Menerawang Masa Depan Energi AS di Tangan Joe Biden
loading...
A
A
A
JAKARTA - Joe Biden terpilih sebagai presiden Amerika Serikat (AS) dan siap dilantik bersama wakil presiden terpilih Kamala Harris pada Januari 2021. Kepemimpinannya akan menghadapi tugas berat, termasuk di sektor energi AS yang cukup bergejolak di tangan presiden sebelumnya Donald Trump .
Melansir Reuters, Minggu (8/11/2020), dalam hal penyediaan minyak internasional Biden tampaknya akan menunjukkan gaya diplomasi multilateral yang mirip dengan pemerintahan Demokrat sebelumnya. Itu memberi angin segar bagi anggota OPEC, khususnya Iran dan Venezuela untuk bisa keluar dari sanksi AS dan mulai memompa minyak kembali.
Bagi Iran, momen tersebut bisa membuka peluang bermitra antara dengan AS dan Eropa, mirip dengan kesepakatan yang dicapai di bawah pemerintahan mantan Presiden Barack Obama.
( )
Berbeda dengan Venezuela, Biden tampaknya akan meneruskan sanksi untuk menekan rezim Presiden Nicolas Maduro, namun tak menutup celah diplomatik baru.
Sanksi sepihak oleh Presiden Donald Trump terhadap kedua negara itu telah mempengaruhi sekitar 3 juta barel per hari minyak mentah dari pasar internasional, kurang lebih 3 persen dari pasokan dunia.
Untuk OPEC sendiri, Biden tidak memiliki hubungan akrab layaknya Trump dengan pemimpin de facto Arab Saudi, Putra Mahkota Mohammed bin Salman.
( )
Arab Saudi sendiri adalah suara terbesar di organisasi negara-negara pengekspor minyak itu, Biden mungkin tidak terlibat sedekat yang tengah dijalani AS hari ini. Dia juga lebih cenderung mengandalkan karakteristik diplomatik yang tenang untuk mempengaruhi OPEC, daripada pendekatan Trump saat ini.
Kampanye Biden memang belum merinci bagaimana pendekatannya terhadap produksi minyak, tetapi yang pasti bagi Biden harga minyak harus cukup tinggi untuk bahan bakar fosil kompetitif guna melancarkan alternatif energi bersih yang dia gaungkan, serta mendukung rencana iklimnya yang ambisius.
Dalam hal energi hijau, pemerintahan Biden terlihat akan berusaha untuk memasukkan kembali Perjanjian Iklim Paris, sebuah pakta internasional yang dinegosiasikan selama pemerintahan Obama untuk memerangi pemanasan global, namun telah ditarik Trump baru-baru ini karena dinilai dapat merugikan ekonomi AS.
Biden juga telah berjanji untuk membuat AS mencapai status bebas emisi karbon pada 2050, termasuk membuat industri listrik menjadi energi bersih pada 2035. Khusus hal itu tampaknya akan sulit dicapai tanpa mayoritas Partai Demokrat di Kongres, sementara Republik mengklaim kemenangan utama di Kongres AS.
Sedangkan terkait pengeboran energi oleh AS, sejauh ini Trump telah berusaha untuk memaksimalkan produksi minyak dan gas domestik. Sedangkan Biden berjanji untuk melarang penerbitan izin pengeboran baru di tanah dan perairan AS untuk melawan perubahan iklim global.
( )
Menurut data Departemen Dalam Negeri AS, negara itu tercatat telah menghasilkan hampir 3 juta barel minyak mentah per hari pada 2019, bersama dengan 13,2 miliar kaki kubik gas alam per hari. Itu sekitar seperempat dari total produksi minyak domestik, dan lebih dari seperdelapan dari total produksi gas AS.
Langkah Biden akan berdampak pada pendapatan publik, di mana produksi minyak dan gas AS telah menghasilkan sekitar USD12 miliar pendapatan publik pada 2019. Tidak salah ketika menyebut empat tahun masa kepemimpinan akan menjadi tantangan berat bagi Biden dan Harris.
Melansir Reuters, Minggu (8/11/2020), dalam hal penyediaan minyak internasional Biden tampaknya akan menunjukkan gaya diplomasi multilateral yang mirip dengan pemerintahan Demokrat sebelumnya. Itu memberi angin segar bagi anggota OPEC, khususnya Iran dan Venezuela untuk bisa keluar dari sanksi AS dan mulai memompa minyak kembali.
Bagi Iran, momen tersebut bisa membuka peluang bermitra antara dengan AS dan Eropa, mirip dengan kesepakatan yang dicapai di bawah pemerintahan mantan Presiden Barack Obama.
( )
Berbeda dengan Venezuela, Biden tampaknya akan meneruskan sanksi untuk menekan rezim Presiden Nicolas Maduro, namun tak menutup celah diplomatik baru.
Sanksi sepihak oleh Presiden Donald Trump terhadap kedua negara itu telah mempengaruhi sekitar 3 juta barel per hari minyak mentah dari pasar internasional, kurang lebih 3 persen dari pasokan dunia.
Untuk OPEC sendiri, Biden tidak memiliki hubungan akrab layaknya Trump dengan pemimpin de facto Arab Saudi, Putra Mahkota Mohammed bin Salman.
( )
Arab Saudi sendiri adalah suara terbesar di organisasi negara-negara pengekspor minyak itu, Biden mungkin tidak terlibat sedekat yang tengah dijalani AS hari ini. Dia juga lebih cenderung mengandalkan karakteristik diplomatik yang tenang untuk mempengaruhi OPEC, daripada pendekatan Trump saat ini.
Kampanye Biden memang belum merinci bagaimana pendekatannya terhadap produksi minyak, tetapi yang pasti bagi Biden harga minyak harus cukup tinggi untuk bahan bakar fosil kompetitif guna melancarkan alternatif energi bersih yang dia gaungkan, serta mendukung rencana iklimnya yang ambisius.
Dalam hal energi hijau, pemerintahan Biden terlihat akan berusaha untuk memasukkan kembali Perjanjian Iklim Paris, sebuah pakta internasional yang dinegosiasikan selama pemerintahan Obama untuk memerangi pemanasan global, namun telah ditarik Trump baru-baru ini karena dinilai dapat merugikan ekonomi AS.
Biden juga telah berjanji untuk membuat AS mencapai status bebas emisi karbon pada 2050, termasuk membuat industri listrik menjadi energi bersih pada 2035. Khusus hal itu tampaknya akan sulit dicapai tanpa mayoritas Partai Demokrat di Kongres, sementara Republik mengklaim kemenangan utama di Kongres AS.
Sedangkan terkait pengeboran energi oleh AS, sejauh ini Trump telah berusaha untuk memaksimalkan produksi minyak dan gas domestik. Sedangkan Biden berjanji untuk melarang penerbitan izin pengeboran baru di tanah dan perairan AS untuk melawan perubahan iklim global.
( )
Menurut data Departemen Dalam Negeri AS, negara itu tercatat telah menghasilkan hampir 3 juta barel minyak mentah per hari pada 2019, bersama dengan 13,2 miliar kaki kubik gas alam per hari. Itu sekitar seperempat dari total produksi minyak domestik, dan lebih dari seperdelapan dari total produksi gas AS.
Langkah Biden akan berdampak pada pendapatan publik, di mana produksi minyak dan gas AS telah menghasilkan sekitar USD12 miliar pendapatan publik pada 2019. Tidak salah ketika menyebut empat tahun masa kepemimpinan akan menjadi tantangan berat bagi Biden dan Harris.
(ind)