Co-Firing Solusi Sampah untuk Pembangkit Listrik, Genjot Target Bauran Energi

Senin, 09 November 2020 - 11:53 WIB
loading...
Co-Firing Solusi Sampah...
Direktorat Jenderal EBTKE bekerja sama dengan PT PLN (Persero) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Nasional Cofiring Biomassa pada PLTU, Jumat (6/11/2020).
A A A
JAKARTA - Direktorat Jenderal EBTKE bekerja sama dengan PT PLN (Persero) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Nasional Cofiring Biomassa pada PLTU, Jumat (6/11/2020). Salah satu panelis, Direktur Mega Proyek PT PLN (Persero), M Ikhsan Asaad menyebutkan, masalah sampah perlu mendapat perhatian serius dan program co-firing PLTU ini diharapkan dapat mewujudkan sampah menjadi sumber energi baru terbarukan dan memilliki nilai ekonomis dalam bidang energi. Penggunaan sampah sebagai bahan bakar dapat menjadi salah satu solusi penanganan sampah di perkotaan.

“Program co-firing ini menjadi unggulan PLN untuk mempercepat bauran energi baru terbarukan (EBT) hingga 23 persen di tahun 2025. Saat ini, bauran EBT baru mencapai 14 persen. Namun, pihaknya memerlukan berbagai akselerasi untuk mencapai target EBT pada tahun 2025 itu,” ungkapnya.

Untuk mencapai itu semua perlu mengembangkan skema co-firing. Program cofiring ini bagian dari green transformasi PLN yang telah diluncurkan sejak April 2020. “Kami melihat, potensi pengembangan cofiring cukup tinggi," ungkap M. Ikhsan Asaad.
Di Indonesia itu, lanjut mantan General Manager PLN UID Jakarta Raya ini, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang saat ini beroperasi cukup banyak dengan kapasitas serta bauran lebih dari 50 persen dari energi yang dibangkitkan.

Berdasarkan evaluasi, ada 52 lokasi PLTU dengan kapasitas mencapai 18 GW yang dapat beroperasi dengan skema cofiring. Melalui skema cofiring, biomassa dan sampah akan diolah jadi pelet sampah, pelet kayu maupun woodchip sebelum dilakukan proses pencampuran dengan batubara dengan proporsi hingga 5 persen.

Diakuinya, program co-firing telah diinisiasi sejak tahun 2017 dan pada 2019 telah diujicobakan pada 19 unit PLTU yang tersebar di seluruh Indonesia melalui anak usaha, PT Indonesia Power dan PT Pembangkitan Jawa Bali. Hasil ujicoba itu, tegasnya, menunjukkan hasil yang baik dan positif.

"Kami juga telah berhasil melakukan komersialisasi operasi di PLTU Paiton menggunakan biomassa dengan porsi mencapai 5 persen. Program cofiring ini sangat berpotensi, tidak hanya untuk meningkatkan penggunaan EBT saja, cofiring juga pada prinsipnya dapat mengurangi bahan bakar fosil batu bara sehingga dapat mengurangi emisi gas karbon," tuturnya.

PT Pembangkit Jawa Bali (PT PJB) telah mendapatkan manfaat melalui proyek cofiring PLTU di Paiton, Jawa Timur. Bahan baku untuk campuran batu bara menggunakan serbuk gergaji kayu (sawdust) dari limbah industri kayu yang dipasok dari wilayah sekitarnya.

Proses yang dijalankan PLTU Paiton adalah sawdust dicampur dengan batu bara, lalu hasil campurannya dibawa ke boiler atau ruang bakar. "Sejak Juni hingga bulan ini, total penggunaan sawdust sebanyak 5.679 ton. Artinya dengan total green energy dapat menghasilkan listrik sebesar 6 ribu MWh," ujar Direktur Operasi I PT PJB Sugiyanto, dalam paparannya saat Forum Group Discussion Nasional Cofiring Biomassa pada PLTU di Jakarta, 5 November 2020.

Menurut Sugiyanto, biomassa serbuk kayu ini termasuk netral karbon, sehingga tidak menambah jumlah karbon di udara. Artinya, bahan biomassa tersebut dapat mengurangi emisi rumah kaca. Dari hasil uji, tercatat emisi SO2 (sulfur dioksida) turun drastis. Pada pengujian dengan batu bara 100 persen menghasilkan 536,2 mg/Nm2, sedangkan saat menggunakan serbuk kayu sebanyak 5 persen, kadar SO2 turun menjadi 285 mg/Nm2.

Ada pun PT Indonesia Power pada Cofiring PLTU Jeranjang, Lombok Barat menggunakan bahan baku jumputan padat (SRF). Setelah melalui uji teknis pada 2019 dan sejumlah perjanjian kerja sama (MoU) dengan Pemprov NTB, pengaplikasiannya mulai berjalan tahun ini.

Bahan bakar jumputan padat didapat dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Kebon Kongok, Desa Suka Makmur, Kecamatan Gerung, Lombok Barat. Total sampah per hari di TPA seluas 8,41 hektare ini sebanyak 469,56 ton per hari. "Dengan jarak tempuh hanya 9 kilometer ke PLTU Jeranjang, pasokan jumputan padat sekira 10 menit waktu tempuh," kata Direktur Operasi II perusahaan tersebut, Bambang Anggono

Kebutuhan serbuk kayu sebanyak 720 ton dapat terpenuhi, demikian pula pada kontrak di bulan ke-2 dan ke-3 yang naik menjadi 900 ton. Pada kontrak ke-4 dan ke-5, kebutuhan PLTU paiton ditingkatkan menjadi 5.000 ton dan sedang dalam proses lelang. Contoh implementasi di PLTU Paiton dapat disimpulkan, bahwa teknologi yang dipakai di negara-negara maju dapat diboyong ke Indonesia. "Paiton bisa dibilang menjadi pionir," kata Sugiyanto.

Penerapan bahan baku biomassa yang dilakukan PT PJB dan PT IP mendapat apresiasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) . "cofiring sejalan dengan narasi dalam RUKN (Rencana Umum Ketenagalistirkan Nasional) tentang pemanfaatan pembangkit listrik dengan pencampuran biomassa," ujar Kepala Seksi Evaluasi Program Penyediaan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Yeni Gusrini.

Co=firing PLTU merupakan strategi paling cocok demi capaian target peran energi baru terbarukan (EBT) sebanyak 23 persen pada 2025 dan 31 persen di 2050. Pasalnya, pengembangan PLTP (Pembangkit Lisrik Tenaga Panas Bumi) memerlukan waktu lama untuk direalisasikan. (syarif wibowo)
(alf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4001 seconds (0.1#10.140)