pangan hingga Februari 2025.
Arief mengatakan, cadangan pangan tersebut dilakukan seiring dengan upaya pemerintah melakukan swasembada pangan via produksi dalam negeri. Kebutuhan opsi menambahkan impor satu juta ton beras adalah tindak lanjut dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai produksi beras dalam negeri.
"Kemarin kan teman BPS juga menyampaikan bahwa untuk menyiapkan cadangan pangan lagi ke depan. Sambil kita juga memperkuat produksi dalam negeri. Itu memang ada tambahan satu juta ton," kata Arief saat ditemui selepas rapat koordinasi Kemenko Pangan di kantor Kementerian Kehutanan, Selasa (29/10).
Namun demikian, dia mengatakan berdasarkan pengalaman sebelumnya, produksi beras di akhir tahun hingga Februari, sering mengalami kekurangan.
"Satu juta ton itu tentunya melihat neraca dari produksi, kemudian berapa cadangan yang harus kita miliki supaya kita bisa sampai melewati bulan Februari 2025. Biasanya bulan Desember, Januari, Februari itu produksinya memang agak di bawah," jelas Arief.
Untuk itu, Arief mengatakan opsi penambahan impor beras satu juta ton tersebut, tetap tidak melupakan pada produksi dalam negeri. "Tapi mana kala produksi dalam negeri dengan segala upaya, kan sudah lihat sendiri ya. Pak Mentan, Pak Wamen, timnya semua, kita semua sudah mengupayakan produksi dalam negeri," katanya.
"Tetapi, projection dari BPS itu memang kurang. Jadi, memang kita harus ada cadangan. Itu saja sih penjelasannya," sambung Arief.
(akr)