Produk Dalam Negeri Harus Jadi Prioritas Pengadaan BUMN
loading...
A
A
A
JAKARTA - Instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada seluruh kementerian/lembaga, BUMN , dan Pemda untuk memprioritaskan penyerapan produk yang memenuhi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sampai saat ini tidak berjalan efektif. Produk dalam negeri masih tetap menjadi anak tiri dalam pengadaan barang oleh berbagai instansi maupun BUMN.
Sebagian besar produk dalam negeri terganjal oleh regulasi spesifikasi, patokan harga, dan berbagai aturan yang tak mampu dipenuhi industri nasional dalam waktu singkat. Realita tersebut telah menjadi ironi pada keinginan kuat Presiden Jokowi dalam mengatasi krisis ekonomi yang terpuruk. (Baca: Syafaat dan Siapa yang Berhak Mendapatkannya)
Dana ratusan triliun rupiah yang digelontorkan melalui kebijakan fiskal dan moneter untuk menstimulus pemulihan ekonomi melalui peningkatan penggunaan produk dalam negeri, nyaris menguap begitu saja karena kurang didukung aparat terkait.
Disengaja atau tidak, ada celah yang dibuat pada aturan pengadaan barang pemerintah dan BUMN dan ini dimanfaatkan pihak tertentu sehingga produk dalam negeri menjadi termarginalkan. Celah tersebut sekaligus memberi jalan mulus dan alasan kuat pemegang kuasa anggaran—dari level eselon III hingga di atasnya—untuk memilih produk impor sebagai pemenang tender berbagai proyek strategis, termasuk infrastruktur jalan, properti, maupun energi.
Masalah laten ini tidak pernah terselesaikan dengan baik hingga sekarang, karena inkonsistensi kebijakan antara pejabat di level atas dengan pelaksana di lapangan. Kondisi ini sebetulnya bukan masalah baru. (Baca juga: Ribuan Formasi CPNS Guru Kosong, Ini Langkah Kemendikbud)
Menurut Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Indonesia Johnny Darmawan, fakta ini sudah menjadi problem menahun dan telah diketahui secara detail oleh Presiden Jokowi dan para pembantunya. “Meski telah ada Peraturan Menteri Perindustrian No 29 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perhitungan Penilaian Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) maupun Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang Pemerintah, tetap saja masalah ini tidak mudah diselesaikan dengan baik,” katanya.
Sesungguhnya, Instruksi Presiden untuk memberi preferensi kepada produk industri dalam negeri dalam pengadaan barang pemerintah dan BUMN, mempunyai tujuan yang sangat mulia agar industri dalam negeri berkembang dan mempunyai struktur yang kuat dalam menghadapi persaingan ke depan.
Namun, sayangnya, tujuan tersebut belum tercapai karena preferensi tersebut tidak dijalankan dengan baik. Pelaksana lelang sering membuat spesifikasi yang tidak sesuai dengan instruksi Presiden.
Bahkan, spesifikasi yang dibuat cenderung berpihak kepada produk impor. Tidak jarang terjadi antara instansi dan importir yang menjadi vendor telah membuat kesepakatan jangka panjang, dan ini menutup peluang pelaku industri dalam negeri untuk bisa memenangkan lelang. (Baca juga: Usai Liburan, Kembali Bugar dengan Olahraga Ringan)
Oleh karena itu, tidak heran jika pemasok pengadaan proyek pemerintah ataupun BUMN sudah bisa diketahui sebelum lelang dilakukan. Bahkan, tidak jarang, begitu anggaran proyek disetujui, secara tidak resmi pemasoknya sudah ditunjuk.
Sebagian besar produk dalam negeri terganjal oleh regulasi spesifikasi, patokan harga, dan berbagai aturan yang tak mampu dipenuhi industri nasional dalam waktu singkat. Realita tersebut telah menjadi ironi pada keinginan kuat Presiden Jokowi dalam mengatasi krisis ekonomi yang terpuruk. (Baca: Syafaat dan Siapa yang Berhak Mendapatkannya)
Dana ratusan triliun rupiah yang digelontorkan melalui kebijakan fiskal dan moneter untuk menstimulus pemulihan ekonomi melalui peningkatan penggunaan produk dalam negeri, nyaris menguap begitu saja karena kurang didukung aparat terkait.
Disengaja atau tidak, ada celah yang dibuat pada aturan pengadaan barang pemerintah dan BUMN dan ini dimanfaatkan pihak tertentu sehingga produk dalam negeri menjadi termarginalkan. Celah tersebut sekaligus memberi jalan mulus dan alasan kuat pemegang kuasa anggaran—dari level eselon III hingga di atasnya—untuk memilih produk impor sebagai pemenang tender berbagai proyek strategis, termasuk infrastruktur jalan, properti, maupun energi.
Masalah laten ini tidak pernah terselesaikan dengan baik hingga sekarang, karena inkonsistensi kebijakan antara pejabat di level atas dengan pelaksana di lapangan. Kondisi ini sebetulnya bukan masalah baru. (Baca juga: Ribuan Formasi CPNS Guru Kosong, Ini Langkah Kemendikbud)
Menurut Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Indonesia Johnny Darmawan, fakta ini sudah menjadi problem menahun dan telah diketahui secara detail oleh Presiden Jokowi dan para pembantunya. “Meski telah ada Peraturan Menteri Perindustrian No 29 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perhitungan Penilaian Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) maupun Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang Pemerintah, tetap saja masalah ini tidak mudah diselesaikan dengan baik,” katanya.
Sesungguhnya, Instruksi Presiden untuk memberi preferensi kepada produk industri dalam negeri dalam pengadaan barang pemerintah dan BUMN, mempunyai tujuan yang sangat mulia agar industri dalam negeri berkembang dan mempunyai struktur yang kuat dalam menghadapi persaingan ke depan.
Namun, sayangnya, tujuan tersebut belum tercapai karena preferensi tersebut tidak dijalankan dengan baik. Pelaksana lelang sering membuat spesifikasi yang tidak sesuai dengan instruksi Presiden.
Bahkan, spesifikasi yang dibuat cenderung berpihak kepada produk impor. Tidak jarang terjadi antara instansi dan importir yang menjadi vendor telah membuat kesepakatan jangka panjang, dan ini menutup peluang pelaku industri dalam negeri untuk bisa memenangkan lelang. (Baca juga: Usai Liburan, Kembali Bugar dengan Olahraga Ringan)
Oleh karena itu, tidak heran jika pemasok pengadaan proyek pemerintah ataupun BUMN sudah bisa diketahui sebelum lelang dilakukan. Bahkan, tidak jarang, begitu anggaran proyek disetujui, secara tidak resmi pemasoknya sudah ditunjuk.