Sertifikasi Profesi Jamin Standar Kompetensi Tenaga Kerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah perlu mewajibkan tenaga kerja baru di Indonesia memiliki sertifikasi profesi untuk meningkatkan jumlah pekerja besertifikat dan menunjang keahliannya.
Sertifikat profesi memang sedikit sulit didapatkan. Apalagi, biaya yang dikeluarkan untuk memilikinya pun tidaklah murah. Namun, saat sudah memiliki sertifikat ini para pekerja akan mendapatkan manfaat yang cukup besar. (Baca: Di Manakah Tempat Sifat Ikhlas Itu?)
Manfaat program sertifikasi bagi pekerja antara lain promo profesi di bidang industri dan pasar tenaga kerja serta menjamin pengakuan kompetensi pekerja. Sementara bagi perusahaan, adanya sertifikasi membantu remunerasi pegawai, memudahkan rekrutmen, dan promosi pegawai. Selain itu, program sertifikasi bermanfaat dalam memastikan efisiensi dan efektivitas pengembangan program.
Menurut data Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) pada 2018 akumulasi pemegang sertifikat kompetensi mencapai 3,8 juta tenaga kerja . Namun, untuk menjadi sebuah negara maju Indonesia perlu mengejar kekurangan 58 juta tenaga kerja besertifikat.
Oleh karena itu, dibutuhkan 2 juta tenaga kerja tersertifikasi setiap tahunnya. Dalam pemenuhan tenaga kerja besertifikat, Kementerian Ketenagakerjaan menargetkan sebanyak 1,2 juta tenaga kerja besertifikat.
Wakil Ketua Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Miftakul Azis mengungkapkan, sertifikasi profesi bertujuan untuk memastikan kompetisi seseorang yang telah didapatkan melalui pembelajaran, pelatihan, ataupun pengalaman kerja. Sertifikasi biasanya diberikan oleh organisasi atau asosiasi profesi yang mengetahui dengan pasti suatu kompetensi profesional dalam bidang tertentu. (Baca juga: Kampus Merdeka Siapkan Mahasiswa untuk Hadapi Tantangan Global)
Sertifikasi yang diberikan organisasi atau asosiasi profesi memberikan jaminan bahwa orang yang menyandangnya telah mendapatkan standar kompetensi tertentu. Dalam beberapa bidang profesi, sertifikasi sering sekali dijadikan persyaratan untuk suatu pekerjaan. Sebagai contoh, sertifikasi untuk akuntan publik, pilot, arsitektur, desain grafis, dan sebagainya.
Untuk bisa mendapatkan sertifikasi profesi, para pekerja harus mengikuti sejumlah pelatihan dan juga uji kompetensi sesuai dengan bidangnya. "Untuk mendapatkan sertifikasi dari BNSP, para calon trainer wajib mengikuti pelatihan sertifikasi berbasis kompetensi seperti proses penilaian, baik teknis maupun nonteknis, melalui pengumpulan bukti yang relevan untuk menentukan apakah seseorang sudah kompeten pada bidangnya," jelasnya.
Sebagai contoh, seseorang yang ingin berprofesi sebagai bidan, wajib mengikuti uji kompetisi dan memiliki sertifikasi profesi bidan yang dikeluarkan oleh Ikatan Bidan Indonesia (IBI). Pengujian yang dilakukan tentunya meliputi kompetisi yang dibutuhkan untuk bisa menjadi bidan.
Namun, masih banyak masyarakat yang belum mengerti pentingnya memiliki sertifikasi profesi . Hal ini pun ditegaskan Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Ketenagakerjaan Bob Azzam mengatakan, saat ini sertifikasi belum jadi kebutuhan para pekerja karena masih sebatas untuk kegiatan formalitas. Terlebih, sertifikasi profesi pekerja di Indonesia saat ini belum menjadi acuan kualitas SDM.
