Hasil Survei Membuktikan, Mayoritas Warga Jakarta Sebut Ekonomi Nasional Buruk
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebagian warga Indonesia menilai ekonomi nasional pada 2020 sangat buruk. Bahkan, per September tahun ini, tren pertumbuhan ekonomi nasional dinilai buruk dan sangat buruk mencapai 65,3% dari total 1.200 responden.
Data itu dirilis oleh lembaga survei Indikator Politik Indonesia pada Minggu (18/10/) yang diperoleh berdasarkan hasil survei mengenai 'Mitigasi Dampak Covid-19 : Tarik menarik antara Kepentingan Ekonomi dan Kesehatan'.
"Per September 2020, mereka yang memberikan persepsi ekonomi nasional buruk dan sangat buruk itu totalnya mencapai 65,3%," ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanudin Muhtadi dalam rilis survei secara daring.
Survei ini dilakukan pada 24-30 September 2020. Secara metode pemilihan responden, sebanyak 206.980 responden yang terdistribusi secara acak di seluruh Indonesia yang pernah diwawancarai secara tatap muka langsung dalam rentang dua tahun terakhir. Secara rata-rata, sekitar 70% di antaranya memiliki nomor telepon. Sementara jumlah sampel yang dipilih secara acak untuk ditelepon sebanyak 5.614 data, dan berhasil diwawancarai salam durasi survei sebanyak 1.200 responden. ( Baca juga:Terenyuh, Data Ini Ungkap Banyak Masyarakat Kesulitan Penuhi Makan Sehari-hari )
Dengan demikian, dari 1.200 responden yang diwawancarai sebanyak 55,0% responden yang mengatakan buruk, 10,3% yang mengatakan sangat buruk. Sementara, 1,1% menilai baik, 8,9% menyebut sangat baik, 22,9% menilai sedang, serta 1,8% menjawab tidak tahu
Meski demikian, persepsi buruk dan sangat buruk responden terhadap kondisi ekonomi nasional per September mengalami tren penurunan bila dibandingkan dengan periode Mei 2020. Pada Mei, sebanyak 81% responden yang mengatakan buruk dan sangat buruk. Tren ini naik signifikan bika dibandingkan dengan bulan Februari yakni sebesar 24,1%.
Angka tersebut perlahan turun pada Juli menjadi 69,2%. Kemudian pada September 2020 kembali turun 65,3%.
"Yang mengatakan buruk naik tajam di bulan Mei, meski mayoritas mengatakan buruk tadi kecenderungan turun dibanding surve Juli dan Mei, terakhir yang mengatakan buruk 65,3%. Jadi mayoritas masih memandang prospek ekonomi nasional tetapi kondisi di bulan September tidak seburuk di bulan Mei. Ini harus kita apresiasi karena ada langkah pemerintah yang menunjukan perbaikan, meski pun perbaikannya itu tidak sampai di bawah 50% yang mengatakan buruk," katanya.
Dari sisi responden, kata Burhanudin, presepsi ekonomi nasional buruk dirasakan oleh responden dengan pendidikan tinggi, kuliahan atau lulus perguruan tinggi. Di mana, sebanyak 55,9% mengatakan buruk dan 10,6% mengatakan sangat buruk.
Dari segi wilayah, responden berasal dari DKI Jakarta memiliki presepsi lebih tinggi menilai ekonomi nasional buruk dibandingkan warga daerah lainnya. Di mana persepsi buruk terhadap ekonomi nasional mencapai 87,4 %. ( Baca juga:BNPB Minta Empat Provinsi Ini Bersiap Hadapi Ancaman Kekeringan )
"Kemudian dari sisi pendapatan tidak ada bedanya. Lalu dari sisi wilayah Jakarta warga Jakarta cenderung mengatakan ekonomi nasional buruk sekali ketimbang wilayah lain meskipun yang lain juga buruk diatas 50%. Tetapi tidak seburuk presepsi ekonomi nasional menurut warga Jakarta," ujar dia.
Data itu dirilis oleh lembaga survei Indikator Politik Indonesia pada Minggu (18/10/) yang diperoleh berdasarkan hasil survei mengenai 'Mitigasi Dampak Covid-19 : Tarik menarik antara Kepentingan Ekonomi dan Kesehatan'.
"Per September 2020, mereka yang memberikan persepsi ekonomi nasional buruk dan sangat buruk itu totalnya mencapai 65,3%," ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanudin Muhtadi dalam rilis survei secara daring.
Survei ini dilakukan pada 24-30 September 2020. Secara metode pemilihan responden, sebanyak 206.980 responden yang terdistribusi secara acak di seluruh Indonesia yang pernah diwawancarai secara tatap muka langsung dalam rentang dua tahun terakhir. Secara rata-rata, sekitar 70% di antaranya memiliki nomor telepon. Sementara jumlah sampel yang dipilih secara acak untuk ditelepon sebanyak 5.614 data, dan berhasil diwawancarai salam durasi survei sebanyak 1.200 responden. ( Baca juga:Terenyuh, Data Ini Ungkap Banyak Masyarakat Kesulitan Penuhi Makan Sehari-hari )
Dengan demikian, dari 1.200 responden yang diwawancarai sebanyak 55,0% responden yang mengatakan buruk, 10,3% yang mengatakan sangat buruk. Sementara, 1,1% menilai baik, 8,9% menyebut sangat baik, 22,9% menilai sedang, serta 1,8% menjawab tidak tahu
Meski demikian, persepsi buruk dan sangat buruk responden terhadap kondisi ekonomi nasional per September mengalami tren penurunan bila dibandingkan dengan periode Mei 2020. Pada Mei, sebanyak 81% responden yang mengatakan buruk dan sangat buruk. Tren ini naik signifikan bika dibandingkan dengan bulan Februari yakni sebesar 24,1%.
Angka tersebut perlahan turun pada Juli menjadi 69,2%. Kemudian pada September 2020 kembali turun 65,3%.
"Yang mengatakan buruk naik tajam di bulan Mei, meski mayoritas mengatakan buruk tadi kecenderungan turun dibanding surve Juli dan Mei, terakhir yang mengatakan buruk 65,3%. Jadi mayoritas masih memandang prospek ekonomi nasional tetapi kondisi di bulan September tidak seburuk di bulan Mei. Ini harus kita apresiasi karena ada langkah pemerintah yang menunjukan perbaikan, meski pun perbaikannya itu tidak sampai di bawah 50% yang mengatakan buruk," katanya.
Dari sisi responden, kata Burhanudin, presepsi ekonomi nasional buruk dirasakan oleh responden dengan pendidikan tinggi, kuliahan atau lulus perguruan tinggi. Di mana, sebanyak 55,9% mengatakan buruk dan 10,6% mengatakan sangat buruk.
Dari segi wilayah, responden berasal dari DKI Jakarta memiliki presepsi lebih tinggi menilai ekonomi nasional buruk dibandingkan warga daerah lainnya. Di mana persepsi buruk terhadap ekonomi nasional mencapai 87,4 %. ( Baca juga:BNPB Minta Empat Provinsi Ini Bersiap Hadapi Ancaman Kekeringan )
"Kemudian dari sisi pendapatan tidak ada bedanya. Lalu dari sisi wilayah Jakarta warga Jakarta cenderung mengatakan ekonomi nasional buruk sekali ketimbang wilayah lain meskipun yang lain juga buruk diatas 50%. Tetapi tidak seburuk presepsi ekonomi nasional menurut warga Jakarta," ujar dia.
(uka)