Transformasi Digital Momentum Perkuat Penggunaan Produk Alkes Lokal
loading...
A
A
A
Sistem Kesehatan Akademik (AHS) menyatukan peran Kementerian Kesehatan dengan rumah sakit vertikalnya, institusi pendidikan, serta pemerintah daerah. Konsep ini melibatkan berbagai elemen, mulai dari sumber daya manusia (SDM), fasilitas pendidikan, riset, hingga fasilitas kesehatan yang dimiliki oleh institusi pendidikan. Implementasi yang konsisten dan dukungan penuh terhadap AHS dapat membantu mengatasi berbagai masalah kesehatan di Indonesia, termasuk dalam pelaksanaan 6 pilar transformasi kesehatan.
Melalui AHS, pembiayaan kesehatan dapat lebih efisien, distribusi tenaga kesehatan lebih merata, serta penelitian kesehatan inovatif dapat meningkat. Selain itu, AHS juga dapat mendukung upaya pencegahan penyakit yang lebih optimal. Konsep ini mendorong adanya resource sharing antara semua stakeholder yang terlibat dalam sektor kesehatan, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Riset kesehatan inovatif, terutama yang dilakukan oleh institusi pendidikan, harus didorong agar dapat menghasilkan produk-produk yang murah dan terjangkau oleh masyarakat. Salah satu langkah penting yang harus segera dilakukan adalah meningkatkan kemandirian dalam pembuatan obat, vaksin, dan alat kesehatan di dalam negeri. Beberapa perusahaan farmasi dalam negeri bahkan sudah berhasil menembus pasar negara-negara tetangga, yang menunjukkan potensi besar untuk produk kesehatan Indonesia.
Namun, pembiayaan BPJS yang tidak terbatas perlu dikendalikan untuk menghindari pemborosan. Selain itu, rekomendasi dari Health Technology Assessment (HTA) yang disusun oleh para ahli harus segera dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan. Hal ini penting agar biaya kesehatan dapat ditekan, serta mengurangi ketergantungan pada produk impor, sekaligus mendorong penggunaan produk inovasi lokal yang kualitasnya tidak kalah dengan produk asing.
Dukungan terhadap Produk Kesehatan Lokal
Di tengah tuntutan untuk mengurangi impor, Indonesia perlu mendorong penggunaan produk alat kesehatan dalam negeri, yang kualitasnya sudah setara dengan produk luar negeri. Negara-negara Asia, seperti India, Tiongkok, dan Turki, telah berhasil memproduksi alat kesehatan berteknologi tinggi, sementara Indonesia masih bergantung pada impor untuk beberapa produk, seperti aksesoris untuk tindakan endoskopi saluran cerna. Praktisi klinis di Indonesia tentu akan lebih senang menggunakan produk dalam negeri yang berkualitas apabila alat kesehatan tersebut tersedia di pasar.
Akhirnya, harapan untuk menciptakan Indonesia yang lebih sehat tetap ada. Untuk itu, profesi kedokteran dan institusi pendidikan kedokteran serta kesehatan harus terus dilibatkan dalam pembangunan kesehatan. Kolaborasi yang lebih erat antar pihak-pihak terkait sangat dibutuhkan untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dalam hal pembangunan kesehatan, termasuk dalam hal implementasi transformasi digital dan teknologi dalam sistem pelayanan kesehatan. Hanya dengan upaya bersama, Indonesia dapat mewujudkan sistem kesehatan yang lebih baik, efisien, dan berkelanjutan.
Melalui AHS, pembiayaan kesehatan dapat lebih efisien, distribusi tenaga kesehatan lebih merata, serta penelitian kesehatan inovatif dapat meningkat. Selain itu, AHS juga dapat mendukung upaya pencegahan penyakit yang lebih optimal. Konsep ini mendorong adanya resource sharing antara semua stakeholder yang terlibat dalam sektor kesehatan, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Riset kesehatan inovatif, terutama yang dilakukan oleh institusi pendidikan, harus didorong agar dapat menghasilkan produk-produk yang murah dan terjangkau oleh masyarakat. Salah satu langkah penting yang harus segera dilakukan adalah meningkatkan kemandirian dalam pembuatan obat, vaksin, dan alat kesehatan di dalam negeri. Beberapa perusahaan farmasi dalam negeri bahkan sudah berhasil menembus pasar negara-negara tetangga, yang menunjukkan potensi besar untuk produk kesehatan Indonesia.
Namun, pembiayaan BPJS yang tidak terbatas perlu dikendalikan untuk menghindari pemborosan. Selain itu, rekomendasi dari Health Technology Assessment (HTA) yang disusun oleh para ahli harus segera dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan. Hal ini penting agar biaya kesehatan dapat ditekan, serta mengurangi ketergantungan pada produk impor, sekaligus mendorong penggunaan produk inovasi lokal yang kualitasnya tidak kalah dengan produk asing.
Dukungan terhadap Produk Kesehatan Lokal
Di tengah tuntutan untuk mengurangi impor, Indonesia perlu mendorong penggunaan produk alat kesehatan dalam negeri, yang kualitasnya sudah setara dengan produk luar negeri. Negara-negara Asia, seperti India, Tiongkok, dan Turki, telah berhasil memproduksi alat kesehatan berteknologi tinggi, sementara Indonesia masih bergantung pada impor untuk beberapa produk, seperti aksesoris untuk tindakan endoskopi saluran cerna. Praktisi klinis di Indonesia tentu akan lebih senang menggunakan produk dalam negeri yang berkualitas apabila alat kesehatan tersebut tersedia di pasar.
Akhirnya, harapan untuk menciptakan Indonesia yang lebih sehat tetap ada. Untuk itu, profesi kedokteran dan institusi pendidikan kedokteran serta kesehatan harus terus dilibatkan dalam pembangunan kesehatan. Kolaborasi yang lebih erat antar pihak-pihak terkait sangat dibutuhkan untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dalam hal pembangunan kesehatan, termasuk dalam hal implementasi transformasi digital dan teknologi dalam sistem pelayanan kesehatan. Hanya dengan upaya bersama, Indonesia dapat mewujudkan sistem kesehatan yang lebih baik, efisien, dan berkelanjutan.
(nng)