Harga Rokok Mau Naik, Pengusaha Risau Kondisi IHT di Tengah Pandemi Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) berpendapat, beredarnya isu mengenai kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 17% tahun depan sebaiknya disikapi dengan hati-hati sehingga tidak menimbulkan kegaduhan. Pasalnya, sampai saat ini informasi tersebut sumbernya belum jelas.
Ketua umum Gappri Henry Najoan berharap informasi yang marak beredar tersebut tidak benar, mengingat Industri Hasil Tembakau (IHT) termasuk salah satu yang terpukul dan menderita akibat wabah Covid-19.
(Baca Juga: Cukai Rokok Mau Naik, Pengusaha Deg-degan Minta Ditunda)
"Seharusnya pemerintah melindungi IHT dengan cara tidak menaikkan cukai rokok alias status quo pada 2021 mendatang," kata Henry Najoan di Jakarta, Senin (26/10/2020).
Menurut Henry Najoan, pemerintah saat ini tengah fokus melakukan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akibat pandemi Covid-19. Bilamana pemerintah tidak menaikkan cukai rokok, maka pemerintah memang serius dan berkomitmen menyelamatkan ratusan ribu hingga jutaan tenaga kerja di sektor industri rokok dan perkebunan tembakau.
"Sebaliknya, jika pemerintah menaikkan cukai rokok hanya akan menambah beban industri nasional," imbuhnya.
Berdasarkan catatan Perkumpulan Gappri saat ini perekonomian tengah mengalami resesi. Sementara pada 2021 itu kemungkinan baru masuk masa recovery atau pemulihan ekonomi. Apalagi wabah Covid-19 belum tahu kapan akan berakhir.
Oleh karena itu, Gappri meminta pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar jangan membuat regulasi yang melemahkan kelangsungan industri hasil tembakau nasional.
"Perkumpulan Gapprri juga berharap pada 2021 tidak ada kenaikan tarif cukai, tetap mempertahankan jumlah layer industri tetap 10 layer dan juga mempertahankan Harga Jual Eceran (HJE)," imbuh Henry.
Gappri yang merupakan konfederasi IHT jenis produk khas tembakau Indonesia, yaitu kretek, beranggotakan pabrikan golongan I, golongan II, dan golongan III (besar, menengah, dan kecil) yang menguasai market share dalam negeri sebesar 70% itu mengkhawatirkan masa depan IHT nasional apabila isu kenaikan cukai sebesar 17% terwujud di tengah pertumbuhan ekonomi yang minus saat ini.
(Baca Juga: Rencana Kenaikan Cukai Rokok Saat Pandemi Tak Beralasan)
"Sebab, pemerintah dalam melakukan optimalisasi penerimaan melalui kenaikan tarif cukai ke depan harus mempertimbangkan indikator ekonomi, meliputi pertumbuhan ekonomi, inflasi serta kondisi daya saing," ujar Henry Najoan.
Henry Najoan meyakini Presiden secara bijak akan mempertimbangkan masukan Gappri demi kelangsungan usaha IHT. Mengingat, IHT sebagai bagian dari anak bangsa yang saat ini mengalami kondisi sulitnya ekonomi di tengah pandemi Covid-19, terus berupaya menjaga kelangsungan nadi dan pembangunan dari cukai dan pajak IHT yang cukup signifikan.
"Juga terjaganya penciptaan nilai tambah dan lapangan kerja dalam negeri, nafkah bagi petani dan pekerja perkebunan tembakau dan cengkeh serta pemiliknya dan pekerja distribusi sampai pedagang kaki lima serta terjaga berbagai kegiatan di sepanjang rantai pasok IHT," pungkas Henry.
Ketua umum Gappri Henry Najoan berharap informasi yang marak beredar tersebut tidak benar, mengingat Industri Hasil Tembakau (IHT) termasuk salah satu yang terpukul dan menderita akibat wabah Covid-19.
(Baca Juga: Cukai Rokok Mau Naik, Pengusaha Deg-degan Minta Ditunda)
"Seharusnya pemerintah melindungi IHT dengan cara tidak menaikkan cukai rokok alias status quo pada 2021 mendatang," kata Henry Najoan di Jakarta, Senin (26/10/2020).
Menurut Henry Najoan, pemerintah saat ini tengah fokus melakukan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akibat pandemi Covid-19. Bilamana pemerintah tidak menaikkan cukai rokok, maka pemerintah memang serius dan berkomitmen menyelamatkan ratusan ribu hingga jutaan tenaga kerja di sektor industri rokok dan perkebunan tembakau.
"Sebaliknya, jika pemerintah menaikkan cukai rokok hanya akan menambah beban industri nasional," imbuhnya.
Berdasarkan catatan Perkumpulan Gappri saat ini perekonomian tengah mengalami resesi. Sementara pada 2021 itu kemungkinan baru masuk masa recovery atau pemulihan ekonomi. Apalagi wabah Covid-19 belum tahu kapan akan berakhir.
Oleh karena itu, Gappri meminta pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar jangan membuat regulasi yang melemahkan kelangsungan industri hasil tembakau nasional.
"Perkumpulan Gapprri juga berharap pada 2021 tidak ada kenaikan tarif cukai, tetap mempertahankan jumlah layer industri tetap 10 layer dan juga mempertahankan Harga Jual Eceran (HJE)," imbuh Henry.
Gappri yang merupakan konfederasi IHT jenis produk khas tembakau Indonesia, yaitu kretek, beranggotakan pabrikan golongan I, golongan II, dan golongan III (besar, menengah, dan kecil) yang menguasai market share dalam negeri sebesar 70% itu mengkhawatirkan masa depan IHT nasional apabila isu kenaikan cukai sebesar 17% terwujud di tengah pertumbuhan ekonomi yang minus saat ini.
(Baca Juga: Rencana Kenaikan Cukai Rokok Saat Pandemi Tak Beralasan)
"Sebab, pemerintah dalam melakukan optimalisasi penerimaan melalui kenaikan tarif cukai ke depan harus mempertimbangkan indikator ekonomi, meliputi pertumbuhan ekonomi, inflasi serta kondisi daya saing," ujar Henry Najoan.
Henry Najoan meyakini Presiden secara bijak akan mempertimbangkan masukan Gappri demi kelangsungan usaha IHT. Mengingat, IHT sebagai bagian dari anak bangsa yang saat ini mengalami kondisi sulitnya ekonomi di tengah pandemi Covid-19, terus berupaya menjaga kelangsungan nadi dan pembangunan dari cukai dan pajak IHT yang cukup signifikan.
"Juga terjaganya penciptaan nilai tambah dan lapangan kerja dalam negeri, nafkah bagi petani dan pekerja perkebunan tembakau dan cengkeh serta pemiliknya dan pekerja distribusi sampai pedagang kaki lima serta terjaga berbagai kegiatan di sepanjang rantai pasok IHT," pungkas Henry.
(fai)