Gubernur BI Beberkan Penyebab Anjloknya Pertumbuhan Ekonomi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo membeberkan pendapatnya mengenai penyebab anjloknya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama tahun ini. Seperti dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I/2020 hanya mencapai 2,97%.
Perry Warjiyo mengatakan, faktor utama yang mendasari turunnya pertumbuhan ekonomi adalah adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan social distancing. Pengaruh restriksi secara besar-besaran itu ternyata sudah terasa dampaknya di kuartal pertama ini ke ekonomi, baik konsumsi maupun investasi.
"Ini yang membedakan. Kami perkirakan semula pengaruh penanganan Covid-19 baru terasa di April, Mei dan Juni. Sehingga, memang kami perkirakan (pertumbuhan ekonomi) bisa 4,4%. Kami kira di Maret belum kena pengaruh penanganan Covid-19 ke aktivitas ekonomi baik konsumsi dan ivestasi itu," jelas Perry di Jakarta, Rabu (6/5/2020).
(Baca Juga: Efek Corona, Inflasi Rendah karena Permintaan Lesu)
Dia melanjutkan, social distancing dan work from home mempengaruhi pendapatan dan konsumsi masyarakat dan investasi dunia usaha. Di luar itu juga terjadi penurunan ekspor. "Ekspor sebetulnya disampaikan BPS itu lebih tinggi dari perkiraan kami. Ekspor (tumbuh) 0,24% dari BPS, kami perkirakan negatif 1,6%. Tapi ternyata ekspor dampaknya enggak seperti yang kami perkirakan," paparnya.
Perry mengatakan, dampak Covid-19 serta PSBB ke pendapatan dan konsumsi masyarakat serta investasi akan dicoba diatasi melalui stimulus ekonomi. "BI juga akan berupaya kurangi dampak Covid-19 dan di semester kedua nanti PDB (diperkirakan) akan lebih baik, terutama di triwulan keempat," katanya.
Perry Warjiyo mengatakan, faktor utama yang mendasari turunnya pertumbuhan ekonomi adalah adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan social distancing. Pengaruh restriksi secara besar-besaran itu ternyata sudah terasa dampaknya di kuartal pertama ini ke ekonomi, baik konsumsi maupun investasi.
"Ini yang membedakan. Kami perkirakan semula pengaruh penanganan Covid-19 baru terasa di April, Mei dan Juni. Sehingga, memang kami perkirakan (pertumbuhan ekonomi) bisa 4,4%. Kami kira di Maret belum kena pengaruh penanganan Covid-19 ke aktivitas ekonomi baik konsumsi dan ivestasi itu," jelas Perry di Jakarta, Rabu (6/5/2020).
(Baca Juga: Efek Corona, Inflasi Rendah karena Permintaan Lesu)
Dia melanjutkan, social distancing dan work from home mempengaruhi pendapatan dan konsumsi masyarakat dan investasi dunia usaha. Di luar itu juga terjadi penurunan ekspor. "Ekspor sebetulnya disampaikan BPS itu lebih tinggi dari perkiraan kami. Ekspor (tumbuh) 0,24% dari BPS, kami perkirakan negatif 1,6%. Tapi ternyata ekspor dampaknya enggak seperti yang kami perkirakan," paparnya.
Perry mengatakan, dampak Covid-19 serta PSBB ke pendapatan dan konsumsi masyarakat serta investasi akan dicoba diatasi melalui stimulus ekonomi. "BI juga akan berupaya kurangi dampak Covid-19 dan di semester kedua nanti PDB (diperkirakan) akan lebih baik, terutama di triwulan keempat," katanya.
(fai)