PEI Jadi Banknya para Pelaku Pasar Modal
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Pendanaan Efek Indonesia (PEI) didirikan untuk menjawab kebutuhan transaksi dan menyediakan fasilitas pendanaan di sektor pasar modal . PEI pun memiliki perbedaan dengan perbankan yang selama ini sudah ada.
Direktur PEI Suryadi mengatakan, perbedaan mendasar antara PEI dan perbankan adalah perbankan telah memiliki aturan tersendiri sesuai peraturan Bank Indonesia (PBI). Sementara itu, PEI punya aturan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No.25/POJK.04/2018 tentang Lembaga Pendanaan Efek. ( Baca juga:Buwas Ancam Karyawan Bulog yang Berani Main-main dengan Beras Bansos )
Selain itu, dalam menyalurkan pinjaman berupa multicapital perbankan tunduk pada ketentuan maksimal 25% dari ekuitas. Di tambah lagi, perbankan tidak menerima saham.
"Nah kita tahu sendiri untuk permodalan perusahaan efek di Indonesia kan masih sangat terbatas, dan yang menarik lagi perbankan tidak bisa menerima saham karena mereka di dunia finansial bukan di dunia capital market. Untuk volateral mereka tak bisa untuk memvaluasi," ujar Suryadi dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (2/9/2020). ( Baca juga:RUU Kejaksaan Diyakini Perkuat Kinerja Penegakan Hukum Kejagung )
Dengan fungsi untuk melakukan valuasi, Suryadi menyampaikan, kehadiran PEI yang mempunyai expertis atau kemampuan untuk mensupervisi efek, maka dibutuhkan kehadiran PEI di bursa.
"Jadi sayang sekali saham-saham atau bonds yang kita ngerti tapi susah diagunkan untuk menambah kapasitas makanya didirikanlah perusahaan seperti ini. Makanya regulasinya di bawah OJK pasar modal," kata dia.
Di dalam kegiatannya di pasar modal, Suryadi meyebut, PEI tidak ikut serta dalam melakukan transaksi atau dengan kata lain PEI menjadi bagian independen.
"Karena pemegang saham kami adalah SRO dari supervisi OJK dan kami tidak menjadi party dalam bertransaksi. Kami bisa sampaikan bahwa kami independen. Jika pada waktu kami memvaluasi atau memberikan pendanaan ke market itu benar-benar," ucapnya.
Lihat Juga: MNC Sekuritas Cabang Semarang Gelar Outlook Bursa 2025 Trading For Living, Investing For Wealth
Direktur PEI Suryadi mengatakan, perbedaan mendasar antara PEI dan perbankan adalah perbankan telah memiliki aturan tersendiri sesuai peraturan Bank Indonesia (PBI). Sementara itu, PEI punya aturan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No.25/POJK.04/2018 tentang Lembaga Pendanaan Efek. ( Baca juga:Buwas Ancam Karyawan Bulog yang Berani Main-main dengan Beras Bansos )
Selain itu, dalam menyalurkan pinjaman berupa multicapital perbankan tunduk pada ketentuan maksimal 25% dari ekuitas. Di tambah lagi, perbankan tidak menerima saham.
"Nah kita tahu sendiri untuk permodalan perusahaan efek di Indonesia kan masih sangat terbatas, dan yang menarik lagi perbankan tidak bisa menerima saham karena mereka di dunia finansial bukan di dunia capital market. Untuk volateral mereka tak bisa untuk memvaluasi," ujar Suryadi dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (2/9/2020). ( Baca juga:RUU Kejaksaan Diyakini Perkuat Kinerja Penegakan Hukum Kejagung )
Dengan fungsi untuk melakukan valuasi, Suryadi menyampaikan, kehadiran PEI yang mempunyai expertis atau kemampuan untuk mensupervisi efek, maka dibutuhkan kehadiran PEI di bursa.
"Jadi sayang sekali saham-saham atau bonds yang kita ngerti tapi susah diagunkan untuk menambah kapasitas makanya didirikanlah perusahaan seperti ini. Makanya regulasinya di bawah OJK pasar modal," kata dia.
Di dalam kegiatannya di pasar modal, Suryadi meyebut, PEI tidak ikut serta dalam melakukan transaksi atau dengan kata lain PEI menjadi bagian independen.
"Karena pemegang saham kami adalah SRO dari supervisi OJK dan kami tidak menjadi party dalam bertransaksi. Kami bisa sampaikan bahwa kami independen. Jika pada waktu kami memvaluasi atau memberikan pendanaan ke market itu benar-benar," ucapnya.
Lihat Juga: MNC Sekuritas Cabang Semarang Gelar Outlook Bursa 2025 Trading For Living, Investing For Wealth
(uka)