China Belum Bisa Diandalkan, Nasib Ekspor Sawit Masih Merana
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nasib ekspor produk kelapa sawit masih merana diserang wabah virus corona. Negara China sebagai tujuan ekspor belum bisa diandalkan karena ekonominya belum pulih secara optimal.
"Ekspor ke China 2020 turun menjadi 2,6 juta ton atau hanya sekitar 61% dari tahun lalu yang sebesar 4,2 juta ton (year on year/yoy)," Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono, di Jakarta, Minggu (20/9/2020).
Meskipun volume ekspor bulan Juli mengalami kenaikan, secara year on year (yoy) sampai dengan Juli, ekspor mengalami penurunan. Total ekspor produk minyak sawit sampai dengan Juli 2020 sebesar 18,6 juta ton atau 1,2 juta ton lebih rendah dari tahun lalu.
Dibandingkan dengan bulan Juni 2020, konsumsi dalam negeri bulan Juli mengalami kenaikan 97.000 ton menjadi 1,4 juta ton. Kenaikan terbesar pada konsumsi biodiesel sebesar 87.000 ton menjadi 638.000 ton pada bulan Juli. Produksi CPO bulan Juli yang mencapai 3,8 juta ton atau 6,2% lebih rendah dari bulan lalu dan secara yoy 8,2% lebih rendah dari tahun lalu.
"Rendahnya produksi tahun 2020 diperkirakan akibat pemberian pupuk yang kurang untuk mengurangi biaya ketika harga rendah tahun lalu. Dengan produksi demikian, stok akhir Juli 2020 adalah sebesar 3,6 juta ton atau atau 253% dari konsumsi bulan Juli," jelasnya.
Gapki mencatat nilai ekspor produk minyak sawit bulan Juli 2020 mencapai USD1,868 miliar atau sekitar 13,6% dari nilai ekspor nasional (USD13,3 miliar). Nilai ekspor produk sawit tersebut naik USD244 juta dibandingkan dengan nilai ekspor bulan Juni. Meningkatnya nilai ekspor didukung oleh kenaikan harga CPO dari rata-rata USD602 cif rotterdam pada Juni menjadi sekitar USD659 pada bulan Juli.Disamping itu, volume ekspor produk minyak sawit juga meningkat menjadi 362.000 dari 2,8 juta ton menjadi 3,13 juta ton pada bulan Juli. "Kenaikan volume ekspor terutama karena meningkatnya ekspor produk olahan CPO dan laurik," ujarnya.
Mukti mengatakan ekspor produk olahan CPO mengalami kenaikan sebesar 352.000 ton, dari 1,6 juta ton menjadi 1,9 juta ton. Sedangkan laurik (PKO dan olahan PKO) naik 32.000 ton. Sementara, ekspor oleokimia relatif tetap, sedangkan ekspor biodiesel dan CPO mengalami penurunan masing-masing sekitar 3.000 ton dan 19.000 ton.
Konsumsi oleokimia meningkat 6.000 ton menjadi 148.000 ton dan untuk produk pangan naik 4.000 ton menjadi 642.000 ton. Sampai dengan Juli 2020, total konsumsi domestik sebesar 10 juta ton atau 3% lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. "Kenaikan terbesar pada oleokimia 45% dan biodiesel 27%, sedangkan untuk produk pangan 15% lebih rendah," kata dia.
"Ekspor ke China 2020 turun menjadi 2,6 juta ton atau hanya sekitar 61% dari tahun lalu yang sebesar 4,2 juta ton (year on year/yoy)," Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono, di Jakarta, Minggu (20/9/2020).
Meskipun volume ekspor bulan Juli mengalami kenaikan, secara year on year (yoy) sampai dengan Juli, ekspor mengalami penurunan. Total ekspor produk minyak sawit sampai dengan Juli 2020 sebesar 18,6 juta ton atau 1,2 juta ton lebih rendah dari tahun lalu.
Dibandingkan dengan bulan Juni 2020, konsumsi dalam negeri bulan Juli mengalami kenaikan 97.000 ton menjadi 1,4 juta ton. Kenaikan terbesar pada konsumsi biodiesel sebesar 87.000 ton menjadi 638.000 ton pada bulan Juli. Produksi CPO bulan Juli yang mencapai 3,8 juta ton atau 6,2% lebih rendah dari bulan lalu dan secara yoy 8,2% lebih rendah dari tahun lalu.
"Rendahnya produksi tahun 2020 diperkirakan akibat pemberian pupuk yang kurang untuk mengurangi biaya ketika harga rendah tahun lalu. Dengan produksi demikian, stok akhir Juli 2020 adalah sebesar 3,6 juta ton atau atau 253% dari konsumsi bulan Juli," jelasnya.
Gapki mencatat nilai ekspor produk minyak sawit bulan Juli 2020 mencapai USD1,868 miliar atau sekitar 13,6% dari nilai ekspor nasional (USD13,3 miliar). Nilai ekspor produk sawit tersebut naik USD244 juta dibandingkan dengan nilai ekspor bulan Juni. Meningkatnya nilai ekspor didukung oleh kenaikan harga CPO dari rata-rata USD602 cif rotterdam pada Juni menjadi sekitar USD659 pada bulan Juli.Disamping itu, volume ekspor produk minyak sawit juga meningkat menjadi 362.000 dari 2,8 juta ton menjadi 3,13 juta ton pada bulan Juli. "Kenaikan volume ekspor terutama karena meningkatnya ekspor produk olahan CPO dan laurik," ujarnya.
Mukti mengatakan ekspor produk olahan CPO mengalami kenaikan sebesar 352.000 ton, dari 1,6 juta ton menjadi 1,9 juta ton. Sedangkan laurik (PKO dan olahan PKO) naik 32.000 ton. Sementara, ekspor oleokimia relatif tetap, sedangkan ekspor biodiesel dan CPO mengalami penurunan masing-masing sekitar 3.000 ton dan 19.000 ton.
Konsumsi oleokimia meningkat 6.000 ton menjadi 148.000 ton dan untuk produk pangan naik 4.000 ton menjadi 642.000 ton. Sampai dengan Juli 2020, total konsumsi domestik sebesar 10 juta ton atau 3% lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. "Kenaikan terbesar pada oleokimia 45% dan biodiesel 27%, sedangkan untuk produk pangan 15% lebih rendah," kata dia.
(nng)