Sempat Bangkit, Industri Manufaktur Nyungsep Lagi

Jum'at, 02 Oktober 2020 - 10:01 WIB
loading...
Sempat Bangkit, Industri...
Kegiatan industri manufaktur mengalami penurunan. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Kegiatan industri manufaktur RI pada Agustus 2020 mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Berdasarkan data Manufacturing Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia pada Agustus 2020 turun menjadi 47,2 walaupun sempat bangkit di bulan September, yakni sebesar 50,8.

Penurunan tersebut pertama kali sejak bulan April dan menunjukkan aktivitas manufaktur yang melemah di tengah penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) karena masih tereskalasinya pandemi Covid-19 .

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu turut merespons turunnya aktivitas manufaktur. Pihaknya mengatakan untuk merespons anjloknya sektor manufaktur perlu diperkuat dalam penanganan Covid-19. Disamping itu, perlu melengkapi berbagai langkah perlindungan masyarakat miskin dan rentan terdampak melalui berbagai program perlindungan sosial. "Dukungan terhadap dunia usaha juga diperlukan agar dapat bertahan selama pandemi," ujar dia di Jakarta, Jumat (2/10/2020).



Berdasarkan laporan IHS Markit, secara rata-rata PMI pada kuartal III 2020 sebesar 48,3 menggambarkan kondisi industri manufaktur mulai meningkat dibandingkan PMI kuartal II 2020 sebesar 31,73. Adapun threshold netral PMI adalah diangka 50 menunjukkan adanya pertumbuhan positif secara bulanan.

Secara lebih rinci, PMI September 2020 menunjukkan adanya aktivitas penjualan dan produksi yang dipengaruhi oleh PSBB di Jakarta pada pertengahan September. Lebih lanjut, penurunan terjadi di sisi permintaan baru meskipun penurunannya lebih lambat dibandingkan kontraksi yang dalampada Maret dan Juni saat puncak pandemi.

Penurunan penjualan berkontribusi pada kenaikan kapasitas berlebih (spare capacity) yang tercermin juga pada penurunan pekerjaan yang harus diselesaikan (backlogs ofworks) yang menghambat perekrutan tenaga kerja lebih lanjut. Perusahaan juga mengurangi aktivitas pembelian dan stok guna melakukan efisiensi. Dia mengatakan tekanan biaya input didorong oleh depresiasi nilai tukar dan diikuti oleh rendahnya harga penjualan. Tercatat, sejumlah perusahaan memberikan diskon untuk merangsang penjualan.



Di sisi lain, PSBB juga menghambat kemampuan penyedia bahan baku (supplier) untuk memasok input secara tepat waktu. Data PMI menjelaskan harapan mengenai output tahun 2021 sangat tinggi, tetapi optimisme tersebut akan sangatbergantung pada pengendalian pandemi.PMI sebagai indikator yang memprediksi ekonomi ke depan (leading indicators) sejalan dengan tren indikator mobilitas yang telah mengalami perbaikan walaupun denganakselerasi yang melambat, mengingat masih terdapat eskalasi penularan Covid-19.
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1916 seconds (0.1#10.140)