Maskapai Racik Ulang Strategi Bisnis

Senin, 02 November 2020 - 06:05 WIB
loading...
A A A
Di dalam negeri, nasib perusahaan-perusahaan penerbangan di masa pandemi juga tidak jauh berbeda. Masih terbatasnya jumlah penerbangan di rute domestik maupun internasional membuat maskapai nasional harus melakukan efisiensi besar-besaran. (Baca juga: LIstrik Mati, Konsumen Bisa Ajukan Kompensasi ke PLN)

Yang teranyar adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) 700 pekerja kontrak Garuda Indonesia mulai 1 November kemarin. Sebelumnya, ratusan karyawan tersebut sejak Mei 2020 lalu telah menjalani kebijakan unpaid leave karena imbas turunnya permintan layanan penerbangan pada masa pandemi.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengakui, kebijakan tersebut merupakan keputusan sulit yang terpaksa diambil setelah melakukan berbagai upaya penyelamatan untuk memastikan keberlangsungan perusahaan di tengah tantangan dampak pandemi Covid-19.

"Sejak awal, kepentingan karyawan merupakan prioritas utama yang selalu kami kedepankan. Ketika maskapai lain mulai mengimplementasikan kebijakan pengurangan karyawan, kami terus berupaya mengoptimalkan langkah strategis guna memastikan perbaikan kinerja dan masa depan bisnis," kata Irfan di Jakarta, Selasa (27/10).

Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengatakan, operator penerbangan di Indonesia masih perlu mewaspadai krisis akibat pandemi Covid-19. Caranya, dengan realistis melihat kondisi saat ini.

“Saya ingin menekankan bahwa maskapai harus realistis saat ini di tengah Pandemi Covid-19. Kita tidak bisa memungkiri industri penerbangan khususnya maskapai paling berdampak akibat Covid-19. Maskapai global pun kondisinya sama dan ini merata,” ungkapnya dihubungi SINDO Media di Jakarta. (Baca juga: Korban Tewas Gempa Turki Tembus 40 Jiwa)

Namun, kata dia, apabila dibandingkan maskapai global lainnya, maskapai di Indonesia masih punya peluang bertahan. Dia beralasan, Indonesia sebagai negara kepulauan merupakan kesempatan yang harus dimanfaatkan.

“Sampai akhir tahun saya kira akan ada lonjakan, namun tentu tidak sebesar tahun lalu, dan tentu ini harus direspons dengan cermat oleh setiap maskapai. Yang penting lonjakan sekecil apapun dibanding bulan-bulan sebelumnya adalah momentum bertahan di tengah kondisi pandemi Covid-19,” pungkasnya.

Sementara itu, pengamat penerbangan Gatot Rahardjo mengatakan bahwa sejak awal pandemi Covid-19 diprediksi industri yang paling berdampak terkena imbas adalah operator penerbangan. Fakta bahwa Garuda Indonesia yang memutus kontrak 700 pegawai dan sejumlah maskapai lain seperti AirAsia Indonesia menandakan bahwa kondisi keuangan maskapai sedang tidak baik.

“Aliran kas memang sudah bergerak karena operasional penerbangan sudah mulai terjadi tapi sepertinya masih negatif karena tingkat keterisian masih di bawah 50%. Operasional penerbangan juga berkurang jauh dibanding sebelum adanya pandemi Covid-19. Jadi maskapai butuh pendapatan yang lebih besar untuk menutupi biaya operasional,” ungkapnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1753 seconds (0.1#10.140)