"Banyak keluhan sertifikasi yang mahal, selain itu juga belum menjadi acuan kualitas SDM apabila mendaftar ke perusahaan," tambahnya. (Baca juga: Perkuat Imunitas dengan Konsumsi Buah)
Tentunya, dengan banyaknya profesi baru yang memiliki sertifikat khusus akan memunculkan standar kompetensi SDM. Standar tersebut menjadi sebuah acuan penilaian apakah pekerja sudah memenuhi standar atau belum sehingga daya saing SDM Tanah Air dan produktivitas pekerja akan meningkat.
Untuk meningkatkan sertifikasi para pekerja dapat dilakukan terobosan dengan mewajibkan sertifikasi di bidang tertentu yang memegang peranan penting di sebuah perusahaan seperti posisi manajer dan tenaga ahli yang harus tersertifikasi.
"Kalau tidak memiliki sertifikat, ya tidak boleh menjabat. Banyak kasus di perusahaan, pelanggaran norma karena tidak mengerti atau kurang profesionalnya pejabat perusahaan yang menangani SDM karena mereka tidak bersertifikat keahlian yang sesuai dengan posisi mereka," jelas Bob.
Selain itu, untuk mendorong sertifikasi pemerintah dapat mewajibkan 10 profesi pada tahun ini untuk wajib memiliki sertifikasi, lalu 50 profesi pada tahun depan sehingga dalam 5 tahun ke depan terdapat 350 profesi yang wajib tersertifikasi. (Baca juga: Kampanye Tatap Muka Meningkat, Kampanye Daring Turun)
Bahkan di Amerika Serikat, menurut Bob, profesi potong rambut dan ahli make up harus memiliki sertifikat sebagai bentuk perlindungan konsumen dan menjadi bukti hak paten atas karya mereka. "Indonesia seharusnya seperti itu, walaupun sudah ada beberapa profesi yang memegang sertifikat keahliannya," tambahnya.
Wakil Sekretaris Jenderal Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Erika Ferdinata menuturkan, sertifikasi pekerja di sektor konstruksi masih terkendala karena sertifikasi baru dilakukan saat perusahaan mengikuti tender, terutama untuk proyek pemerintah.
Seharusnya, sertifikasi profesi adalah kesadaran dari para pekerja konstruksi itu sendiri. Bukan karena ikut tender baru pekerjanya besertifikat. "Kalau sistemnya seperti itu kan karena mengikuti kepentingan perusahaan. Salah satu syarat tender, ya pekerjanya harus ada sertifikasi," jelasnya. (Baca juga: Gelaran ICTM Dorong Pertumbuhan Ekonomi)
Untuk bisa mendorong sertifikasi profesi dapat dilakukan dengan cara digital sehingga mempermudah para pekerja untuk mengurus sertifikasi sendiri. Selain itu, dengan sertifikasi secara digital biaya yang dikeluarkan para pekerja tidak banyak karena tidak perlu mengeluarkan biaya akomodasi dan transportasi apabila lokasinya jauh.
Tentunya dengan sertifikasi yang bisa diperoleh secara digital, memberikan kemudahan bagi para pekerja ?untuk bisa memiliki sertifikat itu, karena selama ini sertifikat tenaga kerja hanya bisa dikeluarkan jika ada kerja sama antara perusahaan tempat bekerja dan lembaga terkait.
"Dengan sertifikat digital ini, para pekerja bisa memiliki sertifikat sesuai dengan profesinya dan dikelola sendiri oleh pekerjanya," tutur Erika.
Erika menambahkan, dalam industri konstruksi selama ini hanya proyek pemerintah saja yang mewajibkan para pekerjanya memiliki sertifikasi profesi. Seharusnya pemerintah juga mengharuskan hal ini untuk tenaga kerja swasta supaya ada peningkatan SDM. (Lihat videonya: Pemda DKI Jakarta Berencana Perpanjang Masa PSBB Transisi)
Tentunya dengan kewajiban sertifikasi profesi ini, para pekerja baru bisa menyertifikasi keahliannya masing-masing. Sehingga memiliki daya saing kuat di dunia kerja. (Aprilia S Andyna)
Sertifikat profesi memang sedikit sulit didapatkan. Apalagi, biaya yang dikeluarkan untuk memilikinya pun tidaklah murah. Namun, saat sudah memiliki sertifikat ini para pekerja akan mendapatkan manfaat yang cukup besar. (Baca: Di Manakah Tempat Sifat Ikhlas Itu?)
