Orang Miskin Baru Bermunculan, Pilihan Sulit Kawasan Asia Timur dan Pasifik

Selasa, 29 September 2020 - 10:44 WIB
loading...
Orang Miskin Baru Bermunculan,...
Pandemi COVID-19 mengakibatkan munculnya masyarakat miskin baru. Bank Dunia mengingatkan Kawasan Asia Timur dan Pasifik dihadapkan pilihan sulit. Foto/SINDO Photo
A A A
JAKARTA - Pandemi COVID-19 tidak hanya menyebabkan pukulan terparah bagi masyarakat miskin, tapi juga mengakibatkan munculnya masyarakat miskin baru. Kawasan Asia Timur dan Pasifik dihadapkan kepada serangkaian tantangan yang belum pernah dihadapi sebelumnya, dan pemerintah menghadapi piihan yang sulit.

(Baca Juga: Covid Bikin Penyaluran Utang Bank Dunia Cetak Rekor dalam Satu Dekade )

Akan tetapi, ada beberapa pilihan kebijakan yang cerdas yang dapat menekan parahnya dampak tersebut seperti misalnya dengan berinvestasi pada kapasitas pengujian dan penelusuran serta memperluas cakupan perlindungan sosial yang meliputi masyarakat miskin dan sektor informal.

Wakil Presiden Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik Victoria Kwakwa mengatakan, jika tidak diambil tindakan di berbagai bidang, maka pandemi ini dapat mengurangi pertumbuhan regional selama satu dekade yang akan datang sebesar 1 poin presentase per tahun.

Dampak terbesarnya akan dirasakan oleh keluarga miskin, karena mereka memiliki lebih sedikit akses kepada fasilitas layanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan keuangan.

"Penutupan sekolah akibat COVID-19 dapat menyebabkan hilangnya waktu untuk penyesuaian belajar setara 0,7 tahun bersekolah, di negara-negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik," katanya saat video virtual di Jakarta, Selasa (29/9/2020).

Sebagai akibatnya, rata-rata seorang siswa di kawasan ini mungkin menghadapi penurunan nilai penghasilan sebesar 4% dari yang diharapkan, setiap tahunnya, kelak pada usia produktif mereka.

(Baca Juga: Waduh! Perempuan Miskin di Indonesia Paling Banyak, Ini Kata Bappenas Loh )

Kondisi hutang negara dan swasta, seiring dengan menurunnya tingkat neraca perbankan dan meningkatnya ketidakpastian, menimbulkan risiko kepada investasi yang dilakukan oleh pihak negara maupun swasta. Ditambah juga kepada stabilitas perekonomian di mana kawasan ini justru membutuhkan keduanya.

Adapun defisit fiskal yang besar di kawasan Asia Timur dan Pasifik diproyeksikan menyebabkan meningkatnya hutang pemerintah pada angka rata-rata 7% dari PDB pada tahun 2020. "Laporan ini menganjurkan dilakukannya reformasi fiskal untuk menggerakkan pendapatan melalui pemungutan pajak secara lebih progresif dan pengurangan pemborosan," beber dia.

Di beberapa negara, tumpukan hutang yang belum dibayar mungkin sudah tidak dapat dipertahankan dan membutuhkan dukungan eksternal yang lebih besar.

Pada saat yang sama, krisis ini mempercepat berlangsungnya kecenderungan yang telah ada di sektor perdagangan, termasuk regionalisasi di kawasan Asia Timur dan Pasifik, relokasi beberapa rantai nilai global (global value chains) dari China, dan pertumbuhan yang lebih cepat pada layanan yang diterapkan secara digital, akan tetapi juga meningkatkan tekanan untuk kembali kepada diambilnya tindakan-tindakan perlindungan.

“Banyak negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik telah berhasil mencegah meluasnya penyebaran penyakit ini dan memberikan bantuan, akan tetapi mereka akan harus berjuang untuk pulih dan mencapai pertumbuhan,” tambah Aaditya Mattoo, Kepala Ekonom Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik.

Prioritas saat ini seharusnya mencakup bersekolah dengan aman untuk menjaga modal manusia; memperluas basis pajak yang sempit untuk menghindari pemotongan investasi publik; dan mereformasi sektor-sektor layanan yang dilindungi untuk mendapatkan manfaat dari berbagai peluang digital yang muncul.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2918 seconds (0.1#10.140)