UU Cipta Kerja Sah Berlaku, Ini Ketentuan PHK yang Diteken Jokowi

Selasa, 03 November 2020 - 12:09 WIB
loading...
UU Cipta Kerja Sah Berlaku, Ini Ketentuan PHK yang Diteken Jokowi
Undang-undang (UU) Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 mengubah ketentuan tentang pemutusan hubungan kerja (PHK) antara pengusaha dan pekerja. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Undang-undang (UU) Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 mengubah ketentuan tentang pemutusan hubungan kerja (PHK) antara pengusaha dan pekerja. Pengubahan ketentuan itu diatur dalam Pasal 81 angka 37. Aturan ini mengubah ketentuan Pasal 151 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.

Adapun pernyatan itu yakni pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambil alihan, atau pemisahan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh.

(Baca Juga: Diteken Malam-malam, Cek Sistem Upah di UU Cipta Kerja yang Disetujui Jokowi )

Lalu, perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan perusahaan yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian. Serta, perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun. Lalu, perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeur).

(Baca juga : Akui Typo di UU Cipta Kerja, Mensesneg: Tidak Berpengaruh ke Implementasi )

Lanjutnya, PHK bisa terjadi jika perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang atau perusahaan pailit. Sementara itu, pengusaha dilarang melakukan PHK jika pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus.

(Baca juga : Ini 10 Universitas yang Alumninya Paling Banyak Lulus CPNS 2019 )

Lalu, berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Serta menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya, menikah, hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.

Serta melarang melakukan PHK jika mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan.

(Baca Juga: Kajian Buruh: UU Cipta Kerja Mengembalikan Rezim Upah Murah )

Lalu mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja.

Adapun peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, mengadukan pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan, berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan dan dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1877 seconds (0.1#10.140)