Empati Wabah Corona, Buruh Tunda Aksi Massa Besar-besaran

Rabu, 18 Maret 2020 - 19:15 WIB
Empati Wabah Corona, Buruh Tunda Aksi Massa Besar-besaran
Empati Wabah Corona, Buruh Tunda Aksi Massa Besar-besaran
A A A
JAKARTA - Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) memastikan menunda aksi massa besar-besaran terkait penolakan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Keputusan itu diambil terkait wabah virus corona (Covid-19) yang melanda Indonesia.

Rencananya, MPBI yang membawahi tiga konfederasi besar buruh yakni Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) akan menggelar aksi Senin (23/3) depan.

Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea mengatakan, MPBI berempati terhadap situasi dan kondisi nasional saat ini.
"MPBI berharap pemerintah dan DPR juga berempati dengan situasi penyebaran corona saat ini dengan menunda pembahasan Omnibus Law Kluster Ketenagakerjaan," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (18/3/2020).

Namun, Andi Gani menegaskan, kalau DPR bandel, tetap melakukan pembahasan secara sembunyi-sembunyi, dapat dipastikan tidak akan lama massa buruh akan turun ke jalan.

Data terakhir yang tercatat, massa buruh MPBI dari 3 konfederasi besar buruh yang menyatakan kesiapan aksi di DPR sudah mencapai 80.300 dan jutaan massa MPBI di seluruh Indonesia.

Andi Gani juga mengungkapkan, safari ke beberapa partai politik sudah dilakukan. Hasilnya membuat melek partai-partai untuk mengkritisi RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Namun, yang justru paling pertama menyatakan sikap kritisnya PDI Perjuangan.

"Kami menaruh hormat untuk sikap PDI Perjuangan yang sudah disampaikan melalui Sekjennya Hasto Kristiyanto. Terimakasih juga kepada Bu Megawati," ungkapnya.

Presiden KSPI Said Iqbal meminta penundaan aksi buruh jangan malah dijadikan kesempatan buat DPR untuk melakukan pembahasan secara diam-diam. Apalagi sampai memaksakan kehendak harus sudah rampung dalam 100 hari pembahasan.

"Kami minta pemerintah dan DPR fokus terhadap penanganan corona. Buruh saja bisa menunda aksi, DPR harusnya juga bisa menunda pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja," tegasnya.

Apalagi, kata Iqbal, sampai saat ini belum lihat upaya-upaya serius dari pemerintah agar corona tidak mewabah dan merajalela terutama di kawasan industri. "Yang paling rentan ini buruh di pabrik-pabrik. Jutaan buruh dilingkungan yang sama. Pagi dan pulang di jam yang sama. Bus angkutan yang sama. Sangat rentan berada di keramaian," katanya.

Menurut Iqbal, seharusnya pabrik diliburkan dengan skema bergiliran untuk mengurangi berkumpulnya orang dalam jumlah yang besar. Sejauh ini, upaya yang dilakukan perusahaan hanya menyiapkan hand sanitizer dan penerapan budaya hidup bersih yang dinilai kurang efektif.

Iqbal menjelaskan, tingkat kebersihan pabrik berbeda. Dia mengatakan mayoritas perusahaan besar tak memiliki masalah kebersihan berbeda dengan perusahaan kecil.

Kondisi itu diperburuk dengan ketiadaan langkah jelas dari pemerintah dan pengusaha untuk memperhatikan keselamatan buruh.

Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban mengaku masih menaruh harapan kepada Presiden Jokowi. Dia yakin pemerintah akan mendengar suara buruh dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Elly juga turut prihatin bahwa corona semakin masif. Untuk itu, Elly meminta buruh tidak meremehkan kondisi ini.

"Kita minta serikat buruh tidak menganggap remeh situasi ini. Perjuangan terhadap Omnibus Law Cipta Kerja akan terus dilanjutkan. DPR juga jangan coba-coba memanfaatkan situasi ini dengan melakukan pembahasan diam-diam terus tiba-tiba disahkan," ucapnya.

Dalam kesempatan sebelum konferensi pers, Andi Gani juga meminta semua yang hadir untuk berdoa atas peristiwa kecelakaan yang menimpa anggota KSPSI Suwarto yang tewas dalam kecelakaan seusai aksi tolak Omnibus Law di Bekasi serta 4 anggota KSBSI yang juga tewas dalam kecelakaan di Pasuruan saat memperjuangkan hak-haknya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.0014 seconds (0.1#10.140)