BLT Dilanjutkan, Mampukah Dorong Ekonomi?

Selasa, 08 September 2020 - 11:15 WIB
loading...
BLT Dilanjutkan, Mampukah...
Foto: dok/SINDOnews/Yuswantoro
A A A
JAKARTA - Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dipastikan kembali dilanjutkan pada 2021. Padahal, program yang menelan angka puluhan triliun ini dinilai belum mampu mendorong daya beli masyarakat.

Satu di antara program yang diteruskan tahun depan adalah subsidi gaji atau Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada karyawan swasta di bawah gaji Rp5 juta. Stimulus itu sebelumnya ditetapkan bakal berakhir pada Desember 2020. (Baca: PSG Ingin Jadikan Lionel Messi Trisula Mematikan)

Seperti diketahui, besaran subsidi gaji adalah Rp600.000 per bulan. Bantuan ini akan diberikan untuk empat bulan. Pencarian subsidi gaji itu dilakukan dalam dua tahap. Tahun ini sebanyak 15,7 juta pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan akan mendapatkan subsidi gaji tersebut. Program ini menelan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional hingga Rp37,8 triliun.

Kabar dilanjutkannya kembali program Pemulihan Ekonomi Nasional pada kuartal I/2021 disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Kantor Presiden kemarin. “Bantuan untuk subsidi gaji. Itu juga akan dilanjutkan di kuartal pertama tahun depan (2021),” Airlangga dalam keterangan rilisnya di Jakarta kemarin.

Meski demikian, detail penyaluran subsidi gaji bagi karyawan ini masih belum diungkapkan. Jadi, belum diketahui apakah mekanismenya seperti saat ini atau akan berbeda.

Selain subsidi gaji, ada program-program lain yang akan dilanjutkan lagi tahun depan. Di antaranya Program Keluarga Harapan (PKH), program sembako, bantuan tunai non-Jabodetabek, diskon listrik, BLT Desa, investasi koperasi, dan bantuan bagi usaha mikro.

“Khusus untuk di tahun depan ini akan dilanjutkan program prioritas ataupun program yang kita sebut sebagai unggulan,” ujarnya. (Baca juga: India Kalahkan Brasil Dalam Jumlah Infeksi Virus Corona)

Airlangga pun berharap program-program yang dilanjutkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Pasalnya, daya beli akan mengerek konsumsi dan pada akhirnya turut berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional.

“Dengan demikian, program-program ini diharapkan untuk masih menjaga daya beli masyarakat di dalam situasi pandemi,” pungkasnya.

Namun, hal tersebut disangsikan sejumlah pihak. Pasalnya, stimulus hanya diberikan kepada pekerja formal yang terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyebut sektor pekerja informal di Indonesia yang tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan itu jumlahnya masih lebih banyak ketimbang yang tercatat. Sehingga, bantuan itu dapat dipastikan tak menyasar ke seluruh lapisan pekerja. (Baca juga: Bisnis Esek-Esek terancam Tinggal Cerita Gara-Gara Teledildonik)

“Target penerima bantuan adalah pekerja formal yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Sementara pegawai informal yang porsinya 57% belum tersentuh BPJS, bahkan sebelum pandemi,” kata Bhima saat dihubungi kemarin.

Menurut dia, bantuan tersebut lebih tepat diberikan kepada para pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). “Kemudian untuk korban PHK harusnya juga diprioritaskan karena daya belinya paling terdampak,” ujarnya.

Dia menilai, bila pemberian stimulus itu salah sasaran, maka uang yang ditransfer ke penerima BLT pun tak akan digunakan untuk berbelanja. Mereka akan memilih uang itu untuk disimpan di bank karena melihat kondisi perekonomian yang masih belum stabil.

“Kalau salah sasaran, maka stimulusnya lebih banyak disimpan di bank, tidak langsung dibelanjakan oleh penerima,” jelasnya.

Terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai rencana itu hanya janji surga sebab kini Indonesia sedang tertimpa krisis ekonomi akibat Covid-19. Dengan begitu, pernyataan itu layaknya janji surga untuk meredam para buruh yang kini banyak gajinya dipotong oleh perusahaan tempat mereka bekerja.

“Enggak mungkin turunnya konsumsi ditutup dari APBN semuanya. Hal yang mustahil. Jadi ini lebih janji surga saja untuk meredam buruh,” kata Said Iqbal saat dihubungi terpisah. (Baca juga: Ternyata Tidur Bisa Cegah Alzheimer)

Menurut dia, kini yang terpenting dan harus diperhatikan pemerintah adalah serius menangani pandemi Covid-19, mengonsep pencegahan PHK massal, dan menaikkan upah buruh pada 2021. “Yang dibutuhkan adalah cegah peningkatan korona, roadmap pencegahan PHK, dan naikan upah minimum 2021 sebesar 8% untuk tetap menjaga daya beli buruh,” ucapnya.

DKI Terbanyak Terima BLT

Lima provinsi menduduki peringkat teratas dari 34 provinsi di Indonesia dalam perolehan bantuan langsung tunai (BLT) atau subsidi gaji/upah kepada pekerja bergaji di bawah Rp5 juta. Data tersebut diketahui dari hasil peluncuran bantuan subsidi gaji/upah tahap I sebanyak 2,5 juta pekerja dan 3 juta pekerja penerima bantuan subsidi gaji/upah di tahap II.

Provinsi DKI Jakarta menempati peringkat teratas dengan pekerja paling banyak menerima bantuan subsidi gaji/upah yakni 1.071.414 pekerja atau sekitar 19,48%. Urutan kedua hingga kelima ditempati oleh Jawa Barat (1.029.830 pekerja/18,72%), Jawa Tengah (702.531 pekerja/12,77%), Jawa Timur (560.670 pekerja/10,19%), dan Banten (455.193 pekerja/8,28%). (Lihat videonya: Inilah kriteria Wanita Muslimah yang Dirindukan Surga)

“Subsidi upah ini diharapkan mampu menjaga serta meningkatkan daya beli pekerja, dan mendongkrak belanja konsumsi, sehingga menimbulkan multiplier effect pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” kata Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah dalam siaran persnya di Jakarta kemarin.

Ida mengatakan, melalui subsidi gaji/upah, pemerintah ingin melindungi, meningkatkan, dan mempertahankan ekonomi pekerja dari dampak pandemi Covid-19. (Dita Angga Rusiana/Fadel Prayoga/Ichsan Amin)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1577 seconds (0.1#10.140)