Covid-19 Pengaruhi Target Pembangunan, Jokowi Ajak Tidak Pesimistis
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi korona (Covid-19) tidak hanya mengancam kesehatan publik, tapi juga menggoyahkan sendiri perekonian negara-negara termasuk Indonesia. Kemarin Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan kondisi yang terjadi itu memengaruhi target pembangunan dan pertumbuhan ekonomi 2020.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengakui kuartal II dan III menjadi kondisi yang terberat bagi pertumbuhan ekonomi. Dia bahkan menyebut pertumbuhan ekonomi di kuartal tersebut mendekati titik nol. Bahkan jika tidak ada perbaikan kondisi, pertumbuhan bisa minus.
Merespons situasi tersebut, Jokowi meminta jajarannya tidak pesimistis dan menyiapkan berbagai skenario. “Kita juga tidak boleh pesimistis. Kita harus tetap berikhtiar, berusaha, bekerja kerasa dalam upaya pemulihan. Baik pemulihan kesehatan maupun pemulihan ekonomi. Dan insyallah, kita bisa,” ujar dia saat membuka Sidang Kabinet Paripurna kemarin.
Jokowi juga meminta jajarannya tetap waspada akan adanya dampak lanjutan dari Covid-19 terhadap ekonomi pada 2021. Dia minta agar dihitung dengan cermat potensi, peluang, dan berbagai risiko yang bakal terjadi, baik di level domestik maupun global.
Untuk itu, mengingatkan agar tetap fokus pada misi besar pemerintah, yakni reformasi strukturasi untuk percepatan dan pemerataan pembangunan, baik itu berupa reformasi regulasi, reformasi birokrasi, reformasi dalam penigkatan produktivitas, maupun transformasi ekonomi. ‘’Itulah misi besar kita,” jelasnya.
Dia lantas menuturkan bawa kondisi yang dialami Indonsia menimpa hampir semua negara. Lembaga keuangan internasional juga telah melaporkan bahwa tahun ini akan memasuki resesi dunia, yang pertumbuhan ekonomi globalnya akan minus.’’ Itung-itungan terakhir yang saya terima, bisa tumbuh negatif, ekonomi global bisa tumbuh negatif -2,8%. Artinya ketarik sampai ke -6%,” tuturnya.
Sri Mulyani membenarkan kuartal II dan III diprediksi menjadi kondisi yang terberat bagi pertumbuhan ekonomi. Hal ini mengingat beratnya tekanan ekonomi pada kuartal tersebut. “Jadi, pertemubuhan ekonomi kita untuk kuartal II, III ini tekanannya akan sangat berat,” katanya seusai Sidang Kabinet Paripurna kemarin.
Kondisi yang terjadi akan membuat pertumbuhan ekonomi berada di titik mendekati nol, bahkan untuk kuartal II bisa bisa negatif. Hal serupa bisa terjadi juga di kuartal III jika kondisi tidak membaik.
“Kuartal kedua adalah kuartal yang paling berat di mana pertumbuhan ekonomi bisa turun di 0,3% atau hampir mendekati 0 atau bahkan negative growth di -2,6%. Kuartal ketiga akan ada recovery di 1,5% dan 2,8%. Kalau kita kondisinya akan berat cukup panjang, kemungkinan akan terjadi resesi di mana dua kuartal berturut-berturut GDP-nya bisa negatif,” paparnya.
Pemerintah, lanjut dia, akan berusaha mengatasi hal ini dan berharap pada kuartal terakhir tahun ini sudah proses pemulihan.
“Kita harap recovery sudah mulai di kuartal terakhir tahun ini, dan momentum ini akan terus diakselerasi di tahun 2021,” tuturnya.
Yang memprihatinkan, kondisi yang terjadi bisa meningkatkan angka kemiskinan dan pengangguran. Sri Mulyani mengungkapkan, jika kondisi sangat berat maka tambahan angka kemiskinan bisa menyentuh angka 3 juta lebih. “Dalam skenario berat bisa naik tambahan 1,1 juta orang atau dalam skenario lebih berat, kita akan menghadapi tambahan kemiskinan 3,78 juta orang,” katanya.
Adapun angka pengangguran yang selama ini sudah menurun, konsisten juga akan mengalami kenaikan. Bahkan, kenaikannya bisa lebih dari 5 juta jika paling berat. “Dalam skenario berat, kita perkirakan bisa ada kenaikan 2,9 juta orang pengangguran baru. Dalam skenario lebih berat bisa sampai 5,2 juta,” ungkap Sri Mulyani.
