Pungutan Ekspor CPO Berubah Per 10 Desember 2020, Ini Alasan Sri Mulyani
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengeluarkan aturan baru atas pungutan ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah , berikut ekspor turunannya. Hal ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.05/2020 tentang Perubahan PMK Nomor 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Skema pungutan ekspor CPO kini berdasarkan layer atau lapisan harga CPO. Aturan yang diteken 3 Desember 2020 ini berlaku tujuh hari setelah diundangkan. Ini artinya, aturan ini berlaku mulai 10 Desember 2020.
(Baca Juga: Ada Aturan Baru Soal Ekspor Sawit, Cek Ya! )
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, dasar pertimbangan penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor adalah tren positif harga CPO, dan keberlanjutan pengembangan layanan dukungan pada program pembangunan industri sawit nasional.
"Layanan tersebut antara lain perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit, serta penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel," kata Sri Mulyani dalam siaran pers yang diterima SINDOnews di Jakarta, Jumat (4/12/2020).
Kata dia, kebijakan ini juga akan terus dilakukan evaluasi setiap bulannya untuk dapat merespon kondisi ekonomi yang sangat dinamis pada saat ini. "Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku pada 10 Desember 2020, atau 7 hari setelah diundangkan pada 3 Desember 2020," bebernya.
Penyesuaian tarif pungutan ekspor tersebut merupakan tindak lanjut keputusan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), yang diketuai Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian dengan anggota Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri ESDM, Menteri BUMN, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas.
Besaran tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit termasuk Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan dengan cut off perhitungan pungutan tarif tersebut adalah tanggal penerbitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
(Baca Juga: Dapat Insentif, China Pilih Impor Minyak Sawit dari Malaysia Ketimbang Indonesia? )
Sebagai gambaran, jika regulasi sebelumnya pungutan ekspor untuk CPO adalah sebesar USD55 per ton untuk harga komoditas sawit, nah aturan yang berlaku mulai 10 Desember ini tersebut berdasarkan rentang harga yang berbeda di tiap lapisan harga.
Rinciannya aturan tersebut disebutkan bahwa: Pertama, pungutan ekspor CPO ditetapkan sebesar USD55 per ton jika harga komoditas CPO berada di bawah USD670 per ton. Kedua, besaran pungutan ekspor CPO akan naik sebesar USD5 dari layer pertama, kemudian akan kembali naik sebesar USD15 untuk setiap kenaikan harga CPO sebesar USD25 per ton.
Ini artinya, saat harga CPO di rentang USD670 sampai USD695 per ton, besaran pungutan menjadi USD60 per ton. Adapun saat harga CPO di rentang USD695 sampai USD720 per ton, besaran pungutan menjadi USD75 per ton.
(Baca Juga: Tahun Depan Pasar Minyak Sawit Masih Belum Encer )
Sebagai harga acuan CPO atas pungutan ekspor ini akan merujuk pada harga referensi yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan alias Kementerian Perdagangan.
Nah, untuk periode 1 sampai 31 Desember 2020, Kementerian Perdagangan menetapkan harga referensi CPO sebesar USD870,77 per ton.Dengan begitu, besaran pungutan ekspor menjadi USD80 per ton.
Skema pungutan ekspor CPO kini berdasarkan layer atau lapisan harga CPO. Aturan yang diteken 3 Desember 2020 ini berlaku tujuh hari setelah diundangkan. Ini artinya, aturan ini berlaku mulai 10 Desember 2020.
(Baca Juga: Ada Aturan Baru Soal Ekspor Sawit, Cek Ya! )
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, dasar pertimbangan penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor adalah tren positif harga CPO, dan keberlanjutan pengembangan layanan dukungan pada program pembangunan industri sawit nasional.
"Layanan tersebut antara lain perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit, serta penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel," kata Sri Mulyani dalam siaran pers yang diterima SINDOnews di Jakarta, Jumat (4/12/2020).
Kata dia, kebijakan ini juga akan terus dilakukan evaluasi setiap bulannya untuk dapat merespon kondisi ekonomi yang sangat dinamis pada saat ini. "Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku pada 10 Desember 2020, atau 7 hari setelah diundangkan pada 3 Desember 2020," bebernya.
Penyesuaian tarif pungutan ekspor tersebut merupakan tindak lanjut keputusan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), yang diketuai Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian dengan anggota Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri ESDM, Menteri BUMN, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas.
Besaran tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit termasuk Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan dengan cut off perhitungan pungutan tarif tersebut adalah tanggal penerbitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
(Baca Juga: Dapat Insentif, China Pilih Impor Minyak Sawit dari Malaysia Ketimbang Indonesia? )
Sebagai gambaran, jika regulasi sebelumnya pungutan ekspor untuk CPO adalah sebesar USD55 per ton untuk harga komoditas sawit, nah aturan yang berlaku mulai 10 Desember ini tersebut berdasarkan rentang harga yang berbeda di tiap lapisan harga.
Rinciannya aturan tersebut disebutkan bahwa: Pertama, pungutan ekspor CPO ditetapkan sebesar USD55 per ton jika harga komoditas CPO berada di bawah USD670 per ton. Kedua, besaran pungutan ekspor CPO akan naik sebesar USD5 dari layer pertama, kemudian akan kembali naik sebesar USD15 untuk setiap kenaikan harga CPO sebesar USD25 per ton.
Ini artinya, saat harga CPO di rentang USD670 sampai USD695 per ton, besaran pungutan menjadi USD60 per ton. Adapun saat harga CPO di rentang USD695 sampai USD720 per ton, besaran pungutan menjadi USD75 per ton.
(Baca Juga: Tahun Depan Pasar Minyak Sawit Masih Belum Encer )
Sebagai harga acuan CPO atas pungutan ekspor ini akan merujuk pada harga referensi yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan alias Kementerian Perdagangan.
Nah, untuk periode 1 sampai 31 Desember 2020, Kementerian Perdagangan menetapkan harga referensi CPO sebesar USD870,77 per ton.Dengan begitu, besaran pungutan ekspor menjadi USD80 per ton.
(akr)