UMKM Kembangkan Produk Lokal hingga Internasional

Sabtu, 12 September 2020 - 12:02 WIB
loading...
UMKM Kembangkan Produk Lokal hingga Internasional
Wayang lidi hasil kreasi Rofitasari Rahayu (22) penyandang disabilitas tunarungu dan tunawicara sudah menembus pasar internasional. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Keterbatasan fisik dan pendidikan dianggap sebagian besar orang sebagai penghalang untuk mencapai kesuksesan. Namun, anggapan kuno tersebut tampaknya bisa dipatahkan oleh para perempuan penggiat wirausaha usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang bisa membawa kearifan lokal bernilai internasional.

Salah satunya, Rofitasari Rahayu (22) penyandang disabilitas tunarungu dan tunawicara yang juga tidak lulus sekolah dasar. Namun, keterbatasan itu tidak menyurutkan semangatnya untuk berkarya dan berwirausaha.

"Dek Rofita ini tidak bisa mendengar dan tidak bisa berbicara. Bahasa isyarat pun tidak bisa karena waktu itu kelas 3 SD sudah putus sekolah karena gempa tahun 2006 di Yogyakarta. Lalu dia memutuskan pulang ke Gunung Kidul," ujar Eri, pendamping Rofitasari. (Baca: Mahfud MD Kembali tegaskan Pemerintah Tak Akan Menunda Pilkada 2020)

Dengan bakat terpendam yang dimilikinya, yaitu di bidang seni kerajinan tangan, dia pelan-pelan memproduksi karya seninya sendiri. Dia juga mulai memasarkannya ke publik.

"Untuk penjualannya, kalau kemarin-kemarin hanya melalui workshop dan belum ke online. Dengan ikut pelatihan, sekarang sudah bisa memasarkan lewat online. Bahkan, sudah merambah pemasarannya melalui e-commerce," tambahnya.

Produk yang dipasarkan Rofitasari terbilang unik. Dia memasarkan dua macam karya kerajinan tangan, yakni karya lukis dan wayang sodo atau wayang lidi. Wayang sodo atau lidi merupakan ikon budaya khas Gunung Kidul, Yogyakarta. Berkat keahlian yang dimiliki Rofitasari, kini kerajinan tangan tersebut telah dikenal hingga mancanegara seperti Amerika, Malaysia, dan Singapura.

UMKM Kembangkan Produk Lokal hingga Internasional


Ada yang istimewa dari karya lukis yang dipasarkan Rofitasari. Salah satunya gambar Presiden Pertama RI Soekarno yang dibanderol dengan harga Rp5 juta dan lukisan ikan koi seharga Rp750.000. Untuk menyelesaikan satu karya lukisnya, Rofitasari membutuhkan waktu 1 sampai 2 hari, tergantung dari kesulitan lukisan dan besarnya kanvas.

"Untuk lukisan, waktu itu ada yang pesan dan dikirim keluar negeri. Jadi, kalau lukisan memang tidak punya pakem khusus, kalau memang ada permintaan dari customer akan kita buatkan," tambah Eri.

Sementara itu, untuk produk wayang lidinya dibanderol dari harga Rp50.000 sampai Rp10 juta. Wayang lidi yang dihargai Rp50.000 dijual per satuan, sedangkan yang dibanderol Rp10 juta berbentuk kolase wayang sodo di kanvas dan diberi tema “The Exodus of Brayut Families”. (Baca juga: WHO Peringatkan Dunia Lebih Siap untuk Pandemi Berikutnya)

Dalam satu hari Rofitasari mampu membuat 4 sampai 5 wayang. Dalam waktu 3 bulan terakhir ini karyanya sudah mulai mendapatkan pesanan. "Sudah banyak pesanan dari toko suvenir, baik dari Kabupaten Bantul maupun luar negeri. Selain itu, pemesanan ada yang datang langsung ke rumah. Jumlahnya dalam sebulan tidak tentu, tetapi setelah ikut memasarkan melalui online, penjualannya naik hingga 75%," kata Eri.

Meski sudah mendapatkan banyak pemesanan, Rofitasari masih terkendala dalam hal pengemasan. Karena bahan material wayang yang mudah rusak sehingga selalu mencari cara agar karyanya bisa sampai ke konsumen dengan baik. Berkat usahanya tersebut, wanita yang akrab disapa Ayu ini telah banyak membantu warga di sekitarnya.

