Bisnis Properti dan Tabungan Emas Solusi untuk Masa Depan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penghasilan Aji Saputro dari toko alat tulis dan fotocopy di sekitar Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jawa Tengah, memang menurun drastis seiring tidak adanya aktivitas perkuliahan akibat pandemi. Namun, di balik omset usaha yang tidak stabil, Aji ternyata tidak terlihat khawatir. Sebab, dia memiliki usaha lain yang dapat menunjang hari tuanya.
Ya, pria bertubuh mungil yang biasa mengenakan kaos santai dan celana panjang saat menjaga tokonya ini merupakan juragan indekos. Dia memulai bisnis itu setelah memiliki tanah di dekat Universitas Jenderal Soedirman yang dia beli dari uang hasil usaha fotocopy dan alat tulisnya. (Baca: Properti Bisa Jadi Investasi Menguntungkan)
Semula Aji mau membangun rumah pribadi di tanah itu. Namun, pikirannya berubah saat melihat peluang bisnis indekos yang bisa dilakukannya. "Toko saya dekat kampus juga, jadi saya tahu apa yang dibutuhkan di sekitar kampus. Pada 2006, akhirnya saya membuat indekos dua lantai," kenangnya.
Tahun itu dengan hanya memiliki luas tanah 14 meter persegi, Aji dapat membangun 6 kamar. Rencana awal dua lantai masih belum terlaksana karena dana belum mencukupi, namun sudah ada rangka atau cakar ayam untuk lantai atas. Saat itu kamar indekos miliknya masih sederhana dengan kamar mandi di luar yang tarifnya Rp2,5 juta per tahun. Penghasilan dari sewa kamar itu dimanfaatkannya untuk membuat kamar di atasnya dengan kamar mandi di dalam dengan tarif yang lebih mahal, yakni Rp4,5 juta per tahun.
Pasaran kamar kost di Unsoed sebenarnya sudah Rp5 jutaan. Karena ada nilai jual yang lebih pada 2008, Aji mengubah kamar lantai 1 dengan kamar mandi dalam. Jadilah 12 kamar indekos dengan kamar mandi di dalam dan mengikuti harga pasar indekos lainnya, yakni Rp5,5 juta. (Baca juga: Masih Rawan Covid-19, Belajar Tetap Muka Diminta Setelah Vaksinasi)
"Alhamdulillah dari tahun ke tahun kamar saya selalu penuh dan menjadi profit income tahunan yang lumayan. Dari situ, saya mulai berpikir ingin menambah kamar lagi dari uang hasil kamar kos yang sudah ada," jelasnya.
Pada 2011, Aji kembali membeli lahan kosong di dekat tokonya di sekitar kampus Universitas Muhammadiyah Purwokerto, yakni seluas 350 meter persegi untuk dibangun 15 kamar. Tahun demi tahun, Aji terus menambah kamar dan meninggikan lantai hingga 3 lantai. Pada 2017 bangunannya sudah selesai sebanyak 21 kamar. Total kamar indekos yang dimiliki Aji adalah 53 kamar di dua tempat.
Bagi Aji, tidak mudah menjalani bisnis indekos karena butuh modal besar dan waktu lama untuk modal kembali. Terakhir, biaya pembangunan menembus angka Rp1 miliar. Kekurangan biaya dia tutupi dari pinjaman bank.
Aji menyadari itu, namun dia tetap yakin terus membangun kamar indekosnya. "Memang lama balik modal, namun tidak akan rugi. Cicilan sebesar Rp5 juta per bulan juga tertutupi, bahkan masa pandemi saat tidak ada perkuliahan hanya sedikit yang keluar. Sisanya masih bertahan," ungkap Aji. (Baca juga: KPK Tahan Eks Pejabat Kementerian Agama)
Memang benar kata Aji. Meskipun butuh waktu tahunan untuk membalikkan modal, dia tetap mendapat penghasilan yang jelas. Cicilan ke bank pun sudah tertutupi selama setahun hanya dengan mengandalkan 12 kamar indekos miliknya. Sisa pendapatannya digunakan untuk kehidupan sehari-hari dan ditabung.
Bisnis indekos untuk masa sekarang pun masih besar pasarnya. Ditambah dengan bantuan teknologi seperti aplikasi pencarian indekos. Aji mengaku, dirinya bergabung dengan Mamikos yang dapat mempromosikan indekosnya, sehingga tetap ramai sekalipun pada masa pandemi. Itu yang membuatnya percaya diri hingga sekarang, bahkan ingin terus membangun banyak indekos di banyak tempat.
