Biar Lebih Produktif, Masyarakat Perhutanan Sosial Perlu Bentuk Koperasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengalokasikan 12,7 juta hektare lahan perhutanan sosial bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Dari jumlah tersebut, hingga saat ini sekitar 4 juta hektare lahan sudah terdistribusi ke masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan petani pengelola perhutanan sosial tersebut, diperlukan koperasi sebagai wadah untuk mengelola unit usaha dalam skala bisnis sehingga menjadi pusat pertumbuhan ekonomi rakyat.
"Kami sudah bicara ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Perhutani, agar penerima perhutanan sosial ini betul-betul bisa mengelola lahannya lebih produktif. Karena itu kita harus sudah mulai memikirkan bagaimana petani membentuk koperasi dalam skala bisnis," kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki melalui siaran pers, Sabtu (3/10/2020).
(Baca Juga: DPR RI-Perhutani Dorong Perhutanan Sosial untuk Wujudkan Ketahanan Pangan)
Hal itu diungkapkannya dalam dialog dengan Masyarakat Perhutanan Sosial di Universitas 17 Agustus, Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (2/10) lalu. Teten mengatakan, banyak eksportir yang datang ke pemerintah untuk mencari berbagai komoditas. Hal ini menurutnya menjadi peluang positif bagi petani di perhutanan sosial. Namun, tentu petani harus bergabung dengan koperasi agar memiliki badan hukum sehingga mudah dalam mencari mitra bisnis dan mengakses pembiayaan.
Teten juga menambahkan, selama ini pengelolaan kawasan hutan hanya diberikan kepada perusahaan skala besar dalam bentuk Hak Guna Usaha (HGU). Pemberian lahan perhutanan sosial kepada masyarakat ini merupakan program Presiden Jokowi agar taraf hidup masyarakat di sekitar kawasan hutan meningkat dan lebih sejahtera.
"Program ini dirancang untuk memberi rasa aman dalam mengelola lahan negara. Setiap kepala keluarga mendapatkan 2 hektare lahan dengan durasi selama 35 tahun. Walaupun memang (di lapangan) belum jalan sempurna, tapi percepatan harus terus dilakukan," tutur Teten.
Lebih lanjut, Teten mencontohkan bagaimana koperasi modern bisa berkembang dan maju layaknya korporasi. Pertama, memang tergantung pada kekuatan modal. Hal ini bisa dibantu pemerintah melalui pembiayaan dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB).
(Baca Juga: Skenario Pemerintah Mendukung Pemulihan UMKM dan Koperasi dari Hulu ke Hilir) Selanjutnya, koperasi harus memiliki kemitraan dengan perusahaan besar baik swasta maupun BUMN sebagai offtaker, sehingga hasil produksi petani dapat terserap dan memacu produktivitas. Koperasi juga harus mempu mengolah, mengemas dan memasarkan.
"Harus kita bangun rantai sistem tadi. Awal-awal koperasi memang harus bekerja sama dengan mitra, kemudian jika sudah besar, koperasinya yang membeli produk dan kemudian menjual dan ekspor. Koperasi juga harus diurus oleh profesional, ada marketing, manager, bisnis, jangan hanya rapat anggota saja tapi bagaimana bisa bergerak kompetitif agar terus berkembang," tegasnya.
"Kami sudah bicara ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Perhutani, agar penerima perhutanan sosial ini betul-betul bisa mengelola lahannya lebih produktif. Karena itu kita harus sudah mulai memikirkan bagaimana petani membentuk koperasi dalam skala bisnis," kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki melalui siaran pers, Sabtu (3/10/2020).
(Baca Juga: DPR RI-Perhutani Dorong Perhutanan Sosial untuk Wujudkan Ketahanan Pangan)
Hal itu diungkapkannya dalam dialog dengan Masyarakat Perhutanan Sosial di Universitas 17 Agustus, Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (2/10) lalu. Teten mengatakan, banyak eksportir yang datang ke pemerintah untuk mencari berbagai komoditas. Hal ini menurutnya menjadi peluang positif bagi petani di perhutanan sosial. Namun, tentu petani harus bergabung dengan koperasi agar memiliki badan hukum sehingga mudah dalam mencari mitra bisnis dan mengakses pembiayaan.
Teten juga menambahkan, selama ini pengelolaan kawasan hutan hanya diberikan kepada perusahaan skala besar dalam bentuk Hak Guna Usaha (HGU). Pemberian lahan perhutanan sosial kepada masyarakat ini merupakan program Presiden Jokowi agar taraf hidup masyarakat di sekitar kawasan hutan meningkat dan lebih sejahtera.
"Program ini dirancang untuk memberi rasa aman dalam mengelola lahan negara. Setiap kepala keluarga mendapatkan 2 hektare lahan dengan durasi selama 35 tahun. Walaupun memang (di lapangan) belum jalan sempurna, tapi percepatan harus terus dilakukan," tutur Teten.
Lebih lanjut, Teten mencontohkan bagaimana koperasi modern bisa berkembang dan maju layaknya korporasi. Pertama, memang tergantung pada kekuatan modal. Hal ini bisa dibantu pemerintah melalui pembiayaan dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB).
(Baca Juga: Skenario Pemerintah Mendukung Pemulihan UMKM dan Koperasi dari Hulu ke Hilir) Selanjutnya, koperasi harus memiliki kemitraan dengan perusahaan besar baik swasta maupun BUMN sebagai offtaker, sehingga hasil produksi petani dapat terserap dan memacu produktivitas. Koperasi juga harus mempu mengolah, mengemas dan memasarkan.
"Harus kita bangun rantai sistem tadi. Awal-awal koperasi memang harus bekerja sama dengan mitra, kemudian jika sudah besar, koperasinya yang membeli produk dan kemudian menjual dan ekspor. Koperasi juga harus diurus oleh profesional, ada marketing, manager, bisnis, jangan hanya rapat anggota saja tapi bagaimana bisa bergerak kompetitif agar terus berkembang," tegasnya.
(fai)