Masyarakat Diimbau Lakukan Investasi di Tengah Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Masyarakat diimbau untuk tetap melakukan investasi meskipun di tengah pandemi Covid-19 . Ada banyak instrumen investasi yang bisa dipilih agar menguntungkan di kemudian hari.
Pandemi Covid-19 memang membuat situasi dunia, terutama perekonomian, dalam ketidakpastian. Namun, bagi mereka yang jeli, kondisi ini bisa dimanfaatkan untuk melakukan investasi karena harga-harga produk atau instrumen keuangan kini relatif pada posisi rendah. (Baca: Hukum Bercakap-cakap Ketika Melakukan Jimak)
Di antara beragam jenis instrumen investasi, Obligasi Negara Ritel (ORI) seri 018 bisa menjadi satu di antara pilihan. Surat utang pemerintah yang baru diluncurkan awal Oktober itu, selain terbilang aman, juga bisa membantu pemulihan ekonomi nasional.
“Kita berinvestasi sambil membantu pemulihan ekonomi nasional. Dalam melaksanakan APBN, ada beberapa sumber untuk pengeluaran pemerintah seperti pajak dan cukai. Dari sisi pembiayaan, sebagian berasal dari penerbitan obligasi negara,” ucap Staf Khusus Kementerian Keuangan Masyita Crystallin dalam diskusi online bertema “Investasi di Masa Pandemi” di Jakarta kemarin.
Dia menambahkan, kondisi ekonomi Indonesia masih relatif lebih baik dibanding negara-negara tetangga seperti Malaysia. Pada kuartal II/2020, ketika pertumbuhan ekonomi dalam negeri minus 5,32%, di Negeri Jiran justru minus 17%. India bahkan sampai minus 23%. “Itu menunjukkan kontraksi ekonomi yang dialami Indonesia tidak terlalu dalam,” katanya.
Masyita menjelaskan, kondisi ekonomi Indonesia tahun ini memang tidak mudah. Meski pada Januari sampai Februari, capital flow dari luar cukup tinggi, namun kondisinya berubah pada akhir Maret ketika virus Sars Cov-II sudah menyebar dari Wuhan, China ke banyak negara, termasuk Indonesia. Saat itu pasar saham dan obligasi tertekan hebat sehingga asing menarik diri dari pasar uang dalam negeri. (Baca juga: Sulap Kecubung Jadi Obat Bius, Siswa MAN I Gresik Juarai Ajang Internasional)
Dia mengklaim, saat ini kondisi perekonomian sudah membaik. Indikatornya, yield obligasi dan mata uang rupiah sudah kembali seperti sebelum 20 Maret 2020. Namun, kata dia, pemulihan ekonomi ini akan sangat ditentukan oleh penanganan pandemi Covid-19.
“Semua negara mengalami tekanan. Mereka harus mengeluarkan dana perlindungan sosial untuk menangani pandemi. Seluruh negara mengalami tekanan penerimaan, gap ini semakin besar, Indonesia tidak sendiri,” paparnya.
Kondisi seperti ini, kata Masyita, dapat memengaruhi sektor perbankan sehingga akan berhati-hati menyalurkan kredit. Selain itu, permintaan kredit saat ini juga tidak terlalu tinggi. “Apalagi suku bunganya tinggi karena perbankan memiliki risiko yang tinggi pula dalam pemberian pinjaman,” katanya.
Pada diskusi tersebut, Masyita juga mengakui pandemi Covid-19 bisa menjadi malapetaka bagi sejumlah sektor ekonomi meski masih ada sektor yang menangguk untung. (Baca juga: Kenali Bahaya Virus Rotavirus yang Bisa Mematikan)
Pandemi Covid-19 memang membuat situasi dunia, terutama perekonomian, dalam ketidakpastian. Namun, bagi mereka yang jeli, kondisi ini bisa dimanfaatkan untuk melakukan investasi karena harga-harga produk atau instrumen keuangan kini relatif pada posisi rendah. (Baca: Hukum Bercakap-cakap Ketika Melakukan Jimak)
Di antara beragam jenis instrumen investasi, Obligasi Negara Ritel (ORI) seri 018 bisa menjadi satu di antara pilihan. Surat utang pemerintah yang baru diluncurkan awal Oktober itu, selain terbilang aman, juga bisa membantu pemulihan ekonomi nasional.
“Kita berinvestasi sambil membantu pemulihan ekonomi nasional. Dalam melaksanakan APBN, ada beberapa sumber untuk pengeluaran pemerintah seperti pajak dan cukai. Dari sisi pembiayaan, sebagian berasal dari penerbitan obligasi negara,” ucap Staf Khusus Kementerian Keuangan Masyita Crystallin dalam diskusi online bertema “Investasi di Masa Pandemi” di Jakarta kemarin.
Dia menambahkan, kondisi ekonomi Indonesia masih relatif lebih baik dibanding negara-negara tetangga seperti Malaysia. Pada kuartal II/2020, ketika pertumbuhan ekonomi dalam negeri minus 5,32%, di Negeri Jiran justru minus 17%. India bahkan sampai minus 23%. “Itu menunjukkan kontraksi ekonomi yang dialami Indonesia tidak terlalu dalam,” katanya.
Masyita menjelaskan, kondisi ekonomi Indonesia tahun ini memang tidak mudah. Meski pada Januari sampai Februari, capital flow dari luar cukup tinggi, namun kondisinya berubah pada akhir Maret ketika virus Sars Cov-II sudah menyebar dari Wuhan, China ke banyak negara, termasuk Indonesia. Saat itu pasar saham dan obligasi tertekan hebat sehingga asing menarik diri dari pasar uang dalam negeri. (Baca juga: Sulap Kecubung Jadi Obat Bius, Siswa MAN I Gresik Juarai Ajang Internasional)
Dia mengklaim, saat ini kondisi perekonomian sudah membaik. Indikatornya, yield obligasi dan mata uang rupiah sudah kembali seperti sebelum 20 Maret 2020. Namun, kata dia, pemulihan ekonomi ini akan sangat ditentukan oleh penanganan pandemi Covid-19.
“Semua negara mengalami tekanan. Mereka harus mengeluarkan dana perlindungan sosial untuk menangani pandemi. Seluruh negara mengalami tekanan penerimaan, gap ini semakin besar, Indonesia tidak sendiri,” paparnya.
Kondisi seperti ini, kata Masyita, dapat memengaruhi sektor perbankan sehingga akan berhati-hati menyalurkan kredit. Selain itu, permintaan kredit saat ini juga tidak terlalu tinggi. “Apalagi suku bunganya tinggi karena perbankan memiliki risiko yang tinggi pula dalam pemberian pinjaman,” katanya.
Pada diskusi tersebut, Masyita juga mengakui pandemi Covid-19 bisa menjadi malapetaka bagi sejumlah sektor ekonomi meski masih ada sektor yang menangguk untung. (Baca juga: Kenali Bahaya Virus Rotavirus yang Bisa Mematikan)