China Merespons Ancaman Donald Trump ke BRICS Jika Tinggalkan Dolar AS
loading...
A
A
A
BEIJING - Ancaman Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump kepada negara-negara BRICS jika mereka meninggalkan dolar Amerika dan beralih ke mata uang lain, mendapatkan respons dari China. Ditekankan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Lin Jian bahwa, China bakal terus memperluas kerja sama dengan sesama anggota BRICS meskipun ada ancaman tarif dari Donald Trump.
Seperti diketahui Trump baru-baru ini memperingatkan, bahwa negara-negara BRICS akan terkena tarif 100% pada barang-barang mereka jika menciptakan mata uang baru atau mendukung mata uang yang sudah ada sebagai saingan dolar AS .
BRICS dikenal sebagai pesaing Barat sejak awal berdirinya, dimana beranggotakan awal Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Selanjutnya pada awal tahun ini, BRICS memperluas anggota mereka dengan menerima member baru mencakup Mesir, Iran, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab.
Sementara sekitar 30 negara lainnya telah menyatakan minat untuk bergabung bersama BRICS - kelompok ekonomi negara-negara berkembang terdepan tersebut.
Kelompok BRICS merupakan platform penting untuk kerja sama di antara pasar negara berkembang, dan tujuannya adalah untuk mencapai pembangunan dan kemakmuran yang komprehensif, bukan untuk terlibat dalam "konfrontasi blok" atau "menargetkan pihak ketiga mana pun," kata Jian pada sebuah briefing pada hari Selasa.
"China siap terus bekerja dengan mitra BRICS untuk memperdalam kerja sama praktis di berbagai bidang dan memberikan kontribusi lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi dunia yang berkelanjutan dan stabil," kata diplomat itu.
Sebelumnya dalam sebuah postingan di platform Truth Social-nya pada hari Sabtu, Trump mengatakan dia akan meminta negara-negara BRICS berjanji agar tidak menciptakan mata uang bersama, "atau mendukung mata uang lain untuk menggantikan dolar AS yang perkasa," atau mereka akan menghadapi tarif 100% atas produk-produk mereka yang diimpor ke Amerika.
Trump telah berjanji untuk menggunakan tarif untuk menyelesaikan defisit perdagangan AS, memaksa produsen lepas pantai untuk kembali, dan mencapai berbagai tujuan geopolitik.
Presiden Rusia, Vladimir Putin mengatakan, pada Juni 2022 bahwa anggota blok tersebut sedang mencari kemungkinan menciptakan mata uang cadangan internasional. Pernyataan itu muncul tak lama setelah negara-negara Barat menjatuhkan sanksi terkait Ukraina terhadap Moskow yang secara efektif menendangnya dari sistem keuangan berdenominasi dolar.
Seperti diketahui Trump baru-baru ini memperingatkan, bahwa negara-negara BRICS akan terkena tarif 100% pada barang-barang mereka jika menciptakan mata uang baru atau mendukung mata uang yang sudah ada sebagai saingan dolar AS .
BRICS dikenal sebagai pesaing Barat sejak awal berdirinya, dimana beranggotakan awal Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Selanjutnya pada awal tahun ini, BRICS memperluas anggota mereka dengan menerima member baru mencakup Mesir, Iran, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab.
Sementara sekitar 30 negara lainnya telah menyatakan minat untuk bergabung bersama BRICS - kelompok ekonomi negara-negara berkembang terdepan tersebut.
Kelompok BRICS merupakan platform penting untuk kerja sama di antara pasar negara berkembang, dan tujuannya adalah untuk mencapai pembangunan dan kemakmuran yang komprehensif, bukan untuk terlibat dalam "konfrontasi blok" atau "menargetkan pihak ketiga mana pun," kata Jian pada sebuah briefing pada hari Selasa.
"China siap terus bekerja dengan mitra BRICS untuk memperdalam kerja sama praktis di berbagai bidang dan memberikan kontribusi lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi dunia yang berkelanjutan dan stabil," kata diplomat itu.
Sebelumnya dalam sebuah postingan di platform Truth Social-nya pada hari Sabtu, Trump mengatakan dia akan meminta negara-negara BRICS berjanji agar tidak menciptakan mata uang bersama, "atau mendukung mata uang lain untuk menggantikan dolar AS yang perkasa," atau mereka akan menghadapi tarif 100% atas produk-produk mereka yang diimpor ke Amerika.
Trump telah berjanji untuk menggunakan tarif untuk menyelesaikan defisit perdagangan AS, memaksa produsen lepas pantai untuk kembali, dan mencapai berbagai tujuan geopolitik.
Presiden Rusia, Vladimir Putin mengatakan, pada Juni 2022 bahwa anggota blok tersebut sedang mencari kemungkinan menciptakan mata uang cadangan internasional. Pernyataan itu muncul tak lama setelah negara-negara Barat menjatuhkan sanksi terkait Ukraina terhadap Moskow yang secara efektif menendangnya dari sistem keuangan berdenominasi dolar.