5 BUMN yang Berdampak pada Hajat Masyarakat Dapat Suntikan Dana Rp19,7 T
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah akan menggelontorkan anggaran sebesar Rp19,7 triliun untuk lima badan usaha milik negara (BUMN) . Kelima BUMN tersebut adalah PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), PT Perkebunan Nusantara (Persero) atau PTPN, PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Perum Perumnas (Persero).
Nilai yang nantinya diperoleh PT GIAA sebesar Rp8,5 triliun, KRAS mencapai Rp3 triliun, PTPN sebesar Rp4 triliun, KAI Rp3,5 triliun, sementara Perum Perumnas Rp700 miliar. ( Baca juga:Kang Emil Sakti Euy, Tarif Tol Jalur Jakarta-Bandung Tak Jadi Naik )
Bantuan dana bagi kelima perseroan pelat merah tersebut dijelaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118/PMK/06/2020 tentang Investasi Pemerintah dalam Rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Skema bantuannya diberikan dalam bentuk investasi langsung atau penerbitan surat utang negara (SUN) .
"Investasi pemerintah dalam rangka program PEN yang selanjutnya disebut investasi pemerintah PEN adalah penempatan sejumlah dana dan atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan atau manfaat lainnya," demikian bunyi Pasal 1 dalam beleid tersebut, dikutip Senin (6/7/2020).
Terkait dengan nilai pemanfaatan yang tercantum dalam Pasal 1 PMK maka, pemerintah menilai kelima perusahaan negara itu memiliki manfaat sebagai berikut. Pertama, pengaruh atau dampak terhadap hajat hidup masyarakat. Kedua, eksposur terhadap sistem keuangan.
Ketiga, peran calon penerima investasi. Keempat, kepemilikan pemerintah dalam BUMN calon penerima investasi. Kelima, total aset yang dimiliki BUMN.
Berdasarkan PMK tadi, dalam mengalokasikan dana investasi pemerintah, direktur jenderal terkait mengatasnamakan menteri, melakukan penandatanganan perjanjian pelaksanaan investasi dengan direksi, baik direktur eksekutif ataupun direktur pelaksana dari lima BUMN.
Perjanjian pelaksanaan sebagaimana dimaksudkan, paling sedikit memuat 12 faktor. Pertama, mengenai hak dan kewajiban pemerintah sebagai beneficiary dan pelaksana investasi sebagai pelaksana investasi pemerintah. Kedua, bentuk, nilai, dan skema investasi pemerintah.
Ketiga, mekanisme pencairan dan pengelolaan dana untuk pelaksanaan investasi pemerintah. Keempat, persyaratan yang harus dipenuhi oleh penerima investasi.
"Kelima, pembebanan biaya terkait pendampingan dan pelaksanaan investasi pemerintah. Keenam, dana investasi pemerintah yang dikelola oleh pelaksana investasi tidak termasuk dalam harta pailit dan wajib dikembalikan kepada pemerintah," tulis Pasal 20 dalam bagian perjanjian pelaksana investasi. ( Baca juga:Jelang Penutupan, KPU: Ada 418 Bapaslon yang Mendaftar di Pilkada 2020 )
Ketujuh, pencatatan dana investasi pemerintah dilakukan secara terpisah dari kekayaan pelaksana investasi. Kedelapan, tindakan yang diperlukan dalam hal terjadi sengketa atau perselisihan antara pelaksana investasi dengan penerima investasi.
Kesembilan, tindakan yang diperlukan dalam hal terjadi penyimpangan penggunaan dana dan/atau kegagalan penerima investasi dalam pemenuhan kewajibannya, termasuk kewajiban memenuhi indikator kinerja utama berdasarkan rencana pemantauan.
Kesepuluh, pelaksanaan penyelesaian investasi pemerintah, termasuk penyelesaian yang ditentukan oleh menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kesebelas, pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan investasi pemerintah. Terakhir, penyelesaian sengketa atau perselisihan dan pengakhiran perjanjian pelaksanaan investasi.
Nilai yang nantinya diperoleh PT GIAA sebesar Rp8,5 triliun, KRAS mencapai Rp3 triliun, PTPN sebesar Rp4 triliun, KAI Rp3,5 triliun, sementara Perum Perumnas Rp700 miliar. ( Baca juga:Kang Emil Sakti Euy, Tarif Tol Jalur Jakarta-Bandung Tak Jadi Naik )
Bantuan dana bagi kelima perseroan pelat merah tersebut dijelaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118/PMK/06/2020 tentang Investasi Pemerintah dalam Rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Skema bantuannya diberikan dalam bentuk investasi langsung atau penerbitan surat utang negara (SUN) .
"Investasi pemerintah dalam rangka program PEN yang selanjutnya disebut investasi pemerintah PEN adalah penempatan sejumlah dana dan atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan atau manfaat lainnya," demikian bunyi Pasal 1 dalam beleid tersebut, dikutip Senin (6/7/2020).
Terkait dengan nilai pemanfaatan yang tercantum dalam Pasal 1 PMK maka, pemerintah menilai kelima perusahaan negara itu memiliki manfaat sebagai berikut. Pertama, pengaruh atau dampak terhadap hajat hidup masyarakat. Kedua, eksposur terhadap sistem keuangan.
Ketiga, peran calon penerima investasi. Keempat, kepemilikan pemerintah dalam BUMN calon penerima investasi. Kelima, total aset yang dimiliki BUMN.
Berdasarkan PMK tadi, dalam mengalokasikan dana investasi pemerintah, direktur jenderal terkait mengatasnamakan menteri, melakukan penandatanganan perjanjian pelaksanaan investasi dengan direksi, baik direktur eksekutif ataupun direktur pelaksana dari lima BUMN.
Perjanjian pelaksanaan sebagaimana dimaksudkan, paling sedikit memuat 12 faktor. Pertama, mengenai hak dan kewajiban pemerintah sebagai beneficiary dan pelaksana investasi sebagai pelaksana investasi pemerintah. Kedua, bentuk, nilai, dan skema investasi pemerintah.
Ketiga, mekanisme pencairan dan pengelolaan dana untuk pelaksanaan investasi pemerintah. Keempat, persyaratan yang harus dipenuhi oleh penerima investasi.
"Kelima, pembebanan biaya terkait pendampingan dan pelaksanaan investasi pemerintah. Keenam, dana investasi pemerintah yang dikelola oleh pelaksana investasi tidak termasuk dalam harta pailit dan wajib dikembalikan kepada pemerintah," tulis Pasal 20 dalam bagian perjanjian pelaksana investasi. ( Baca juga:Jelang Penutupan, KPU: Ada 418 Bapaslon yang Mendaftar di Pilkada 2020 )
Ketujuh, pencatatan dana investasi pemerintah dilakukan secara terpisah dari kekayaan pelaksana investasi. Kedelapan, tindakan yang diperlukan dalam hal terjadi sengketa atau perselisihan antara pelaksana investasi dengan penerima investasi.
Kesembilan, tindakan yang diperlukan dalam hal terjadi penyimpangan penggunaan dana dan/atau kegagalan penerima investasi dalam pemenuhan kewajibannya, termasuk kewajiban memenuhi indikator kinerja utama berdasarkan rencana pemantauan.
Kesepuluh, pelaksanaan penyelesaian investasi pemerintah, termasuk penyelesaian yang ditentukan oleh menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kesebelas, pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan investasi pemerintah. Terakhir, penyelesaian sengketa atau perselisihan dan pengakhiran perjanjian pelaksanaan investasi.
(uka)