Pelaku Usaha Dituntut Kreatif dan Out of The Box

Kamis, 05 November 2020 - 06:35 WIB
loading...
Pelaku Usaha Dituntut Kreatif dan Out of The Box
Webinar Session mengambil tema Ciptakan Jiwa Kreatif dan Produktif Selama Pandemi dengan narasumber Creativepreneur, CEO, & Partner at Disrupto Gupta Sitorus (dua kiri) dan Owner RadjaCendol & ES Teh Indonesia Danu Sofwan (kanan) dipandu oleh praktisi m
A A A
JAKARTA - Dampak pandemi Covid-19 yang melanda Tanah Air dan negara-negara lain di dunia masih terasa hingga saat ini. Meski mulai menggeliat, namun kinerja sektor ekonomi belum sepenuhnya pulih. Kondisi ini menuntut para pelaku usaha untuk terus melakukan improvisasi agar bisa bertahan.



Di masa pandemi sebagian sektor usaha tak sedikit yang berhasil bertahan (survive), bahkan mampu meraup keuntungan. Akan tetapi, tentu saja caranya tidak mudah, perlu strategi yang tidak biasa untuk melewati masa-masa penuh tantangan ini. (Baca: Waspada dengan Virus Kejahilan)

CEO dan Partner Disrupto Gupta Sitorus mengatakan bahwa semua orang merasakan dampak dari pandemi, baik secara individu maupun bisnis. Di sektor usaha, salah satu yang paling terdampak adalah food and beverage (F&B). Namun, pada saat bersamaan sektor ini dinilai paling bisa bangkit cepat. Terlebih lagi bagi pelaku usaha yang kreatif dan berpikir out of the box.

“Mau itu pandemi atau tidak, memang kita harus bergerak. Kalau kita lihat selama enam bulan terakhir, cukup mengejutkan kalau teman-teman punya jalan untuk bertahan,” kata Gupta dalam webinar bertajuk “Ciptakan Jiwa Kreatif dan Produktif Selama Pandemi” di Jakarta, Rabu (4/11/2020).

Pada diskusi yang digelar SINDOnews.com bersama Satuan Tugas Penanganan Covid-19 tersebut, Gupta mengungkapkan bahwa bisnis yang dirintisnya juga berupaya bertahan di tengah pandemi. Menurutnya, platform teknologi yang dikelolanya memberikan panggung bagi pekerja yang berada di sektor inovasi. Tahun lalu sebelum ada pandemi, ujar Gupta, pihaknya sudah melakukan beberapa proyeksi untuk bertahan di tahun berikutnya.

Satu di antaranya yang diwujudkan di masa pandemi yaitu penyelenggaraan festival teknologi virtual yang pertama di Indonesia pada Juni 2020. Kegiatan itu berhasil menarik audiens hingga 350.000 orang selama tiga hari dengan pembicara dari dalam maupun luar negeri. (Baca juga: Banyak Persoalan, MPR Minta Kemendikbud Evaluasi Pelaksanaan PJJ)

“Ini sebuah kemampuan teman-teman belajar dari masa lalu, mencari apa yang terjadi di saat ini, dan kemudian memproyeksikan di masa depan. Inilah yang kami lakukan, baik secara bisnis model maupun taktis,” katanya.

Gupta menilai industri kreatif menuntut para pekerja untuk selalu kreatif dan meramal apa yang terjadi di masa depan. Karena itu, sangat penting belajar dari masa lalu, merincikan yang terjadi di masa sekarang, dan memproyeksikan atau melihat peluang masa depan.

Sektor usaha makanan dan minuman memang menjadi salah satu lini bisnis yang terdampak pandemi Covid-19. Namun, pada saat bersamaan, jenis usaha tersebut juga terus menggeliat. Saat ini bahkan banyak orang yang mulai beralih menjajakan produk buatannya dengan memanfaatkan teknologi digital.

Danu Sofwan, seorang pengusaha muda yang menggeluti bidang makanan-minuman, mengakui siapa pun yang ingin membuka usaha harus pintar melihat momentum dan peluang. Menurutnya, jangan pernah meremehkan segala sesuatu, termasuk produk tradisional. (Baca juga: Benarkah Penyitas Covid-19 Tak Akan Terinfeksi Lagi?)

