Coba Itu Siapa? Dengar Ya, Monopoli Bisnis Pelumas Bisa Bikin Ekonomi Berkarat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Beberapa waktu lalu, sempat ramai soal isu dugaan praktik monopoli dalam bisnis pelumas (oli) yang melibatkan PT Astra Honda Motor (AHM). Hingga saat ini kasus itu masih dalam proses persidangan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) .
Ketua Dewan Penasehat Perhimpunan Distributor, Importir, dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI) Paul Toar mengatakan, dugaan monopoli itu bisa berimbas terhadap konsumen dan juga perekonomian nasional.
"Ini juga bisa mematikan pengusaha-pengusaha kecil yang bergerak di sektor pelumas. Apalagi, di sektor tersebut, kebanyakan pemainnya adalah usaha kecil," ungkap Paul dalam sebuah webinar di Jakarta, Kamis (3/9/2020). ( Baca juga:Jangan Mudah Percaya Gosip Soal Oli yang Bikin Rusak Mesin )
Karena itu, kesehatan sektor bisnis pelumas tentunya memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia.
"Kalau kasus ini masih terus berlanjut dan menyeret perusahaan-perusahaan besar, otomatis banyak perusahaan pelumas yang relatif kecil ikut terhambat. Bisa saja pada akhirnya mereka justru akan mati," ucapnya.
Dia juga mengatakan, hal itu juga tidak akan menguntungkan pemegang merek jika mereka memonopoli.
"Sebab, pada akhirnya kemungkinan pertumbuhan ekonomi nasional itu akan terhambat. Padahal tujuan utama para pemegang merek adalah menjual unit yang besar bukan pelumas. Nah kalo masyarakat makin makmur maka pembeli kendaran-kendaraan tersebut akan tumbuh," tambah Paul.
Dalam kasus ini, dia menekankan bahwa peran masyarakat untuk terlibat dalam mengawal proses persidangan sangat penting.
"Karena praktik-praktik yang dilakukan oleh agen pemegang merek kendaraan seperti itu telah membentuk mindset masyarakat kalau kendaraannya merek A, maka oli yang harus dipakai adalah merek A. Jika kendaraannya merek B, olinya harus merek B. Jika tidak, maka garansi akan hilang,” kata Paul. ( Baca juga:Pecah Rekor, Ada 3.622 Kasus Baru Positif Covid-19 )
Hal ini, tambah dia, juga terkait dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Keraguan menggunakan pelumas merek lain terjadi karena adanya faktor monopoli. Padahal, kualitas pelumas yang beredar sudah sesuai ketentuan. Sekali lagi, hal itu terjadi karena ketidaktahuan masyarakat," pungkas Paul.
Ketua Dewan Penasehat Perhimpunan Distributor, Importir, dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI) Paul Toar mengatakan, dugaan monopoli itu bisa berimbas terhadap konsumen dan juga perekonomian nasional.
"Ini juga bisa mematikan pengusaha-pengusaha kecil yang bergerak di sektor pelumas. Apalagi, di sektor tersebut, kebanyakan pemainnya adalah usaha kecil," ungkap Paul dalam sebuah webinar di Jakarta, Kamis (3/9/2020). ( Baca juga:Jangan Mudah Percaya Gosip Soal Oli yang Bikin Rusak Mesin )
Karena itu, kesehatan sektor bisnis pelumas tentunya memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia.
"Kalau kasus ini masih terus berlanjut dan menyeret perusahaan-perusahaan besar, otomatis banyak perusahaan pelumas yang relatif kecil ikut terhambat. Bisa saja pada akhirnya mereka justru akan mati," ucapnya.
Dia juga mengatakan, hal itu juga tidak akan menguntungkan pemegang merek jika mereka memonopoli.
"Sebab, pada akhirnya kemungkinan pertumbuhan ekonomi nasional itu akan terhambat. Padahal tujuan utama para pemegang merek adalah menjual unit yang besar bukan pelumas. Nah kalo masyarakat makin makmur maka pembeli kendaran-kendaraan tersebut akan tumbuh," tambah Paul.
Dalam kasus ini, dia menekankan bahwa peran masyarakat untuk terlibat dalam mengawal proses persidangan sangat penting.
"Karena praktik-praktik yang dilakukan oleh agen pemegang merek kendaraan seperti itu telah membentuk mindset masyarakat kalau kendaraannya merek A, maka oli yang harus dipakai adalah merek A. Jika kendaraannya merek B, olinya harus merek B. Jika tidak, maka garansi akan hilang,” kata Paul. ( Baca juga:Pecah Rekor, Ada 3.622 Kasus Baru Positif Covid-19 )
Hal ini, tambah dia, juga terkait dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Keraguan menggunakan pelumas merek lain terjadi karena adanya faktor monopoli. Padahal, kualitas pelumas yang beredar sudah sesuai ketentuan. Sekali lagi, hal itu terjadi karena ketidaktahuan masyarakat," pungkas Paul.
(uka)