Manfaat program sertifikasi bagi pekerja antara lain promo profesi di bidang industri dan pasar tenaga kerja serta menjamin pengakuan kompetensi pekerja. Sementara bagi perusahaan, adanya sertifikasi membantu remunerasi pegawai, memudahkan rekrutmen, dan promosi pegawai. Selain itu, program sertifikasi bermanfaat dalam memastikan efisiensi dan efektivitas pengembangan program.
Menurut data Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) pada 2018 akumulasi pemegang sertifikat kompetensi mencapai 3,8 juta tenaga kerja . Namun, untuk menjadi sebuah negara maju Indonesia perlu mengejar kekurangan 58 juta tenaga kerja besertifikat.
Oleh karena itu, dibutuhkan 2 juta tenaga kerja tersertifikasi setiap tahunnya. Dalam pemenuhan tenaga kerja besertifikat, Kementerian Ketenagakerjaan menargetkan sebanyak 1,2 juta tenaga kerja besertifikat.
Wakil Ketua Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Miftakul Azis mengungkapkan, sertifikasi profesi bertujuan untuk memastikan kompetisi seseorang yang telah didapatkan melalui pembelajaran, pelatihan, ataupun pengalaman kerja. Sertifikasi biasanya diberikan oleh organisasi atau asosiasi profesi yang mengetahui dengan pasti suatu kompetensi profesional dalam bidang tertentu. (Baca juga: Kampus Merdeka Siapkan Mahasiswa untuk Hadapi Tantangan Global)
Sertifikasi yang diberikan organisasi atau asosiasi profesi memberikan jaminan bahwa orang yang menyandangnya telah mendapatkan standar kompetensi tertentu. Dalam beberapa bidang profesi, sertifikasi sering sekali dijadikan persyaratan untuk suatu pekerjaan. Sebagai contoh, sertifikasi untuk akuntan publik, pilot, arsitektur, desain grafis, dan sebagainya.
Untuk bisa mendapatkan sertifikasi profesi, para pekerja harus mengikuti sejumlah pelatihan dan juga uji kompetensi sesuai dengan bidangnya. "Untuk mendapatkan sertifikasi dari BNSP, para calon trainer wajib mengikuti pelatihan sertifikasi berbasis kompetensi seperti proses penilaian, baik teknis maupun nonteknis, melalui pengumpulan bukti yang relevan untuk menentukan apakah seseorang sudah kompeten pada bidangnya," jelasnya.
Sebagai contoh, seseorang yang ingin berprofesi sebagai bidan, wajib mengikuti uji kompetisi dan memiliki sertifikasi profesi bidan yang dikeluarkan oleh Ikatan Bidan Indonesia (IBI). Pengujian yang dilakukan tentunya meliputi kompetisi yang dibutuhkan untuk bisa menjadi bidan.
Namun, masih banyak masyarakat yang belum mengerti pentingnya memiliki sertifikasi profesi . Hal ini pun ditegaskan Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Ketenagakerjaan Bob Azzam mengatakan, saat ini sertifikasi belum jadi kebutuhan para pekerja karena masih sebatas untuk kegiatan formalitas. Terlebih, sertifikasi profesi pekerja di Indonesia saat ini belum menjadi acuan kualitas SDM.
