Siklus 20 Tahunan, Jangan Kaget Jika Nanti Harga Minyak Meroket Lagi

Sabtu, 14 November 2020 - 21:01 WIB
loading...
Siklus 20 Tahunan, Jangan...
Harga minyak dunia diyakini akan menanjak kembali berkaitan dengan siklus setiap 20 tahun sekali. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Rendahnya harga minyak dunia yang saat ini sekitar USD40-an per barel menjadi tantangan berat bagi industri hulu minyak dan gas bumi (migas) . Namun, menurut pakar migas yang juga mantan Wakil Menteri ESDM dan mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini, fenomena ini hanya sebuah siklus yang nanti akan berbalik kembali.

Kondisi harga minyak yang rendah saat ini, dikatakan Rudi, akan berimbas terhadap sulitnya perusahaan migas melakukan investasi di hulu migas terutama untuk kegiatan eksplorasi. Hal ini menurutnya akan berdampak dalam 5-10 tahun ke depan dimana produksi minyak akan berkurang, sehingga harga minyak akan kembali naik.

Ibarat sebuah gelombang, terang Rudi, naik turunnya harga minyak dunia akan selalu terjadi setiap 20 tahun sekali. Harga minyak sendiri menurutnya dipengaruhi oleh besar kecilnya cadangan minyak yang ada di dunia. "Saat ini cadangan dunia sedang besar-besarnya," ucap Rudi yang menjadi Trainer dalam OG Indonesia Business Training dengan tema "Pemahaman Kemampuan Migas Indonesia ke Depan" yang dilangsungkan secara daring, Sabtu (14/11/2020).

(Baca Juga: Beda Sendiri dengan Dunia, Harga Minyak Mentah RI Menguat ke USD38,07 Per Barel)

Dengan cadangan minyak yang sedang besar tersebut, kata dia, maka tentu akan sangat mudah bagi negara-negara kaya minyak untuk memproduksi minyak. "Mudah sekali untuk Saudi Arabia kalau mau naikkan produksi, tambah 1 juta barel, tambah 2 juta barel," ujarnya. Akibatnya, suplai minyak kemudian membanjiri pasar dunia dan harga minyak pun jatuh.

Tetapi setelah melewati masa turunnya harga minyak, Rudi menerangkan harga minyak akan naik kembali. Bahkan saat harga minyak dunia naik kembali maka harganya berpotensi lebih tinggi dibandingkan masa-masa sebelumnya. "Dulu ada (harga minyak) top 60 (USD per barel), terus top 70, top 80, nanti bisa jadi juga top 100," tuturnya.

Karena itu Rudi berkeyakinan masa depan industri hulu migas masih tetap ada. Dia pun bercerita bahwa pada tahun 1980 sudah dikatakan minyak bumi akan habis dalam waktu 10 tahun. "Berarti berhenti di tahun 1990, kenyataannya sekarang 40 tahun kemudian malah berlebih. Cadangan dalam 30 tahun terakhir malah meningkat," bebernya.

Dijelaskan Rudi, sekarang ini minyak bumi bisa habis dalam 60 tahun ke depan jika terus disedot tanpa penemuan cadangan baru. "Tetapi 60 tahun tersebut akan jadi bertambah bila ada eksplorasi. Kapan eksplorasi dilakukan? Kalau harga minyak tinggi. Kapan harga minyak tinggi? Kalau minyak volumenya sudah rendah. Kapan volumenya rendah? Kalau produksinya turun. Kapan produksinya turun? Kalau cadangan dirasa sudah turun. Dan seterusnya setiap 20 tahun akan terjadi seperti itu," paparnya.

Terkait adanya transisi energi di dunia dari energi fosil yang mulai beralih ke energi terbarukan, menurut Rudi energi fosil masih akan tetap bertahan. Saat ini di tahun 2020 energi minyak, gas, dan batubara masih menguasai porsi energi dunia yaitu sebesar 85%. "EBT atau renewable energy memang naik, tetapi energi fosil masih 85 persen," katanya mengingatkan.

(Baca Juga: Menteri Arifin Lantik Jagoan Minyak ITB Jadi Dirjennya)

Transisi energi tersebut menurut Rudi memang akan terjadi, namun masih akan sulit dan butuh waktu lama bagi energi terbarukan yang saat ini porsinya baru 15% untuk menggerogoti porsi energi fosil yang sebesar 85%. "Sekarang saja dengan harga (minyak) turun menjadi semakin sulit minyak digantikan dengan energi yang lain," kata Rudi.

Walaupun kondisi industri hulu migas dunia tengah sulit, Rudi meyakinkan bahwa kegiatan hulu migas tetap berjalan dan tidak akan pernah berhenti. Termasuk di Indonesia, sebab kalau kegiatan hulu migas berhenti maka produksi migas Indonesia akan terjun bebas.

"Hanya dengan pengeboran yang masif akan dapat dipertahankan produksinya," tegasnya. "Contoh PHM (Pertamina Hulu Mahakam), kalau tidak ngebor itu pasti turunnya 20% setahun," tambahnya.
(fai)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1763 seconds (0.1#10.140)