"Untuk saat ini ada 35 perajin yang membantu dan semua warga satu desa. Jadi dengan kreativitas, Rofitasari bisa membuka lapangan pekerjaan untuk warga sekitar," sebut Eri.

UMKM Kembangkan Produk Lokal hingga Internasional


Tidak hanya Rofitasari yang berhasil mengangkat kebudayaan lokal agar bisa bersaing hingga pasar internasional, Suyatmi, pemilik Auliya Lurik, dengan tekun mengembangkan usaha lurik rumahan miliknya sejak 2008. Berkat kegigihannya, dia berhasil membawa lurik bersaing di pasar internasional, sekaligus memberikan lapangan kerja kepada masyarakat sekitarnya.

Tenun lurik Suyatmi memiliki beberapa motif, seperti motif telupat yang sangat sederhana dengan garis vertikal berjumlah tujuh garis dalam setiap kelompoknya. Untuk motif ini dihadirkan dengan warna alam yang cenderung natural. Kemudian motif udan liris yang melambangkan kesuburan yang lebih sering digunakan pemimpin atau pengusaha pada zaman dahulu. (Baca juga: Bela Yunani, Uni Eropa Siap Keroyok Turki dengan Sanksi)

Adapun harga tenun lurik yang dijual disesuaikan dari kualitas benang, bukan dari motif yang dihasilkan. Rata-rata Auliya Lurik menjual hasil produksinya kepada konsumen langsung maupun penjual lurik baik melalui offline maupun online dengan harga Rp100.000 hingga Rp150.000 per meter persegi.

"Awalnya tidak percaya diri untuk memulai usaha ini, tetapi setelah mengikuti pelatihan dan mendapat pendampingan, baru berani memulai usaha, baik online ataupun lewat pameran. Harapannya agar semakin meningkatkan penjualan sehingga dapat menjadi produk unggulan dan kebanggaan Desa Karangasem, Klaten, Jawa Tengah, sekaligus turut melestarikan tenun lurik Indonesia," kata Suyatmi.

Dia menambahkan, dengan ikut pendampingan usaha yang awalnya sama sekali tidak dapat menghasilkan omzet, kini dengan semakin bertambahnya ilmu pemasaran, perlahan usahanya mulai stabil, bahkan mengalami peningkatan sebesar 10%. (Baca juga: Virus Corona Intai Pembalap Tour de France 2020)

Pemberdayaan masyarakat melalui usaha mikro kecil menengah (UMKM) sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia yang berkelanjutan dan juga turut memperkenalkan kerajinan khas Indonesia yang juga memiliki daya jual tinggi.

Deputy Director Asosiasi Perempuan Pengusaha Usaha Kecil (ASPPUK) Mohammad Firdaus menjelaskan, setiap individu baik perempuan normal maupun difabel punya kesempatan yang sama dalam memulai dan mengembangkan usaha.

"Kita selalu memberikan pelatihan kepada para wirausaha baru yang ingin memulai mengembangkan bisnisnya dan membuka jalan para penggiat UMKM untuk selalu bertahan. Dengan begitu, produk lokal kita bisa mendapat tempat tersendiri di Tanah Air maupun di berbagai negara," katanya.

Program pemberdayaan UMKM sudah berjalan sejak Desember 2019, pada tahap awal dilakukan assessment dan pengorganisasian para perempuan pengusaha mikro. Pada Februari 2020 tahap kedua dimulai dengan pelatihan bagi para mentor. Setelah itu baru masuk dalam pelatihan terhadap 2.140 perempuan dan difabel.

"Sampai saat ini sudah ada 750 perempuan pengusaha mikro serta 75 pengusaha difabel. Mari kita dukung para perempuan wirausaha tangguh dan kreatif ini dengan membeli produk mereka sebagai bagian bukti bahwa kita bangga buatan Indonesia," tutur Firdaus. (Lihat videonya: Razia Masker, Banyak Pengendara Motor Nekat Kabur)

Selain kerajinan wayang dan lurik, sejumlah produk UMKM nasional juga sudah banyak menembus pasar global. Seperti Scmiley Mo, dan Ghendis Bag. Schmiley Mo? merupakan brand fashion yang sudah berhasil di pamerkan di Pure London, Olympia, sebuah fashion ternama dunia. Adapun Ghendis Bag, produk berupa tas berbahan eceng gondok berhasil menembus pasar Jepang dan Amerika Serikat. (Aprilia S Andyna)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1394 seconds (0.1#10.140)