Simalakama Listrik EBT, Antara Keinginan Erick dan Target Menteri Tasrif

Rabu, 07 Oktober 2020 - 17:13 WIB
loading...
A A A
Meski begitu, kata Tina, perlu dilakukan peninjauan kembali dengan seksama. Khususnya, mengidentifikasi perusahaan mana saja yang membutuhkan captive power dan mana perusahan yang atau tidak membutuhkan saat pengerjaan proyeknya. Tinjauan itu dilakukan khususnya di daerah Jawa dan Bali.

"Apakah memang seluruh perusahaan membutuhkan captive power atau tidak dalam pengerjaan proyeknya, khususnya di daerah Jawa dan Bali," kata dia.

Sebelumnya, surat Erick kepada Menteri ESDM salah satunya isinya terkait agar industri menggunakan listrik PLN bocor ke publik usai Menko Airlangga meresmikan pembangkit listrik atap panel surya milik Coca-Cola. Pembangkit listrik milik Coca-Cola itu digadang-gadang sebagai yang terbesar di ASEAN.

Saat ini memang banyak industri yang mulai membangun pembangkitnya sendiri untuk memenuhi kebutuhan listriknya. Selain Coca-Cola, yang terbaru adalah Danone-AQUA yang membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap di pabrik Danone-AQUA yang berlokasi di Klaten, Jawa Tengah.

Pembangkit listrik tenaga surya fotovoltaik (PV) yang dikembangkan, dibangun, dan dioperasikan oleh Total Solar Distributed Generation (DG) Southeast Asia tersebut, memiliki kapasitas 2.919 kWp (kilowatt peak). PLTS Atap tersebut dapat menghasilkan listrik sebesar 4 GWh (Gigawatt hour) per tahun sekaligus mengurangi 3.340 ton emisi karbon per tahun. ( Baca juga:Jokowi Setor 7 Nama Calon Anggota KY ke DPR, Ini Daftarnya )

Surat Erick kepada Menteri ESDM tampaknya juga menjadi pengingat agar kementerian itu tak melulu mendorong industri membangun pembangkitnya sendiri. Soalnya, dengan dasar memenuhi target energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025, Kementerian ESDM seolah mendukung industri untuk membangung pembangkit listrik sendiri.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Harris pernah mengatakan masih ada gap yang cukup lebar antara target dan pemenuhan listrik dari penetrasi energi terbarukan. Saat ini pemenuhan listrik dari energi terbarukan baru mencapai 9,15%.

Tak ayal, Kementerian ESDM pun mendorong energi surya secara besar-besaran. Apalagi, pemerintah telah melakukan pengaturan melalui Permen ESDM Nomor 49 yang kemudian diubah di Permen 13 Tahun 2019 dan terakhir Permen 16 tahun 2019. Langkah itu dilakukan agar PLTS rooftop atau atap bisa lebih menarik lagi, tidak hanya untuk sektor rumah tangga, tetapi juga termasuk industri dan bangunan komersial.

"Kalau ada hal-hal yang perlu diperbaiki akan kami perbaiki, agar mendorong PLTS ini tetap bisa dikembangkan lebih masif lagi di Indonesia," kata Harris.

Kebayangkan kan, jika semua pabrik atau pelaku industri membangun pembangkitnya sendiri, tentu saja penyediaan listrik PLN jadi mubazir. Tak heran kalau kemudian pasokan listrik PLN menjadi berlimpah tak tergunakan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1688 seconds (0.1#10.140)