PBJT atas Jasa Parkir di Jakarta, Ini Ketentuan Baru yang Perlu Diketahui
loading...

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengumumkan perubahan dalam sistem pajak daerah, khususnya terkait jasa parkir. FOTO/dok.SINDOnews
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengumumkan perubahan besar dalam sistem pajak daerah, khususnya terkait jasa parkir. Seiring dengan diberlakukannya Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, istilah "Pajak Parkir" kini diubah menjadi Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas Jasa Parkir. Kebijakan baru ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 mengenai hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
"PBJT atas Jasa Parkir adalah pajak yang dikenakan kepada pengguna jasa parkir atas layanan parkir yang dikelola secara komersial," ujar Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta, Morris Danny, dikutip pada Minggu (16/3/2025).
Pajak ini berlaku untuk tempat parkir yang dikelola dengan tujuan bisnis, termasuk tempat parkir di luar badan jalan, layanan parkir valet, dan penitipan kendaraan berbayar.
PBJT atas Jasa Parkir berlaku untuk beberapa jenis layanan parkir berikut:
1. Tempat parkir berbayar yang dikelola oleh pihak swasta dengan izin pemerintah.
2. Layanan parkir valet, di mana kendaraan diparkirkan oleh petugas.
Namun, ada beberapa pengecualian yang tidak dikenakan PBJT, antara lain:
1. Tempat parkir yang dikelola langsung oleh pemerintah.
2. Parkir gratis yang disediakan untuk karyawan di area kantor.
3. Parkir di area kedutaan besar atau perwakilan negara asing yang didasarkan pada prinsip timbal balik.
4. Penitipan kendaraan dengan kapasitas kecil, maksimal 10 kendaraan roda empat atau 20 kendaraan roda dua.
5. Area parkir yang khusus digunakan untuk usaha jual-beli kendaraan bermotor.
Siapa yang Wajib Membayar PBJT?
Dalam skema pajak ini, terdapat dua pihak yang terlibat:
1. Subjek Pajak: Konsumen atau pengguna layanan parkir berbayar.
2. Wajib Pajak: Badan usaha atau individu yang mengelola dan menyediakan layanan parkir.
Pemerintah menetapkan tarif PBJT sebesar 10% dari jumlah yang dibayarkan oleh pengguna jasa parkir. Pajak ini terutang pada saat pembayaran biaya parkir dilakukan, baik secara langsung maupun melalui voucher parkir. Jika biaya parkir yang dibayar adalah Rp20.000, maka PBJT yang dikenakan adalah Rp2.000 (Rp20.000 x 10%).
Penerapan PBJT atas Jasa Parkir diharapkan dapat memberikan berbagai dampak positif. Di antaranya, meningkatkan transparansi dalam pengumpulan pajak dan memperjelas sistem pengelolaan pajak parkir. Selain itu, kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan pendapatan daerah untuk mendukung pembangunan Jakarta yang lebih teratur dan modern.
Dengan sistem pajak yang lebih jelas dan terstruktur, pelayanan parkir di Jakarta diharapkan akan menjadi lebih baik, tertib, dan bermanfaat bagi masyarakat. Ini adalah langkah kecil yang dapat memberikan dampak besar bagi kemajuan kota Jakarta.
Sebagai warga yang peduli, mari kita dukung kebijakan ini dengan kesadaran dan kepatuhan dalam membayar pajak, demi menciptakan kota yang lebih nyaman, teratur, dan berdaya saing tinggi.
"PBJT atas Jasa Parkir adalah pajak yang dikenakan kepada pengguna jasa parkir atas layanan parkir yang dikelola secara komersial," ujar Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta, Morris Danny, dikutip pada Minggu (16/3/2025).
Pajak ini berlaku untuk tempat parkir yang dikelola dengan tujuan bisnis, termasuk tempat parkir di luar badan jalan, layanan parkir valet, dan penitipan kendaraan berbayar.
Layanan yang Terkena PBJT
PBJT atas Jasa Parkir berlaku untuk beberapa jenis layanan parkir berikut:
1. Tempat parkir berbayar yang dikelola oleh pihak swasta dengan izin pemerintah.
2. Layanan parkir valet, di mana kendaraan diparkirkan oleh petugas.
Namun, ada beberapa pengecualian yang tidak dikenakan PBJT, antara lain:
1. Tempat parkir yang dikelola langsung oleh pemerintah.
2. Parkir gratis yang disediakan untuk karyawan di area kantor.
3. Parkir di area kedutaan besar atau perwakilan negara asing yang didasarkan pada prinsip timbal balik.
4. Penitipan kendaraan dengan kapasitas kecil, maksimal 10 kendaraan roda empat atau 20 kendaraan roda dua.
5. Area parkir yang khusus digunakan untuk usaha jual-beli kendaraan bermotor.
Siapa yang Wajib Membayar PBJT?
Dalam skema pajak ini, terdapat dua pihak yang terlibat:
1. Subjek Pajak: Konsumen atau pengguna layanan parkir berbayar.
2. Wajib Pajak: Badan usaha atau individu yang mengelola dan menyediakan layanan parkir.
Tarif PBJT atas Jasa Parkir
Pemerintah menetapkan tarif PBJT sebesar 10% dari jumlah yang dibayarkan oleh pengguna jasa parkir. Pajak ini terutang pada saat pembayaran biaya parkir dilakukan, baik secara langsung maupun melalui voucher parkir. Jika biaya parkir yang dibayar adalah Rp20.000, maka PBJT yang dikenakan adalah Rp2.000 (Rp20.000 x 10%).
Penerapan PBJT atas Jasa Parkir diharapkan dapat memberikan berbagai dampak positif. Di antaranya, meningkatkan transparansi dalam pengumpulan pajak dan memperjelas sistem pengelolaan pajak parkir. Selain itu, kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan pendapatan daerah untuk mendukung pembangunan Jakarta yang lebih teratur dan modern.
Dengan sistem pajak yang lebih jelas dan terstruktur, pelayanan parkir di Jakarta diharapkan akan menjadi lebih baik, tertib, dan bermanfaat bagi masyarakat. Ini adalah langkah kecil yang dapat memberikan dampak besar bagi kemajuan kota Jakarta.
Sebagai warga yang peduli, mari kita dukung kebijakan ini dengan kesadaran dan kepatuhan dalam membayar pajak, demi menciptakan kota yang lebih nyaman, teratur, dan berdaya saing tinggi.
(nng)
Lihat Juga :