“Kalau teman-teman pintar melihat momentum, peluang, pasti akan menjadi sesuatu. Bagaimana caranya? Kalau di bisnis, ada rebranding, repackaging, repositioning,” papar Pendiri Radja Cendol dan Es Teh Indonesia itu.

Dia mencontohkan, produk cendol dan es teh yang digelutinya, dibangun dengan brand dan citra produk di mana targetnya untuk menaikkan level minuman khas tersebut. Kemudian, kata dia, melalui pengemasan ulang (repackaging), wadah jajanan tradisional itu tidak lagi menggunakan plastik atau gelas sehingga lebih higienis.

Selain itu, Danu juga menjalin kemitraan dengan berbagai pihak. Saat ini outlet Radja Cendol yang dibangun sejak 2014 sudah mencapai 800 outlet yang tersebar di berbagai daerah seperti di Jabodetabek, Cirebon, Ambon, Lubuk Linggau, hingga di Merauke. Bahkan, sudah ada mitra yang menjual jajanan tersebut di Hong Kong.

Di era saat ini, lanjut Danu, ada paradigma baru yang perlu dipahami pelaku usaha. Jika sebelumnya berfokus pada market share, kini beralih menjadi customer share. Demikian juga dari transaksi menjadi relasi, dari customer satisfaction menjadi customer experience.

“Jadi, yang harus kita pikirkan adalah gimana caranya transaksi yang kita lakukan itu membangun hubungan emosional dengan audiens atau pelanggan,” imbuhnya. (Baca juga: Typo UU Ciptaker HUman Error, Kemensetneg Beri Sanksi Disiplin ke Pejabatnya)

Pada diskusi tersebut Sofwan juga membagikan dua konsep strategi agar usaha tetap bertahan di tengah pandemi. Pertama, yaitu TOP alias Threat, Opportunity, dan Potency. Berikutnya adalah data driven, empathy, surviving/servicing, preparing, actualizing, cash reserved, internet of things, the next normal, dan optimism atau DESPACITO.

“Radja Cendol bisa selamat karena data. Teman-teman yang punya usaha, please building atau list data base, kira-kira siapa saja yang bisa teman-teman tawarkan. Kalau Radja Cendol, ketika tidak bisa dine in, kita manfaatkan data base di e-mail. Selain untuk kemitraan, akan lebih mudah menawarkan promosi, penawaran terbaru yang sudah tahu kita,” urainya.

Menurut dia, tujuan dari membangun bisnis adalah membangun aset, baik itu aset fisik maupun nonfisik. Aset fisik menjadi tugasnya marketing, sementara nonfisik menjadi tanggung jawab bagian branding. (Baca juga: Industri Sawit Redup, Ini Sebabnya)

Hal lainnya yang juga perlu dipahami pelaku usaha, lanjut Danu, yaitu siklus bisnis. Siklus pertama yaitu tahap starting atau memulai bisnis.

“Tahap ini biasa disebut dengan tahap yang berdarah-darah. Orientasi enggak boleh langsung untung-untung, cuan, cuan, sells. Jangan dulu ke situ. Bagaimana caranya membuat orang sebanyak-banyaknya tahu dulu siapa kita, apa produk/jasa yang kita tawarkan. Perlu pengenalan, penjajakan, pendekatan,” ungkapnya.

Setelah sudah banyak yang tahu, maka dapat masuk ke tahap kedua yakni monetizing. Di fase ini mulai melakukan penjualan dan memikirkan cara untuk meraup omzet. (Lihat videonya: Trump dan Biden Saling Kalim Menang di Pilpres 2020)

Berikutnya adalah tahap systemizing atau membangun struktur atau sistem, baik itu bisnis model franchise; dropshipper, reseller, distributor (DRD); dan lainnya. Tahap selanjutnya yaitu pengembangan, dan terakhir adalah menjaga atau mengelola bisnis. (Faorick Pakpahan)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1566 seconds (0.1#10.140)