Sebelumnya, angka kemiskinan terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Seperti pada 2019, angka kemiskinan indonesia ada di angka 9,22% atau 24,79 juta orang, sedangkan untuk angka pengangguran Indonesia yakni 5,28% atau 7,05 juta orang.
Pandemi virus corona yang melanda dunia memang berdampak terguncangnya ekonomi global. Segala upaya dan daya pun dilakukan banyak negara untuk memperkecil dampak krisis ekonomi akibat corona itu.
Krisis ekonomi sebenarnya telah dimulai sejak 9 Maret ketika para manajer investasi menghadapi penarikan dana oleh para investor. Orang tidak memilih investasi berisiko dan lebih memilih menyimpan dana pada obligasi yang dikeluarkan pemerintah.
Tidak ingin terjerumus pada krisis ekonomi lebih dalam, negara-negara kaya berusaha menggelontorkan triliunan dolar untuk menjaga ekonomi mereka tetap berjalan. Banyak negara mengeluarkan kebijakan ekonomi dan penangguhan kredit untuk menyelamatkan sektor industri.
Di Eropa, bank yang belum pulih dari krisis keuangan 2008 justru mengalami ketakutan menghadapi kredit macet. Para politikus di Eropa hingga saat ini menyatakan tidak akan mengeluarkan dana talangan untuk industri dari pajak. Di Amerika Serikat (AS), Presiden Donald Trump memperlonggar aturan bagaimana uang bisa disimpan di bank dan memotong pajak hingga USD32 miliar. “Dunia saat ini menuju krisis keuangan,” kata Emilios Avgouleas, pakar keuangan internasional Universitas Edinburgh, kepada Al Jazeera.
Di tengah krisis global, dunia pun menyaksikan peningkatan pengangguran terparah sejak Great Depression. Sektor paling parah dilanda badai adalah penerbangan, hotel, dan pariwisata. Organisasi Buruh Internasional (ILO) menyatakan pandemi itu akan menghancurkan 6,7 jam kerja di seluruh dunia atau setara 195 juta pekerja.
Langkah Pemerintah
Pemerintah menyiapkan sejumlah langkah untuk mengantisipasi dampak penyebaran corona, dalam hal ini untuk mengatasi meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan. "Untuk tadi dengan implikasi naiknya jumlah kemiskinan dan pengangguran maka langkah dalam jangka pendek menengah-panjang tidak bisa dilepaskan,” kata Sri Mulyani.
Untuk jangka pendek, salah satu yang disiapkan pemerintah adalah menaikkan alokasi anggaran untuk Kartu Prakerja, yang dari sebelumnya hanya Rp10 triliun naik menjadi Rp20 triliun. “Itu bisa 5,6 juta masyarakat yang terdampak PHK ini bisa di-absorb. Ini belum termasuk BPJS tenaga kerja yang masih memiliki juga uang iuran dari perusahaan yang bisa dipakai untuk memberikan benefit kepada para masyarakat yang terkena PHK,” ungkapnya.
Langkah lainnya adalah menggenjot program padat karya tunai. Dia mengatakan semua kementerian/lembaga yang memiliki anggaran untuk diarahkan pada proyek-proyek padat karya. Hal ini seperti yang dilakukan Kementerian PUPR.
“Untuk realokasi anggaran dalam menciptakan proyek padat karya di 1.000 lokasi. Artinya dalam jangka pendek, dana desa juga untuk bansos dan padat karya. Kita gunakan seluruh instrumen untuk membuat dampak negatif PHK dan pengurangan kesempatan kerja bisa diserap dengan mekanisme yang kami siapkan,” paparnya.
Untuk jangka menengah dan panjang, pemerintah akan tetap fokus bagaimana memperbaiki daya tahan dunia usaha, bahkan meningkatkan daya tarik ekonomi Indonesia. Pasalnya, jika Indonesia berhasil mengatasi dampak corona seminimal mungkin maka akan dapat menarik investor.
“Beberapa langkah pemerintah Jepang yang akan melakukan realokasi beberapa perusahaan dari China keluar atau dari negara lain, itu juga memberikan opportunity,” ungkapnya.
Sementara langkah jangka panjang, Sri Mulyani kembali menegaskan bahwa pemerintah akan berupaya mempertahankan kondisi perekonomian tetap baik dan tetap bisa menarik investasi. Setidaknya pemerintah dapat membuat perusahaan-perusahaan bertahan dalam situasi yang berat ini.
