Membaik, PMI Manufaktur Indonesia Kembali ke Level 50,6

Selasa, 01 Desember 2020 - 11:43 WIB
loading...
Membaik, PMI Manufaktur Indonesia Kembali ke Level 50,6
PMI Indonesia yang di atas angka 50 menandakan bahwa sejumlah sektor manufaktur masih melakukan upaya perluasan usaha. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - IHS Markit mencatat Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia naik hampir tiga poin dari 47,8 pada bulan Oktober ke 50,6 pada bulan November 2020. PMI di atas angka 50 menandakan bahwa sejumlah sektor manufaktur masih melakukan upaya perluasan usaha atau ekspansif.

(Baca Juga: Program Jodoh-jodohan Bisnis Gairahkan Kembali Industri Manufaktur Indonesia)

Kepala Ekonom IHS Markit Bernard Aw mengatakan, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi memberikan dorongan bagi sektor manufaktur Indonesia pada pertengahan triwulan keempat. Data survei PMI terbaru menunjukkan peningkatan baru pada kondisi manufaktur Indonesia selama bulan November yang didorong oleh kenaikan pada rekor tertinggi produksi.

"Kenaikan ini sebagian besar didorong oleh kenaikan rekor tertinggi produksi di tengah laporan meluas tentang pembukaan kembali pabrik dan peningkatan permintaan. Permintaan baru juga kembali meningkat, meskipun laju peningkatan hanya pada kisaran marginal," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (1/12/2020).

Dia melanjutkan, meski adanya kenaikan permintaan namun perusahaan tetap enggan untuk berinvestasi pada kapasitas dan inventaris baru.

"Perusahaan tetap berhati-hati dalam berinvestasi pada kapasitas dan inventaris, dan jumlah tenaga kerja serta aktivitas pembelian semakin menurun. Sementara itu, tekanan inflasi meningkat," jelasnya.

(Baca Juga: Di tengah Pandemi, Industri Manufaktur tetap Jadi Incaran Investor)

Di sisi harga, inflasi biaya input meningkat pada bulan November. Harga bahan baku yang lebih tinggi dan turunnya nilai rupiah mendorong inflasi lebih tinggi. Akibatnya, sebagian perusahaan meneruskan beban biaya yang lebih tinggi kepada konsumen melalui biaya yang lebih tinggi. Namun, kenaikan harga output masih rendah dan jauh di bawah kenaikan biaya input. "Keberlanjutan kenaikan akan bergantung pada pemulihan permintaan yang lebih kuat," tandasnya.
(fai)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1382 seconds (0.1#10.140)