Situasi Krisis, Bank Himbara Tidak Bisa Jadi Penyalur Bantuan Likuiditas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI M. Misbakhun menilai menugaskan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) sebagai penyangga likuiditas bank akan memyebabkan terjadinya conflict of interest. Ia juga mempertanyakan bagaimana bank milik pemerintah jadi mengurus keperluan likuiditas bank lain dan mengurus restrukrisasi kredit nasabah bank lain.
"Sementara pada saat yang bank anggota Himbara harus mengurus restrukrisasi kredit atas nasabah nya sendiri. Akan ada conflict of interest yang kuat dengan di bank-bank lain apabila punya hubungan kredit sindikasi bersama dengan bank Himbara. Konsep ini sangat sulit untuk dilaksanakan," jelasnya lewat keterangan resmi di Jakarta, Minggu (10/5/2020).
Padahal terang dia, selama ini dalam rapat-rapat Komisi XI dengan KSSK adalah menghindari adanya Moral Hazard dan Conflict of Interest. Maka digunakannya bank anggota Himbara ini justru makin membuat bantuan likuiditas yang dipakai untuk program penyelamatan ekonomi makin menunjukkan adanya pelanggaran atas prinsip moral hazard.
"Ini menunjukkan bahwa antar anggota KSSK miskin ide dan tidak punya gagasan baru yang solutif yang membantu sektor riil untuk bangkit kembali. Dan itu merupakan bagian tak terpisahkan atas bagaimana program menyelamatkan sektor keuangan dan perbankan yang di dalamnya ada mata rantai menyelamatkan sektor riil," paparnya.
Stimulus dilakukan melalui relaksasi dan restrukrisasi kredit serta bantuan kredit baru supaya sektor riil bisa bangkit kembali pasca Pandemi Covid19 dan menggerakkan ekonomi seperti sedia kala.
"Harusnya program penyelamatan dan pemulihan ekonomi tidak boleh membuat sistem perbankan nya malah sakit karena skema pemulihan yang dibuat tidak ideal. Serta dipaksakan sebagai kompromi antar anggota KSSK yang masih menjaga hegemoni egosentris lembaganya saja," ujar Misbakhun.
Hasil rapat Komisi XI dengan KSSK pada 6 Mei 2020 sudah membuat kesimpulan yang jelas bahwa pemerintah harus membuat prakiraan biaya yang digunakan untuk program pemulihan ekonomi dimana setiap kebijakan, regulasidan aturan operasional pelaksanaannya harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Komisi XI.
"Sementara pada saat yang bank anggota Himbara harus mengurus restrukrisasi kredit atas nasabah nya sendiri. Akan ada conflict of interest yang kuat dengan di bank-bank lain apabila punya hubungan kredit sindikasi bersama dengan bank Himbara. Konsep ini sangat sulit untuk dilaksanakan," jelasnya lewat keterangan resmi di Jakarta, Minggu (10/5/2020).
Padahal terang dia, selama ini dalam rapat-rapat Komisi XI dengan KSSK adalah menghindari adanya Moral Hazard dan Conflict of Interest. Maka digunakannya bank anggota Himbara ini justru makin membuat bantuan likuiditas yang dipakai untuk program penyelamatan ekonomi makin menunjukkan adanya pelanggaran atas prinsip moral hazard.
"Ini menunjukkan bahwa antar anggota KSSK miskin ide dan tidak punya gagasan baru yang solutif yang membantu sektor riil untuk bangkit kembali. Dan itu merupakan bagian tak terpisahkan atas bagaimana program menyelamatkan sektor keuangan dan perbankan yang di dalamnya ada mata rantai menyelamatkan sektor riil," paparnya.
Stimulus dilakukan melalui relaksasi dan restrukrisasi kredit serta bantuan kredit baru supaya sektor riil bisa bangkit kembali pasca Pandemi Covid19 dan menggerakkan ekonomi seperti sedia kala.
"Harusnya program penyelamatan dan pemulihan ekonomi tidak boleh membuat sistem perbankan nya malah sakit karena skema pemulihan yang dibuat tidak ideal. Serta dipaksakan sebagai kompromi antar anggota KSSK yang masih menjaga hegemoni egosentris lembaganya saja," ujar Misbakhun.
Hasil rapat Komisi XI dengan KSSK pada 6 Mei 2020 sudah membuat kesimpulan yang jelas bahwa pemerintah harus membuat prakiraan biaya yang digunakan untuk program pemulihan ekonomi dimana setiap kebijakan, regulasidan aturan operasional pelaksanaannya harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Komisi XI.
(akr)