“Maka insentif-insentif pajak seperti yang sudah kami sampaikan akan dilakukan. Untuk saat ini, kita fokus ke industri manufaktur. Namun, kemarin menko ekonomi memutuskan tambahan pemberian insentif pajak ke 11 sektor lain di luar manufaktur, termasuk transportasi, perhotelan, perdagangan, dan sektor lain yang terdampak,” katanya.
Langkah jangka panjang lainnya adalah dengan merampungkan omnibus law dan berbagai reformasi lainnya yang bisa dilakukan. Hal ini bertujuan agar sektor-sektor mampu bertahan dan dapat menarik modal baru. “Ini yang akan kami terus perbaiki sehingga Indonesia mampu tarik kegiatan ekonomi dan kemiskinan pengangguran, kembali bisa diturunkan,” jelasnya.
Masih terkait upaya mengatasi dampak wabah corona, Jokowi minta pemda yang belum menganggarkan penanganan, kemarin meminta jajaran untuk kembali menyisir ulang anggaran. Dia meminta agar memangkas anggaran-anggaran yang tidak prioritas untuk penanganan Covid-19 baik bidang kesehatan, jaring pengaman sosial, maupun stimulus ekonomi.
“Potong rencana belanja yang tidak mendesak. Perjalanan dinas, rapat-rapat, belanja-belanja lain yang tidak dirasakan langsung manfaatnya oleh rakyat. Fokus semuanya, fokuskan semuanya, fokuskan semua kekuatan kita pada upaya penanganan Covid-19,” katanya saat membuka Sidang Kabinet Paripurna.
Meskipun sudah berulangkali disampaikan untuk melakukan realokasi, Jokowi masih menemukan daerah dengan postur APBD seperti biasa. Untuk itu, dia meminta Mendagri Tito Karnavian dan Menkeu Sri Mulyani menegur daerah-daerah tersebut.
“Saya melihat, setelah saya cermati, saya mencatat, masih ada beberapa daerah yang APBD-nya business as usual. Ini saya minta Menteri Dalam Negeri, saya minta Bu Menteri Keuangan, agar mereka ditegur,” ungkapnya.
Mantan gubernur DKI Jakarta ini lantas membeberkan, dari data yang diterimanya masih ada 103 daerah yang belum menganggarkan jaring pengaman sosial. Lalu, ada 140 daerah yang belum menganggarkan penanganan dampak ekonomi. Bahkan, ada 34 daerah yang belum menyampaikan data anggaran untuk penanganan Covid-19. (Dita Angga/Andika Hendra Mustakim)
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengakui kuartal II dan III menjadi kondisi yang terberat bagi pertumbuhan ekonomi. Dia bahkan menyebut pertumbuhan ekonomi di kuartal tersebut mendekati titik nol. Bahkan jika tidak ada perbaikan kondisi, pertumbuhan bisa minus.
Merespons situasi tersebut, Jokowi meminta jajarannya tidak pesimistis dan menyiapkan berbagai skenario. “Kita juga tidak boleh pesimistis. Kita harus tetap berikhtiar, berusaha, bekerja kerasa dalam upaya pemulihan. Baik pemulihan kesehatan maupun pemulihan ekonomi. Dan insyallah, kita bisa,” ujar dia saat membuka Sidang Kabinet Paripurna kemarin.
Jokowi juga meminta jajarannya tetap waspada akan adanya dampak lanjutan dari Covid-19 terhadap ekonomi pada 2021. Dia minta agar dihitung dengan cermat potensi, peluang, dan berbagai risiko yang bakal terjadi, baik di level domestik maupun global.
Untuk itu, mengingatkan agar tetap fokus pada misi besar pemerintah, yakni reformasi strukturasi untuk percepatan dan pemerataan pembangunan, baik itu berupa reformasi regulasi, reformasi birokrasi, reformasi dalam penigkatan produktivitas, maupun transformasi ekonomi. ‘’Itulah misi besar kita,” jelasnya.
Dia lantas menuturkan bawa kondisi yang dialami Indonsia menimpa hampir semua negara. Lembaga keuangan internasional juga telah melaporkan bahwa tahun ini akan memasuki resesi dunia, yang pertumbuhan ekonomi globalnya akan minus.’’ Itung-itungan terakhir yang saya terima, bisa tumbuh negatif, ekonomi global bisa tumbuh negatif -2,8%. Artinya ketarik sampai ke -6%,” tuturnya.
Sri Mulyani membenarkan kuartal II dan III diprediksi menjadi kondisi yang terberat bagi pertumbuhan ekonomi. Hal ini mengingat beratnya tekanan ekonomi pada kuartal tersebut. “Jadi, pertemubuhan ekonomi kita untuk kuartal II, III ini tekanannya akan sangat berat,” katanya seusai Sidang Kabinet Paripurna kemarin.
