Pandemi Membuat BUMN Rugi Makin Banyak, Terbesar di Jiwasraya

Rabu, 14 Oktober 2020 - 12:55 WIB
loading...
A A A
Secara teknis Bulog bisa dikatagorikan sebagai perusahaan yang bangkrut. Meski begitu, Budi Waseso mengatakan bangkrut atau tidaknya Bulog adalah sesuatu yang relatif, tergantung sudut pandang yang dipakai. Untung kalau bicara komersial, tapi rugi jika bicara penugasan. Sebab, kata pensiunan jenderal polisi bintang tiga ini, ada beban bunga, dan dengan sistem yang ada, begitu menagih pembayaran ke pemerintah perjalanannya lumayan panjang.

PT Timah
PT Timah (Persero) Tbk, menjadi BUMN yang masuk dalam daftar pencetak rugi terbesar hingga tahun ini. Berdasarkan laporan keungan yang dipublikasikan oleh produsen timah terbesar di dunia ini diketahui, perseroan mencatatkan rugi bersih Rp 390,07 miliar. Kondisinya berbanding terbalik dengan capaian perusahaan di periode yang sama tahun sebelumnya. Pada semester I-2019 silam, emiten dengan kode TINS ini sukses mengantongi laba bersih Rp 205,29 miliar.

Sebagai perusahan tambang, kinerja PT Timah memang sangat tergantung dari harga komoditas dan juga produksi timah. Seperti di Semester I-2020, kerugian dipicu oleh rendahnya perolehan pendapatan perseroan selama semester I tahun ini sekitar 18,49% menjadi Rp 7,978 triliun dibandingkan kurun waktu serupa tahun lalu Rp 9,788 triliun.

Pendapatan yang anjlok ini akibat sepanjang semester I-2020, TINS mencatat produksi bijih timah sebesar 24.990 ton atau turun 47,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 47.423 ton. Volume penjualan juga turun 0,3% menjadi 31.508 ton dari sebelumnya 31.609 ton.

Kinerja perseroan makin tertekan, ditambah lagi dengan harga jual rata-rata timah di Semester satu tahun ini hanya sebesar US$ 16.461 per metrik ton. Turun dari realisasi harga jual rata-rata untuk enam bulan pertama 2019 yang mencapai US$ 21.505 per metrik ton.

PT INTI
Di urutan 10 besar ada BUMN yang jadi pelopor industri telekomunikasi di tanah air, PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero) atau yang dikenal dengan sebutan PT INTI. Perusahaan yang didirikan pada 1974 ini, sekarang kondisinya memang memprihatinkan. Pengelolaan yang buruk membuat kinerja BUMN ini benar-benar terpuruk.

Perusahaan plat merah ini tak mampu membayar gaji sejumlah karyawannya hampir satu tahun. Tepatnya, terakhir perusahaan menggaji karyawan pada Februari 2020.

Sekitar 450 karyawan PT INTI belum dibayarkan gajinya selama Juli dan Agustus 2019. Dari Februari higgaa Mei 2020, gaji yang diterima karyawan hanya Rp 1 juta saja. Perusahaan juga belum membayar fasilitas Kesehatan seperti BPJS Kesehatan. Terpuruknya kinerja PT INTI sebenarnya sudah terjadi dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini.

Dari laporan keuangan perusahan 2019, BUMN yang berkantor pusat di Bandung ini memiliki utang mencapai Rp 1,6 triliun. Pendapatan perseoran tahun lalu juga turun. Jika 2018 meraih pendapatan Rp 649,7 miliar, maka di 2019 hanya Rp 395,3 miliar. PT INTI oun mencatatkan rugi komprehensif mencapai Rp 397,7 miliar di 2019.

Kerugian ini naik drastis jika dibandingkan 2018 yang saat itu rugi Rp 87,2 miliar. Sedangka aset perusahaan sebesar Rp 1,3 triliun. Jumlah aset ini, juga turun jika dibandingkan 2018 yang saat itu sebesar Rp 1,5 triliun.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1603 seconds (0.1#10.140)