Pasar Domestik Jadi Penguat Ketahanan Pangan
loading...
A
A
A
Di dalam bantuan tersebut, menurut Franciscus sudah termasuk biaya pupuk, bibit, dan obat-obatan. Tentu saja program ini adalah program yang mudah dilakukan, realistis bisa diambil, dan cepat menghasilkan karena untuk membantu masyarakat.
Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomoi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, Bayu Krisnuarti mengatakan, program bantuan yang sudah diberikan pemerintah nantinya bisa membantu mendorong produktivitas para petani dan tentunya hal tersebut bisa membatu meningkatkan pasar domestik Indonesia.
"Yang turun selama pandemi ini adalah permintaan konsumen, seperti makanan di hotel menurun, restoran, katering pun juga menurun. Warung dan toko makanan juga sangat minim," jelas Bayu.
Di sisi lain, beberapa produk agribisnis mengalami peningkatan permintaan selama Covid-19 seperti buah-buahan, sayuran, dan apotik hidup (jamu dan obat-obatan herbal) seiring dengan meningkatnya kesadaran untuk menjalankan gaya hidup bersih dan sehat. Permintaan tersebut berasal dari konsumsi rumahan dan pemesanan secara daring (online). (Baca juga: Jelang Coblosan Pilkada, Pemerintah dan Penyelenggara Diminta Awasi ASN)
"Kalau pun ada yang menyebutnya krisis pangan saya bertanya-tanya dari mana datanya. Yang jelas, ini krisis perdagangan, logistik, dan transportasi. Produksi masih ada, tetapi perdagangan dan logistik ini belum efektif. Kalau krisis terjadi, mungkin krisis pangan impor," kata mantan Wakil Menteri Perdagangan Periode 2011-2014 tersebut.
Ia pun memprediksi, belanja daring dan digitalisasi akan menjadi penunjang peran pasar domestik yang mempengaruhi sektor pertanian. Oleh sebab itu, penguasaan internet menjadi kunci bagi petani, peternak, nelayan, dan pelaku agribisnis untuk bertahan hidup.
Para pelaku agribisnis pun mengakui adanya variasi harga pangan di pasaran dengan margin yang besar antara hulu dan hilir. Namun, semuanya bisa diminimalisir dengan pemanfaatan teknologi. Rantai distribusi panjang menjadi salah satu faktor penyebab selisih harga yang diterima petani dan yang harus dibayar konsumen masih cukup besar. (Baca juga: Respons Kekebalan Terhadap Virus Corona Bertahan Lebih dari 6 Bulan)
"Harga yang dibayar pembeli hanya sekian persen saja yang dinikmati petani dan nelayan. Ketimpangan ini terjadi karena biaya mahal yang dibayar pembeli hilang di tengkulak yang tidak efisien di rantai pasok sktor pangan, padahal dengan teknologi bisa relatif lebih murah dan bahkan gratis," kata William Tanuwijaya, CEO & Co Fonder Tokopedia.
Adopsi teknologi yang masif selama pandemi bisa menjadi momentum dan kesempatan tersendiri bagi petani dan nelayan. Dengan demikian, petani dan nelayan bisa memperoleh pendapatan yang lebih baik dan konsumen bisa memperoleh harga yang lebih terjangkau.
"Pandemi ini menghadirkan kesempatan besar. Dengan adopsi teknologi, jika sisi hulu bisa berkolaborasi untuk pemerataan akses ke hilir maka lingkaran setan (rantai pasok panjang makanan) bisa kita putus," kata William. (Lihat videonya: Siswi SD di Gowa Buta Usai Belajar Daring 4 Jam)
Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomoi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, Bayu Krisnuarti mengatakan, program bantuan yang sudah diberikan pemerintah nantinya bisa membantu mendorong produktivitas para petani dan tentunya hal tersebut bisa membatu meningkatkan pasar domestik Indonesia.
"Yang turun selama pandemi ini adalah permintaan konsumen, seperti makanan di hotel menurun, restoran, katering pun juga menurun. Warung dan toko makanan juga sangat minim," jelas Bayu.
Di sisi lain, beberapa produk agribisnis mengalami peningkatan permintaan selama Covid-19 seperti buah-buahan, sayuran, dan apotik hidup (jamu dan obat-obatan herbal) seiring dengan meningkatnya kesadaran untuk menjalankan gaya hidup bersih dan sehat. Permintaan tersebut berasal dari konsumsi rumahan dan pemesanan secara daring (online). (Baca juga: Jelang Coblosan Pilkada, Pemerintah dan Penyelenggara Diminta Awasi ASN)
"Kalau pun ada yang menyebutnya krisis pangan saya bertanya-tanya dari mana datanya. Yang jelas, ini krisis perdagangan, logistik, dan transportasi. Produksi masih ada, tetapi perdagangan dan logistik ini belum efektif. Kalau krisis terjadi, mungkin krisis pangan impor," kata mantan Wakil Menteri Perdagangan Periode 2011-2014 tersebut.
Ia pun memprediksi, belanja daring dan digitalisasi akan menjadi penunjang peran pasar domestik yang mempengaruhi sektor pertanian. Oleh sebab itu, penguasaan internet menjadi kunci bagi petani, peternak, nelayan, dan pelaku agribisnis untuk bertahan hidup.
Para pelaku agribisnis pun mengakui adanya variasi harga pangan di pasaran dengan margin yang besar antara hulu dan hilir. Namun, semuanya bisa diminimalisir dengan pemanfaatan teknologi. Rantai distribusi panjang menjadi salah satu faktor penyebab selisih harga yang diterima petani dan yang harus dibayar konsumen masih cukup besar. (Baca juga: Respons Kekebalan Terhadap Virus Corona Bertahan Lebih dari 6 Bulan)
"Harga yang dibayar pembeli hanya sekian persen saja yang dinikmati petani dan nelayan. Ketimpangan ini terjadi karena biaya mahal yang dibayar pembeli hilang di tengkulak yang tidak efisien di rantai pasok sktor pangan, padahal dengan teknologi bisa relatif lebih murah dan bahkan gratis," kata William Tanuwijaya, CEO & Co Fonder Tokopedia.
Adopsi teknologi yang masif selama pandemi bisa menjadi momentum dan kesempatan tersendiri bagi petani dan nelayan. Dengan demikian, petani dan nelayan bisa memperoleh pendapatan yang lebih baik dan konsumen bisa memperoleh harga yang lebih terjangkau.
"Pandemi ini menghadirkan kesempatan besar. Dengan adopsi teknologi, jika sisi hulu bisa berkolaborasi untuk pemerataan akses ke hilir maka lingkaran setan (rantai pasok panjang makanan) bisa kita putus," kata William. (Lihat videonya: Siswi SD di Gowa Buta Usai Belajar Daring 4 Jam)