Membaca 'Biden Effect' di Perdagangan dan Nasib Negosiasi LTD Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Calon Presiden (capres) Amerika Serikat (AS) Joe Biden unggul dalam perolehan suara electoral dibandingkan capres petahana Donald Trump. Arah kebijakan presiden baru ini dinantikan, termasuk di sektor perdagangan.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, Biden akan memberikan harapan baru bagi AS dan kepemimpinan di dunia.
Walaupun demikian kebijakan Biden juga tidak akan pro perdagangan bebas (free trade) sepenuhnya, tetapi lebih akan mengupayakan keseimbangan antara proteksi pasar AS dari impor, khususnya dari China dan negara-negara lain yang dianggap melakukan persaingan dagang tidak sehat.
"Oleh karena itu, Biden kemungkinan besar tidak serta merta akan menghentikan trade war, review ataupun penyelidikan-penyelidikan dagang terkait aktifitas perdagangan AS dengan negara-negara lain," ujarnya kepada MNC News Portal, Minggu (8/11/2020).
( )
Bahkan, lanjut dia, dalam presentasi economic plan-nya berjudul Made in All of America, menunjukkan adanya kemauan politik untuk memproteksi pasar AS dan penciptaan lapangan kerja.
Biden mengatakan bahwa dia tidak sungkan untuk mengenakan tarif atau hambatan dagang lainnya pada rekan dagang yang dianggap merugikan AS.
Isu terkait persaingan dagang yang tidak sehat bisa meliputi isu dumping dan subsidi perdagangan hingga persaingan usaha tidak sehat karena peran BUMN di negara pesaing (China).
"Jadi, pada prinsipnya kebijakan Biden akan relatif sama dengan Trump. Hanya saja konsep yang diusung Biden lebih terstruktur (bukan sporadis seperti Trump) mengarah pada konsep fair trade," ungkap dia.
( )
Menurut Shinta, Biden akan lebih terbuka untuk menciptakan kompromi dagang yang mengarah pada konsep fair trade ini dengan negara-negara yang saat ini sedang sangat ditekan oleh kebijakan-kebijakan perdagangan Trump.
Dia menambahkan, pemerintahan Demokrat cenderung lebih formal dan selaras dengan prinsip multilateral. Di satu sisi ini menciptakan kepastian yang baik dalam relasi dagang dan investasi karena kesuksesan kebijakan.
Namun, di sisi negatifnya penekanan pada fair trade yang menyebabkan peningkatan kasus-kasus trade remedies yang dilakukan AS secara bilateral maupun multilateral terhadap Indonesia.
( )
Dengan Biden, limited trade deal (LTD) yang diusulkan Indonesia mungkin akan membutuhkan waktu lebih lama atau perlu ditransformasikan karena Biden punya agenda tersendiri terkait mulitlateralisme sehingga kemungkinan AS akan beralih menjadi lebih menyukai trade deal yang selaras dengan aturan WTO seperti perjanjian perdagangan bebas (FTA) atau perjanjian ekonomi komprehensif (CEPA).
"Di luar itu, kami tidak memproyeksikan banyak perubahan, sebab semua tergantung pada daya tarik iklim usaha dan investasi Indonesia, khususnya karena konflik AS-China dan negara-negara cenderung terus dipertahankan oleh Biden. Pasalnya kebutuhan ekonomi internalnya sendiri, khususnya untuk job creation," tandasnya.
Simak Video: Sejumlah Pemimpin Dunia Ucapkan Selamat Untuk Biden-Harris
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, Biden akan memberikan harapan baru bagi AS dan kepemimpinan di dunia.
Walaupun demikian kebijakan Biden juga tidak akan pro perdagangan bebas (free trade) sepenuhnya, tetapi lebih akan mengupayakan keseimbangan antara proteksi pasar AS dari impor, khususnya dari China dan negara-negara lain yang dianggap melakukan persaingan dagang tidak sehat.
"Oleh karena itu, Biden kemungkinan besar tidak serta merta akan menghentikan trade war, review ataupun penyelidikan-penyelidikan dagang terkait aktifitas perdagangan AS dengan negara-negara lain," ujarnya kepada MNC News Portal, Minggu (8/11/2020).
( )
Bahkan, lanjut dia, dalam presentasi economic plan-nya berjudul Made in All of America, menunjukkan adanya kemauan politik untuk memproteksi pasar AS dan penciptaan lapangan kerja.
Biden mengatakan bahwa dia tidak sungkan untuk mengenakan tarif atau hambatan dagang lainnya pada rekan dagang yang dianggap merugikan AS.
Isu terkait persaingan dagang yang tidak sehat bisa meliputi isu dumping dan subsidi perdagangan hingga persaingan usaha tidak sehat karena peran BUMN di negara pesaing (China).
"Jadi, pada prinsipnya kebijakan Biden akan relatif sama dengan Trump. Hanya saja konsep yang diusung Biden lebih terstruktur (bukan sporadis seperti Trump) mengarah pada konsep fair trade," ungkap dia.
( )
Menurut Shinta, Biden akan lebih terbuka untuk menciptakan kompromi dagang yang mengarah pada konsep fair trade ini dengan negara-negara yang saat ini sedang sangat ditekan oleh kebijakan-kebijakan perdagangan Trump.
Dia menambahkan, pemerintahan Demokrat cenderung lebih formal dan selaras dengan prinsip multilateral. Di satu sisi ini menciptakan kepastian yang baik dalam relasi dagang dan investasi karena kesuksesan kebijakan.
Namun, di sisi negatifnya penekanan pada fair trade yang menyebabkan peningkatan kasus-kasus trade remedies yang dilakukan AS secara bilateral maupun multilateral terhadap Indonesia.
( )
Dengan Biden, limited trade deal (LTD) yang diusulkan Indonesia mungkin akan membutuhkan waktu lebih lama atau perlu ditransformasikan karena Biden punya agenda tersendiri terkait mulitlateralisme sehingga kemungkinan AS akan beralih menjadi lebih menyukai trade deal yang selaras dengan aturan WTO seperti perjanjian perdagangan bebas (FTA) atau perjanjian ekonomi komprehensif (CEPA).
"Di luar itu, kami tidak memproyeksikan banyak perubahan, sebab semua tergantung pada daya tarik iklim usaha dan investasi Indonesia, khususnya karena konflik AS-China dan negara-negara cenderung terus dipertahankan oleh Biden. Pasalnya kebutuhan ekonomi internalnya sendiri, khususnya untuk job creation," tandasnya.
Simak Video: Sejumlah Pemimpin Dunia Ucapkan Selamat Untuk Biden-Harris
(ind)