Kondisi yang terjadi akan membuat pertumbuhan ekonomi berada di titik mendekati nol, bahkan untuk kuartal II bisa bisa negatif. Hal serupa bisa terjadi juga di kuartal III jika kondisi tidak membaik.
“Kuartal kedua adalah kuartal yang paling berat di mana pertumbuhan ekonomi bisa turun di 0,3% atau hampir mendekati 0 atau bahkan negative growth di -2,6%. Kuartal ketiga akan ada recovery di 1,5% dan 2,8%. Kalau kita kondisinya akan berat cukup panjang, kemungkinan akan terjadi resesi di mana dua kuartal berturut-berturut GDP-nya bisa negatif,” paparnya.
Pemerintah, lanjut dia, akan berusaha mengatasi hal ini dan berharap pada kuartal terakhir tahun ini sudah proses pemulihan.
“Kita harap recovery sudah mulai di kuartal terakhir tahun ini, dan momentum ini akan terus diakselerasi di tahun 2021,” tuturnya.
Yang memprihatinkan, kondisi yang terjadi bisa meningkatkan angka kemiskinan dan pengangguran. Sri Mulyani mengungkapkan, jika kondisi sangat berat maka tambahan angka kemiskinan bisa menyentuh angka 3 juta lebih. “Dalam skenario berat bisa naik tambahan 1,1 juta orang atau dalam skenario lebih berat, kita akan menghadapi tambahan kemiskinan 3,78 juta orang,” katanya.
Adapun angka pengangguran yang selama ini sudah menurun, konsisten juga akan mengalami kenaikan. Bahkan, kenaikannya bisa lebih dari 5 juta jika paling berat. “Dalam skenario berat, kita perkirakan bisa ada kenaikan 2,9 juta orang pengangguran baru. Dalam skenario lebih berat bisa sampai 5,2 juta,” ungkap Sri Mulyani.
Sebelumnya, angka kemiskinan terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Seperti pada 2019, angka kemiskinan indonesia ada di angka 9,22% atau 24,79 juta orang, sedangkan untuk angka pengangguran Indonesia yakni 5,28% atau 7,05 juta orang.
Pandemi virus corona yang melanda dunia memang berdampak terguncangnya ekonomi global. Segala upaya dan daya pun dilakukan banyak negara untuk memperkecil dampak krisis ekonomi akibat corona itu.
Krisis ekonomi sebenarnya telah dimulai sejak 9 Maret ketika para manajer investasi menghadapi penarikan dana oleh para investor. Orang tidak memilih investasi berisiko dan lebih memilih menyimpan dana pada obligasi yang dikeluarkan pemerintah.
Tidak ingin terjerumus pada krisis ekonomi lebih dalam, negara-negara kaya berusaha menggelontorkan triliunan dolar untuk menjaga ekonomi mereka tetap berjalan. Banyak negara mengeluarkan kebijakan ekonomi dan penangguhan kredit untuk menyelamatkan sektor industri.
Di Eropa, bank yang belum pulih dari krisis keuangan 2008 justru mengalami ketakutan menghadapi kredit macet. Para politikus di Eropa hingga saat ini menyatakan tidak akan mengeluarkan dana talangan untuk industri dari pajak. Di Amerika Serikat (AS), Presiden Donald Trump memperlonggar aturan bagaimana uang bisa disimpan di bank dan memotong pajak hingga USD32 miliar. “Dunia saat ini menuju krisis keuangan,” kata Emilios Avgouleas, pakar keuangan internasional Universitas Edinburgh, kepada Al Jazeera.
Di tengah krisis global, dunia pun menyaksikan peningkatan pengangguran terparah sejak Great Depression. Sektor paling parah dilanda badai adalah penerbangan, hotel, dan pariwisata. Organisasi Buruh Internasional (ILO) menyatakan pandemi itu akan menghancurkan 6,7 jam kerja di seluruh dunia atau setara 195 juta pekerja.
Langkah Pemerintah
Pemerintah menyiapkan sejumlah langkah untuk mengantisipasi dampak penyebaran corona, dalam hal ini untuk mengatasi meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan. "Untuk tadi dengan implikasi naiknya jumlah kemiskinan dan pengangguran maka langkah dalam jangka pendek menengah-panjang tidak bisa dilepaskan,” kata Sri Mulyani.
