Terobosan Jitu Bisnis Properti pada Masa Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - JAKARTA - Pandemi Covid-19 telah meruntuhkan sektor ekonomi Indonesia. Bahkan, sektor properti disebut-sebut anjlok hingga 54%. Kondisi itu perlu disikapi serius oleh para pengembang Indonesia agar perusahaan mereka bisa bertahan.
Pandangan itu disampaikan pengamat properti Agus Kriswandi Basyari, Selasa (17/11). Menurutnya, salah satu imbas pandemi adalah stok rumah yang dimiliki pengembang menjadi sulit terjual karena menurunnya daya beli masyarakat. Karena itu, para pengembang harus memiliki terobosan jitu untuk bisa menarik minat beli konsumen, terutama masyarakat yang masih memiliki simpanan uang dan berniat membeli rumah.
Agus menyebutkan, salah satu yang bisa dilakukan pengembang agar produk mereka laku di pasar adalah dengan membuat promo produk, yaitu menurunkan harga jual rumah.
“Bahkan, kalau perlu pengembang menjualnya dengan harga pokok penjualan (HPP). Tentu itu membuat mereka menjadi tidak memiliki marjin. Tapi, itu strategi agar produk mereka laku terjual,” ujar pemilik usaha properti Pitaloka Land tersebut.
Selain itu, pengembang juga diminta melakukan terobosan-terobosan penting yang bisa mendatangkan animo besar bagi calon konsumen untuk mau melakukan transaksi pembelian rumah. Menurut Agus, setidaknya ada empat terobosan yang bisa dilakukan pengembang untuk meraih minat konsumen. Pertama, memberikan pengurangan pembayaran uang muka, bahkan kalau perlu DP hingga 0%. Kedua, pengembang perlu memberikan subsidi suku bunga bank. Misalnya, suku bunga bank yang semula 10-12% diturunkan menjadi 5-6%.
“Jadi developer membayar kekurangan bunga atau mensubsidi bunga kepada konsumen. Tentunya, kebijakan ini akan berpengaruh terhadap angsuran bulanan konsumen,” ujar Agus.
Terobosan ketiga adalah membebaskan konsumen dari biaya bank seperti provisi, administrasi, asuransi, serta angsuran sebulan yang ditahan. Semua itu bisa dilakukan pengembang untuk menarik minat pasar, sehingga pembeli merasa harga tersebut menjadi lebih terjangkau.
“Terobosan keempat adalah developer perlu membebaskan biaya akad kredit notaris, termasuk di dalamnya biaya AJB (Akte Jual Beli), membayar pajak pembeli BPHTB, serta proses balik nama,” ujar Agus.
Dia yakin, jika terobosan-terobosan itu diterapkan para pengembang, calon konsumen akan tertarik untuk membeli produk perumahan tersebut. Sebab, konsumen bisa mendapatkan harga spesial dengan kualitas sama bagusnya.
"Jika bagi pengembang krisis akibat pandemi adalah kerugian besar karena mereka tidak bisa menjual produknya, bagi konsumen yang memiliki simpanan uang justru sebaliknya. Ini bisa menjadi momen mereka untuk berinvestasi dengan membeli produk diskon," ujar Agus.
Menurutnya, dalam posisi krisis seperti ini, calon pembeli memiliki posisi tawar yang kuat untuk mendapatkan harga properti yang murah. "Pengembang akan berusaha melepas produk propertinya dengan harga yang lebih murah agar bisa terjual. Dan konsumen punya posisi tawar untuk mendapatkan harga murah itu. Ini yang menguntungkan konsumen, karena ketika situasi sudah normal, properti yang dibelinya dengan harga murah tersebut dipastikan akan kembali naik," ujar Agus.
Pandangan itu disampaikan pengamat properti Agus Kriswandi Basyari, Selasa (17/11). Menurutnya, salah satu imbas pandemi adalah stok rumah yang dimiliki pengembang menjadi sulit terjual karena menurunnya daya beli masyarakat. Karena itu, para pengembang harus memiliki terobosan jitu untuk bisa menarik minat beli konsumen, terutama masyarakat yang masih memiliki simpanan uang dan berniat membeli rumah.
Agus menyebutkan, salah satu yang bisa dilakukan pengembang agar produk mereka laku di pasar adalah dengan membuat promo produk, yaitu menurunkan harga jual rumah.
“Bahkan, kalau perlu pengembang menjualnya dengan harga pokok penjualan (HPP). Tentu itu membuat mereka menjadi tidak memiliki marjin. Tapi, itu strategi agar produk mereka laku terjual,” ujar pemilik usaha properti Pitaloka Land tersebut.
Selain itu, pengembang juga diminta melakukan terobosan-terobosan penting yang bisa mendatangkan animo besar bagi calon konsumen untuk mau melakukan transaksi pembelian rumah. Menurut Agus, setidaknya ada empat terobosan yang bisa dilakukan pengembang untuk meraih minat konsumen. Pertama, memberikan pengurangan pembayaran uang muka, bahkan kalau perlu DP hingga 0%. Kedua, pengembang perlu memberikan subsidi suku bunga bank. Misalnya, suku bunga bank yang semula 10-12% diturunkan menjadi 5-6%.
“Jadi developer membayar kekurangan bunga atau mensubsidi bunga kepada konsumen. Tentunya, kebijakan ini akan berpengaruh terhadap angsuran bulanan konsumen,” ujar Agus.
Terobosan ketiga adalah membebaskan konsumen dari biaya bank seperti provisi, administrasi, asuransi, serta angsuran sebulan yang ditahan. Semua itu bisa dilakukan pengembang untuk menarik minat pasar, sehingga pembeli merasa harga tersebut menjadi lebih terjangkau.
“Terobosan keempat adalah developer perlu membebaskan biaya akad kredit notaris, termasuk di dalamnya biaya AJB (Akte Jual Beli), membayar pajak pembeli BPHTB, serta proses balik nama,” ujar Agus.
Dia yakin, jika terobosan-terobosan itu diterapkan para pengembang, calon konsumen akan tertarik untuk membeli produk perumahan tersebut. Sebab, konsumen bisa mendapatkan harga spesial dengan kualitas sama bagusnya.
"Jika bagi pengembang krisis akibat pandemi adalah kerugian besar karena mereka tidak bisa menjual produknya, bagi konsumen yang memiliki simpanan uang justru sebaliknya. Ini bisa menjadi momen mereka untuk berinvestasi dengan membeli produk diskon," ujar Agus.
Menurutnya, dalam posisi krisis seperti ini, calon pembeli memiliki posisi tawar yang kuat untuk mendapatkan harga properti yang murah. "Pengembang akan berusaha melepas produk propertinya dengan harga yang lebih murah agar bisa terjual. Dan konsumen punya posisi tawar untuk mendapatkan harga murah itu. Ini yang menguntungkan konsumen, karena ketika situasi sudah normal, properti yang dibelinya dengan harga murah tersebut dipastikan akan kembali naik," ujar Agus.
(wan)