"Banyak keluhan sertifikasi yang mahal, selain itu juga belum menjadi acuan kualitas SDM apabila mendaftar ke perusahaan," tambahnya. (Baca juga: Perkuat Imunitas dengan Konsumsi Buah)
Tentunya, dengan banyaknya profesi baru yang memiliki sertifikat khusus akan memunculkan standar kompetensi SDM. Standar tersebut menjadi sebuah acuan penilaian apakah pekerja sudah memenuhi standar atau belum sehingga daya saing SDM Tanah Air dan produktivitas pekerja akan meningkat.
Untuk meningkatkan sertifikasi para pekerja dapat dilakukan terobosan dengan mewajibkan sertifikasi di bidang tertentu yang memegang peranan penting di sebuah perusahaan seperti posisi manajer dan tenaga ahli yang harus tersertifikasi.
"Kalau tidak memiliki sertifikat, ya tidak boleh menjabat. Banyak kasus di perusahaan, pelanggaran norma karena tidak mengerti atau kurang profesionalnya pejabat perusahaan yang menangani SDM karena mereka tidak bersertifikat keahlian yang sesuai dengan posisi mereka," jelas Bob.
Selain itu, untuk mendorong sertifikasi pemerintah dapat mewajibkan 10 profesi pada tahun ini untuk wajib memiliki sertifikasi, lalu 50 profesi pada tahun depan sehingga dalam 5 tahun ke depan terdapat 350 profesi yang wajib tersertifikasi. (Baca juga: Kampanye Tatap Muka Meningkat, Kampanye Daring Turun)
Bahkan di Amerika Serikat, menurut Bob, profesi potong rambut dan ahli make up harus memiliki sertifikat sebagai bentuk perlindungan konsumen dan menjadi bukti hak paten atas karya mereka. "Indonesia seharusnya seperti itu, walaupun sudah ada beberapa profesi yang memegang sertifikat keahliannya," tambahnya.
Wakil Sekretaris Jenderal Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Erika Ferdinata menuturkan, sertifikasi pekerja di sektor konstruksi masih terkendala karena sertifikasi baru dilakukan saat perusahaan mengikuti tender, terutama untuk proyek pemerintah.
Seharusnya, sertifikasi profesi adalah kesadaran dari para pekerja konstruksi itu sendiri. Bukan karena ikut tender baru pekerjanya besertifikat. "Kalau sistemnya seperti itu kan karena mengikuti kepentingan perusahaan. Salah satu syarat tender, ya pekerjanya harus ada sertifikasi," jelasnya. (Baca juga: Gelaran ICTM Dorong Pertumbuhan Ekonomi)
Untuk bisa mendorong sertifikasi profesi dapat dilakukan dengan cara digital sehingga mempermudah para pekerja untuk mengurus sertifikasi sendiri. Selain itu, dengan sertifikasi secara digital biaya yang dikeluarkan para pekerja tidak banyak karena tidak perlu mengeluarkan biaya akomodasi dan transportasi apabila lokasinya jauh.
Tentunya dengan sertifikasi yang bisa diperoleh secara digital, memberikan kemudahan bagi para pekerja ?untuk bisa memiliki sertifikat itu, karena selama ini sertifikat tenaga kerja hanya bisa dikeluarkan jika ada kerja sama antara perusahaan tempat bekerja dan lembaga terkait.
"Dengan sertifikat digital ini, para pekerja bisa memiliki sertifikat sesuai dengan profesinya dan dikelola sendiri oleh pekerjanya," tutur Erika.
Erika menambahkan, dalam industri konstruksi selama ini hanya proyek pemerintah saja yang mewajibkan para pekerjanya memiliki sertifikasi profesi. Seharusnya pemerintah juga mengharuskan hal ini untuk tenaga kerja swasta supaya ada peningkatan SDM. (Lihat videonya: Pemda DKI Jakarta Berencana Perpanjang Masa PSBB Transisi)
Tentunya dengan kewajiban sertifikasi profesi ini, para pekerja baru bisa menyertifikasi keahliannya masing-masing. Sehingga memiliki daya saing kuat di dunia kerja. (Aprilia S Andyna)
(ysw)