Untuk jangka pendek, salah satu yang disiapkan pemerintah adalah menaikkan alokasi anggaran untuk Kartu Prakerja, yang dari sebelumnya hanya Rp10 triliun naik menjadi Rp20 triliun. “Itu bisa 5,6 juta masyarakat yang terdampak PHK ini bisa di-absorb. Ini belum termasuk BPJS tenaga kerja yang masih memiliki juga uang iuran dari perusahaan yang bisa dipakai untuk memberikan benefit kepada para masyarakat yang terkena PHK,” ungkapnya.
Langkah lainnya adalah menggenjot program padat karya tunai. Dia mengatakan semua kementerian/lembaga yang memiliki anggaran untuk diarahkan pada proyek-proyek padat karya. Hal ini seperti yang dilakukan Kementerian PUPR.
“Untuk realokasi anggaran dalam menciptakan proyek padat karya di 1.000 lokasi. Artinya dalam jangka pendek, dana desa juga untuk bansos dan padat karya. Kita gunakan seluruh instrumen untuk membuat dampak negatif PHK dan pengurangan kesempatan kerja bisa diserap dengan mekanisme yang kami siapkan,” paparnya.
Untuk jangka menengah dan panjang, pemerintah akan tetap fokus bagaimana memperbaiki daya tahan dunia usaha, bahkan meningkatkan daya tarik ekonomi Indonesia. Pasalnya, jika Indonesia berhasil mengatasi dampak corona seminimal mungkin maka akan dapat menarik investor.
“Beberapa langkah pemerintah Jepang yang akan melakukan realokasi beberapa perusahaan dari China keluar atau dari negara lain, itu juga memberikan opportunity,” ungkapnya.
Sementara langkah jangka panjang, Sri Mulyani kembali menegaskan bahwa pemerintah akan berupaya mempertahankan kondisi perekonomian tetap baik dan tetap bisa menarik investasi. Setidaknya pemerintah dapat membuat perusahaan-perusahaan bertahan dalam situasi yang berat ini.
“Maka insentif-insentif pajak seperti yang sudah kami sampaikan akan dilakukan. Untuk saat ini, kita fokus ke industri manufaktur. Namun, kemarin menko ekonomi memutuskan tambahan pemberian insentif pajak ke 11 sektor lain di luar manufaktur, termasuk transportasi, perhotelan, perdagangan, dan sektor lain yang terdampak,” katanya.
Langkah jangka panjang lainnya adalah dengan merampungkan omnibus law dan berbagai reformasi lainnya yang bisa dilakukan. Hal ini bertujuan agar sektor-sektor mampu bertahan dan dapat menarik modal baru. “Ini yang akan kami terus perbaiki sehingga Indonesia mampu tarik kegiatan ekonomi dan kemiskinan pengangguran, kembali bisa diturunkan,” jelasnya.
Masih terkait upaya mengatasi dampak wabah corona, Jokowi minta pemda yang belum menganggarkan penanganan, kemarin meminta jajaran untuk kembali menyisir ulang anggaran. Dia meminta agar memangkas anggaran-anggaran yang tidak prioritas untuk penanganan Covid-19 baik bidang kesehatan, jaring pengaman sosial, maupun stimulus ekonomi.
“Potong rencana belanja yang tidak mendesak. Perjalanan dinas, rapat-rapat, belanja-belanja lain yang tidak dirasakan langsung manfaatnya oleh rakyat. Fokus semuanya, fokuskan semuanya, fokuskan semua kekuatan kita pada upaya penanganan Covid-19,” katanya saat membuka Sidang Kabinet Paripurna.
Meskipun sudah berulangkali disampaikan untuk melakukan realokasi, Jokowi masih menemukan daerah dengan postur APBD seperti biasa. Untuk itu, dia meminta Mendagri Tito Karnavian dan Menkeu Sri Mulyani menegur daerah-daerah tersebut.
“Saya melihat, setelah saya cermati, saya mencatat, masih ada beberapa daerah yang APBD-nya business as usual. Ini saya minta Menteri Dalam Negeri, saya minta Bu Menteri Keuangan, agar mereka ditegur,” ungkapnya.
Mantan gubernur DKI Jakarta ini lantas membeberkan, dari data yang diterimanya masih ada 103 daerah yang belum menganggarkan jaring pengaman sosial. Lalu, ada 140 daerah yang belum menganggarkan penanganan dampak ekonomi. Bahkan, ada 34 daerah yang belum menyampaikan data anggaran untuk penanganan Covid-19. (Dita Angga/Andika Hendra Mustakim)
(yuds)