BI Disebut Lambat Saat Kebutuhan Uang untuk Penanganan Covid-19 Makin Besar

Sabtu, 12 September 2020 - 21:16 WIB
loading...
BI Disebut Lambat Saat Kebutuhan Uang untuk Penanganan Covid-19 Makin Besar
Persoalan kita kan ada disitu. Support dari Bank Sentral saja lama benar. Baru ada kesepakatan Burden Sharing sudah di bulan Juli-Agustus (2020). Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Penanganan Pandemi Covid-19 yang belum selesai disinyalir juga disebabkan lemahnya sumber pembiayaan dari pemerintah. Hal itu dinilai oleh Direktur Center of Reform on Ekonomic (Core) Indonesia, Piter Abdullah.

(Baca Juga: Mau Tak Mau Pemerintah Harus Berhutang, Menerbitkan Global Bond Disebut Wajar )

Dia menyebut, pandemi Covid-19 selama 6 bulan berjala ini belum memperlihatkan tanda-tanda penyelesaian. Bahkan, masih terus menanjak tinggi angka kasus positifnya.

"Sekarang itu yang dipermasalahkan, yang menjadi hambatan di pemerintah adalah uang. Walupun seharusnya tidak menjadi masalah," ujar Piter dalam Webinar, Sabtu (12/9/2020).

Meski begitu, Piter menilai persoalan kebutuhan uang untuk penanganan Covid-19 bisa diatasi pemerintah melalui skema utang. Sebabnya, hampir semua negara sekarang ini berutang untuk menyelesaikan Pandemik Global yang berasal dari Wuhan, China tersebut.

"Itu disemua negara semuanya sama. Cuma masalahnya kita mau atau tidak. Apa bedanya kita dengan Jepang, Inggris, Amerika? Sama. Yaitu ketika kejadian seperti ini ada kesepaktan bahwa kondisi ini adalah kondisi krisis dan semua pemangku kebijakan mengambil langkah yang extraordinary yang di antaranya itu mengenai pembiayaan," kata dia.

Piter mengaku melihat pemerintah siap berhutang, baik melalui skema pinjaman asing maupun skema pinjaman di dalam negeri. Namun sayangnya, hal itu tidak diimbangi dengan dukungan dari Bank Indonesia (BI).

Dia menjelaskan, semua negara di dunia saat ini memenuhi pembiayaan dalam mengatasi dampak pandemi Covid-19 dengan mengeluarkan utang baru. Namun, langkah itu harus dibarengi dengan koordinasi dan sinergi yang baik di antara pemerintah.

(Baca Juga: Covid-19 Bikin Belanja Pemerintah Membengkak, Tapi Pajak Loyo )

"Persoalan kita kan ada disitu. Support dari Bank Sentral saja lama benar. Baru ada kesepakatan Burden Sharing sudah di bulan Juli-Agustus (2020). Dan itu setelah beberapa bulan, ini menyebabkan pemerintah untuk membiayai ini semua perlu uang yang sangat besar, untuk membantu masyarakat, membantu dunia usaha, mebantu kesehatan itu semuanya perlu uang," katanya.

Berbeda halnya dengan Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, yang meski bertentang dengan rezim Donald Trump, pada saat krisis Pandemik menghantam Negeri Paman Sam menyampaikan sikap yang sama dengan pemerintah federal

Sejak awal tahu lanjut dia, The Fed sudah memberikan statement bahwasanya mereka akan melakukan pembiayaan fiskal, Quantity Fishing tanpa batas. Padahal, kata Piter, secara politik The Fed dengan pemerintahan Trumph sangat bertentangan.

Tapi begitu, saat mereka dihadapkan dalam krisis yang sama, The Fed memberikan statement yang sangat support terhadap pemerintah. Piter mengaku kecewa dengan Bank Indonesia yang terkesan lambat menunjukan sense of crisisnya utuk membantu penanganan Covid-19. Sehingga pemerintah juga terlihat sulit mengeluarkan dana untuk impelementasi kebijakan yang telah dikeluarkan.

"Anggarannya (penanganan Covid-19) sudah ditetapkan. Tetapi untuk mebiayai anggaran yang sudah ditetapkan itu seharusnya tidak hanya dari sisi berutang, baik ke luar negeri maupun di dalam negeri. Tapi utamanya support dari bank sentralnya. Makanya persoalan uang itu menjadi muncul," ujar Piter.

"Dan itulah yang ingin disampaikan Pak Jokowi yang (videonya) menjadi viral, yang kemarahannya (menunjukan) harus ada sense of crisis yang sama," lanjut dia.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1069 seconds (0.1#10.140)