Balas Ancaman Trump, China Larang Ekspor Mineral Utama ke AS

Selasa, 03 Desember 2024 - 20:54 WIB
loading...
Balas Ancaman Trump,...
China membalas ancaman Donald Trump dengan melarang ekspor mineral utama ke Amerika Serikat (AS).Foto/Dok Reuters
A A A
BEIJING - China membalas ancaman Donald Trump yang bakal menerapkan tarif 60%, dengan melarang ekspor mineral utama ke Amerika Serikat (AS). Beberapa komoditas yang dilarang seperti mineral galium, germanium dan antimon berpotensi memberikan tekanan terhadap aplikasi militer.

Arahan kebijakan terbaru China disampaikan, sehari setelah Washington memberikan tekanan terhadap sektor chip China. Diterangkan Kementerian Perdagangan telah memberikan arahan khusus terkait barang-barang penggunaan ganda yang bisa dipakai dalam militer dan sipil, lantaran ada kekhawatiran keamanan nasional.



Perintah yang bakal segera berlaku, juga memerlukan peninjauan yang lebih ketat terhadap penggunaan akhir untuk barang-barang grafit yang dikirim ke AS.

"Pada prinsipnya, ekspor galium, germanium, antimon, dan bahan superhard ke Amerika Serikat tidak akan diizinkan," kata pihak kementerian perdagangan.

Pembatasan tersebut memperkuat penegakan batas yang ada pada ekspor mineral kritis yang mulai diluncurkan Beijing tahun lalu, tetapi hanya berlaku untuk pasar AS. Hal ini terjadi dalam eskalasi ketegangan perdagangan terbaru antara dua ekonomi terbesar di dunia menjelang Presiden terpilih Donald Trump menjabat.

Data bea cukai China menunjukkan, tidak ada pengiriman germanium atau galium ke AS tahun ini hingga Oktober, meskipun Amerika merupakan pasar terbesar keempat dan kelima untuk mineral, pada setahun terakhir.

Sebagai informasi Galium dan germanium biasa digunakan dalam semikonduktor, sedangkan germanium dipakai dalam teknologi inframerah, kabel serat optik dan sel surya.

Demikian pula, pengiriman produk antimon China secara keseluruhan pada Oktober anjlok 97% dari September setelah langkah Beijing untuk membatasi ekspornya ke AS mulai berlaku.

China pada tahun lalu menyumbang 48% antimon yang ditambang secara global, yang digunakan dalam amunisi, rudal inframerah, senjata nuklir dan kacamata inframerah, serta dalam baterai dan peralatan fotovoltaik. Sedangkan untuk tahun ini, China menyumbang 59,2% dari produksi germanium olahan dan 98,8% dari produksi galium olahan, menurut konsultan Project Blue.

"Langkah ini merupakan eskalasi ketegangan yang cukup besar dalam rantai pasokan di mana akses ke unit bahan baku sudah ketat di Barat," kata salah satu pendiri Project Blue, Jack Bedder.

Harga antimon trioksida di Rotterdam telah melonjak 228% sejak awal tahun menjadi USD39.000 per metrik ton pada 28 November, seperti ditunjukkan data dari penyedia informasi Argus.

"Semua orang akan menggali di halaman belakang mereka untuk menemukan antimon. Banyak negara akan mencoba menemukan deposit antimon," kata seorang pedagang logam kecil di Eropa, yang menolak disebutkan namanya seperti dilansir Reuters.

Pengumuman China muncul setelah Washington meluncurkan kebijakan keras ketiga dalam tiga tahun terakhir terhadap industri semikonduktor China pada hari Senin, dengan membatasi ekspor ke 140 perusahaan, termasuk pembuat peralatan chip Naura Technology Group.

Trump, yang masa jabatan pertama Gedung Putih ditandai dengan perang dagang yang pahit dengan China, mengatakan dia akan menerapkan tarif 10% pada barang-barang China dan mengancam tarif 60% pada impor China selama masa kampanye pemilu presiden.

"Tidak mengherankan bahwa China menanggapi meningkatnya pembatasan oleh otoritas Amerika, saat ini dan yang akan segera terjadi, dengan pembatasannya sendiri pada pasokan mineral strategis ini," kata Peter Arkell, ketua Asosiasi Pertambangan Global China.

"Ini adalah perang dagang yang tidak ada pemenangnya," katanya.



Secara terpisah, beberapa kelompok industri China pada hari Selasa, menyerukan anggota mereka untuk membeli semikonduktor buatan dalam negeri, dimana salah satunya mengatakan chip AS tidak lagi aman dan dapat diandalkan.

(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1065 seconds (0.1#10.140)