Ini Rancangan Aturan Turunan UU Cipta Kerja di Sektor Energi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif tengah menggodok aturan turunan atau Norma, Standar Prosedur, dan Kriteria (NSPK) di sektor ESDM. Langkah ini sebagai tindakan lanjut dari pengesahan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja .
Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tersebut, Kementerian ESDM bersama dengan kementerian dan lembaga terkait tengah mengatur perizinan berusaha berbasis risiko dan tata cara pengawasan.
Penyusunan juga terkait RPP pelaksanaan UU Cipta Kerja sektor ESDM, khususnya yang mengatur perihal Minerba, ketenagalistrikan, dan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) .
( )
"Sebagai status, saat ini status terakhir untuk RPP perizinan berusaha saat ini sudah ada Sekretariat Negara, sedangkan duanya lagi sedang kita ajukan permohonan izin prakarsanya kepada pemerintah," ujar Arifin dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR, Jakarta, Senin (23/11/2020).
Dalam NSPK tersebut, pemerintah akan menetapkan dan mengatur ihwal jenis permohonan, perizinan berusaha, kegiatan usaha dan jenis perizinan berusaha, kewajiban atau persyaratan berusaha, kewenangan perizinan berusaha dan pengawasan tata cara pengawasan terhadap penggunaan sanksi,
"Intinya adalah kami ingin memperbaiki hal dari yang sebelumnya agar seluruh perizinan ini seluruhnya lebih simpel atau lebih memudahkan bagi pengusaha untuk memperoleh izinnya," kata dia.
( )
Untuk sektor Minyak dan Gas Bumi (Migas) hal yang diatur yaitu kegiatan usaha hulu yang berkaitan dengan kontrak kerja sama yang diberlakukan sebagai izin, survei umum, usaha hilir, dan perizinan penunjang.
Di sub sektor minerba, hal yang diatur adalah Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai kelanjutan kontrak kerja perjanjian, Izin Penambangan Rakyat (IPR), surat izin penambangan batuan, izin penugasan, izin pengangkutan dan penjualan, izin usaha jasa pertambanagan, dan izin usaha pertambangan untuk penjualan.
Sedangkan dalam pengaturan sub ketenagalistrikan, berupa kegiatan penyediaan tenaga listrik, kegiatan jasa penunjang tenaga listrik. Sementara, untuk sektor EBTKE kegiatan pengusaha panas bumi untuk pemanfaatan langsung dan kegiatan usaha bahan bakar nabati sebagai bahan bakar.
Arifin juga mengurangi materi dan muatan dalam pengaturan tiga sektor tersebut. Untuk sub sektor minerba, muatannya adalah pengenaan iuran produksi royalti hingga 0 persen, berdasarkan jumlah batu bara tonase yang digunakan di dalam negeri, besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaan tarif produksi royalti hingga 0 persen. "Pengaturan lebih lanjut dalam peraturan Menteri ESDM setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan," kata dia.
( )
Di sektor ketenagalistrikan antara lain, pedoman penyusunan rencana umum ketenagalistrikan, penetapan wilayah usaha, sertifikasi, klasifikasi, kualifikasi usaha jasa penunjang, pembinaan dan pengawasan, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi administrasi.
Untuk sub sektor EBTKE antara lain, mengubah nomenklatur izin panas bumi menjadi perizinan berusaha di bidang panas bumi, mengubah nomenklatur Menteri menjadi Pemerintah Pusat, norma baru terkait sanksi administrasi oleh Menteri, norma baru tentang nomor izin berusaha, dan sanksi administrasi.
Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tersebut, Kementerian ESDM bersama dengan kementerian dan lembaga terkait tengah mengatur perizinan berusaha berbasis risiko dan tata cara pengawasan.
Penyusunan juga terkait RPP pelaksanaan UU Cipta Kerja sektor ESDM, khususnya yang mengatur perihal Minerba, ketenagalistrikan, dan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) .
( )
"Sebagai status, saat ini status terakhir untuk RPP perizinan berusaha saat ini sudah ada Sekretariat Negara, sedangkan duanya lagi sedang kita ajukan permohonan izin prakarsanya kepada pemerintah," ujar Arifin dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR, Jakarta, Senin (23/11/2020).
Dalam NSPK tersebut, pemerintah akan menetapkan dan mengatur ihwal jenis permohonan, perizinan berusaha, kegiatan usaha dan jenis perizinan berusaha, kewajiban atau persyaratan berusaha, kewenangan perizinan berusaha dan pengawasan tata cara pengawasan terhadap penggunaan sanksi,
"Intinya adalah kami ingin memperbaiki hal dari yang sebelumnya agar seluruh perizinan ini seluruhnya lebih simpel atau lebih memudahkan bagi pengusaha untuk memperoleh izinnya," kata dia.
( )
Untuk sektor Minyak dan Gas Bumi (Migas) hal yang diatur yaitu kegiatan usaha hulu yang berkaitan dengan kontrak kerja sama yang diberlakukan sebagai izin, survei umum, usaha hilir, dan perizinan penunjang.
Di sub sektor minerba, hal yang diatur adalah Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai kelanjutan kontrak kerja perjanjian, Izin Penambangan Rakyat (IPR), surat izin penambangan batuan, izin penugasan, izin pengangkutan dan penjualan, izin usaha jasa pertambanagan, dan izin usaha pertambangan untuk penjualan.
Sedangkan dalam pengaturan sub ketenagalistrikan, berupa kegiatan penyediaan tenaga listrik, kegiatan jasa penunjang tenaga listrik. Sementara, untuk sektor EBTKE kegiatan pengusaha panas bumi untuk pemanfaatan langsung dan kegiatan usaha bahan bakar nabati sebagai bahan bakar.
Arifin juga mengurangi materi dan muatan dalam pengaturan tiga sektor tersebut. Untuk sub sektor minerba, muatannya adalah pengenaan iuran produksi royalti hingga 0 persen, berdasarkan jumlah batu bara tonase yang digunakan di dalam negeri, besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaan tarif produksi royalti hingga 0 persen. "Pengaturan lebih lanjut dalam peraturan Menteri ESDM setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan," kata dia.
( )
Di sektor ketenagalistrikan antara lain, pedoman penyusunan rencana umum ketenagalistrikan, penetapan wilayah usaha, sertifikasi, klasifikasi, kualifikasi usaha jasa penunjang, pembinaan dan pengawasan, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi administrasi.
Untuk sub sektor EBTKE antara lain, mengubah nomenklatur izin panas bumi menjadi perizinan berusaha di bidang panas bumi, mengubah nomenklatur Menteri menjadi Pemerintah Pusat, norma baru terkait sanksi administrasi oleh Menteri, norma baru tentang nomor izin berusaha, dan sanksi administrasi.
(ind)