Di tengah Pandemi, Industri Manufaktur tetap Jadi Incaran Investor
loading...
A
A
A
JAKARTA - Industri manufaktur tetap menjadi incaran investor. Kendati dilanda pandemi Covid-19, nilai investasi industri manufaktur per September 2020 mencapai Rp210,9 triliun atau naik 37% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Investasi terus mengalir deras ke sektor manufaktur,” ujar Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin, Dody Widodo di Jakarta, Jumat (27/11/2020).
(Baca juga:Permintaan Domestik Jadi Kunci Dongkrak Industri Manufaktur)
Sebagai salah satu instrumen untuk memacu investasi, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menerbitkan regulasi yang dapat menjadi pedoman bagi pemerintah daerah (pemda) dalam proses perencanaan dan penetapan kawasan peruntukan industri (KPI). Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 30 Tahun 2020 tentang Kriteria Teknis KPI.
“Penetapan KPI perlu dilakukan sesuai dengan kriteria, sehingga diharapkan menarik investor masuk, kemudian mendorong pengembangan wilayah serta memicu pertumbuhan ekonomi di daerah,” kata Dody Widodo.
(Baca juga:Pulihkan Ekonomi, Pemerintah Genjot Kapasitas Industri Manufaktur)
Lebih lanjut, Dody mengatakan, langkah akselerasi pembangunan kawasan industri, sentra industri kecil menengah (IKM) maupun industri secara individu di dalam KPI dinilai dapat meningkatkan daya saing industri nasional, serta mempercepat penyebaran dan pemerataan pembangunan industri.
“Penetapan KPI seyogyanya ditindaklanjuti dengan upaya percepatan pembangunan dan pemenuhan kebutuhan infrastruktur industri maupun infrastruktur penunjang dalam KPI,” tegas Dody.
Bahkan, adanya Undang-Undang Cipta Kerja juga diyakini dapat mendorong ekspansi perusahaan ke Kl. Sebab,omnibus lawdapat mengatasi sejumlah tantangan yang dihadapi dalam pengembangan Kl baru. “Ada lima tantangan yang dihadapi dalam membangun Kl, yakni penyiapan dokumen, lahan dan tata ruang, perizinan, infrastruktur, serta pengelola dantenant,” sebutnya.
Oleh karena itu, dalam rangka percepatan program pengembangan KPI, diperlukan koordinasi dan sinergi yang baik antara pemerintah pusat dengan daerah, terutama dalam hal pembagian peran dan wewenang mengenai penetapan dan pengembangan KPI. “Sehingga tujuan pengembangan KPI sebagai rumah bagi kawasan industri dan industri bisa menarik investasi untuk masuk ke daerah,” tandasnya.
(Baca juga:Perang Dagang Amerika-China Dinilai Untungkan Industri Manufaktur Dalam Negeri)
Hingga saat ini, total luas KPI di Indonesia lebih dari 611.000 hektare (ha) dengan persentase terbanyak (sekitar 50%) ada di Pulau Jawa-Bali. Dari total luas KPI tersebut, dibangun sebanyak 121 kawasan industri (KI) dengan total luas mencapai 53.000 ha.
“Kami mencatat, dalam periode lima tahun, muncul 41 KI baru, sehingga totalnya mencapai 121 KI. Jadi, 121 KI ini siap untuk menampung investor, baik itu asing maupun dalam negeri,” ungkap Dirjen KPAII. Sementara itu, luas lahan KI naik 47% menjadi 53.340 ha dalam lima tahun terakhir. “Sebanyak 38 KI seluas 14.749 ha akan dibangun dengan status lahanclean and clear,” imbuhnya.
“Investasi terus mengalir deras ke sektor manufaktur,” ujar Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin, Dody Widodo di Jakarta, Jumat (27/11/2020).
(Baca juga:Permintaan Domestik Jadi Kunci Dongkrak Industri Manufaktur)
Sebagai salah satu instrumen untuk memacu investasi, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menerbitkan regulasi yang dapat menjadi pedoman bagi pemerintah daerah (pemda) dalam proses perencanaan dan penetapan kawasan peruntukan industri (KPI). Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 30 Tahun 2020 tentang Kriteria Teknis KPI.
“Penetapan KPI perlu dilakukan sesuai dengan kriteria, sehingga diharapkan menarik investor masuk, kemudian mendorong pengembangan wilayah serta memicu pertumbuhan ekonomi di daerah,” kata Dody Widodo.
(Baca juga:Pulihkan Ekonomi, Pemerintah Genjot Kapasitas Industri Manufaktur)
Lebih lanjut, Dody mengatakan, langkah akselerasi pembangunan kawasan industri, sentra industri kecil menengah (IKM) maupun industri secara individu di dalam KPI dinilai dapat meningkatkan daya saing industri nasional, serta mempercepat penyebaran dan pemerataan pembangunan industri.
“Penetapan KPI seyogyanya ditindaklanjuti dengan upaya percepatan pembangunan dan pemenuhan kebutuhan infrastruktur industri maupun infrastruktur penunjang dalam KPI,” tegas Dody.
Bahkan, adanya Undang-Undang Cipta Kerja juga diyakini dapat mendorong ekspansi perusahaan ke Kl. Sebab,omnibus lawdapat mengatasi sejumlah tantangan yang dihadapi dalam pengembangan Kl baru. “Ada lima tantangan yang dihadapi dalam membangun Kl, yakni penyiapan dokumen, lahan dan tata ruang, perizinan, infrastruktur, serta pengelola dantenant,” sebutnya.
Oleh karena itu, dalam rangka percepatan program pengembangan KPI, diperlukan koordinasi dan sinergi yang baik antara pemerintah pusat dengan daerah, terutama dalam hal pembagian peran dan wewenang mengenai penetapan dan pengembangan KPI. “Sehingga tujuan pengembangan KPI sebagai rumah bagi kawasan industri dan industri bisa menarik investasi untuk masuk ke daerah,” tandasnya.
(Baca juga:Perang Dagang Amerika-China Dinilai Untungkan Industri Manufaktur Dalam Negeri)
Hingga saat ini, total luas KPI di Indonesia lebih dari 611.000 hektare (ha) dengan persentase terbanyak (sekitar 50%) ada di Pulau Jawa-Bali. Dari total luas KPI tersebut, dibangun sebanyak 121 kawasan industri (KI) dengan total luas mencapai 53.000 ha.
“Kami mencatat, dalam periode lima tahun, muncul 41 KI baru, sehingga totalnya mencapai 121 KI. Jadi, 121 KI ini siap untuk menampung investor, baik itu asing maupun dalam negeri,” ungkap Dirjen KPAII. Sementara itu, luas lahan KI naik 47% menjadi 53.340 ha dalam lima tahun terakhir. “Sebanyak 38 KI seluas 14.749 ha akan dibangun dengan status lahanclean and clear,” imbuhnya.
(dar)