Aji memilih investasi jangka panjang dengan membangun indekos. Dia hanya ingin seperti pegawai pemerintah pada saat tua atau ketika fisiknya sudah tidak kuat bekerja masih dapat berpenghasilan. Baginya berinvestasi properti lebih aman meskipun berat di awal. Nilainya pun akan terus naik dari tahun ke tahun. Bahkan, Aji pun giat menabung kembali untuk membeli tanah. Rencananya akan dibuat kebun atau kamar indekos lagi masih dalam rencananya. (Baca juga: Aliran Modal Asing ke Luar Capai Rp2,55 Triliun)
Beberapa orang yang melek investasi memang ingin menjamin masa tua mereka. Seperti yang dilakukan Tuti Chodijah, 63, sejak usia muda senang membeli perhiasan emas ketimbang barang lain yang tidak ada nilainya di kemudian hari. "Tidak terlalu suka beli baju dengan harga mahal. Beli yang biasa saja yang penting nyaman dipakai. Peralatan rumah tangga yang biasa perempuan koleksi pun saya jarang beli. Kalau punya uang lebih langsung beli anting emas, atau cincin meskipun hanya satu gram," ungkapnya.
Perhiasaan emas ini terkadang menolongnya saat sedang membutuhkan uang dalam jumlah besar. Dia tidak menjualnya, namun hanya digadaikan di Pegadaian. Baginya, gadai menjadi solusi daripada menjual perhiasan emas miliknya.
"Kalau dijual nanti rugi, karena nilainya akan turun banyak. Belum tentu bisa beli lagi karena mengikuti harga emas sekarang. Saya hanya perlu membayar biaya admin sesuai waktu yang dijanjikan hingga sudah ada uang sejumlah nilai gadai," cerita nenek tiga cucu ini.
Bagai saksi bisu perjalanan hidup Tuti, sebagai istri seorang pegawai negeri dengan gaji seadanya, namun masih cermat menyisihkan uang untuk membeli emas. (Lihat videonya: Tips Menjaga Kebersihan Rumah dari Percikan Droplet dan Virus)
Perhiasan emas juga dulu sering membantu biaya sekolah anak-anaknya hingga kuliah, bahkan hingga kini masih bernilai saat dirinya sudah memiliki cucu. Apa yang dilakukannya selama berpuluh-puluh tahun pun sering menjadi cerita penuh nasihat kepada anak-anaknya.
"Beli barang sewajarnya, jangan lupa untuk menyisihkan uang untuk dibelikan emas. Itu akan membantu kalian di masa depan," tutur Tuti. (Ananda Nararya)
Ya, pria bertubuh mungil yang biasa mengenakan kaos santai dan celana panjang saat menjaga tokonya ini merupakan juragan indekos. Dia memulai bisnis itu setelah memiliki tanah di dekat Universitas Jenderal Soedirman yang dia beli dari uang hasil usaha fotocopy dan alat tulisnya. (Baca: Properti Bisa Jadi Investasi Menguntungkan)
Semula Aji mau membangun rumah pribadi di tanah itu. Namun, pikirannya berubah saat melihat peluang bisnis indekos yang bisa dilakukannya. "Toko saya dekat kampus juga, jadi saya tahu apa yang dibutuhkan di sekitar kampus. Pada 2006, akhirnya saya membuat indekos dua lantai," kenangnya.
Tahun itu dengan hanya memiliki luas tanah 14 meter persegi, Aji dapat membangun 6 kamar. Rencana awal dua lantai masih belum terlaksana karena dana belum mencukupi, namun sudah ada rangka atau cakar ayam untuk lantai atas. Saat itu kamar indekos miliknya masih sederhana dengan kamar mandi di luar yang tarifnya Rp2,5 juta per tahun. Penghasilan dari sewa kamar itu dimanfaatkannya untuk membuat kamar di atasnya dengan kamar mandi di dalam dengan tarif yang lebih mahal, yakni Rp4,5 juta per tahun.
Pasaran kamar kost di Unsoed sebenarnya sudah Rp5 jutaan. Karena ada nilai jual yang lebih pada 2008, Aji mengubah kamar lantai 1 dengan kamar mandi dalam. Jadilah 12 kamar indekos dengan kamar mandi di dalam dan mengikuti harga pasar indekos lainnya, yakni Rp5,5 juta. (Baca juga: Masih Rawan Covid-19, Belajar Tetap Muka Diminta Setelah Vaksinasi)
"Alhamdulillah dari tahun ke tahun kamar saya selalu penuh dan menjadi profit income tahunan yang lumayan. Dari situ, saya mulai berpikir ingin menambah kamar lagi dari uang hasil kamar kos yang sudah ada," jelasnya.
Pada 2011, Aji kembali membeli lahan kosong di dekat tokonya di sekitar kampus Universitas Muhammadiyah Purwokerto, yakni seluas 350 meter persegi untuk dibangun 15 kamar. Tahun demi tahun, Aji terus menambah kamar dan meninggikan lantai hingga 3 lantai. Pada 2017 bangunannya sudah selesai sebanyak 21 kamar. Total kamar indekos yang dimiliki Aji adalah 53 kamar di dua tempat.
Bagi Aji, tidak mudah menjalani bisnis indekos karena butuh modal besar dan waktu lama untuk modal kembali. Terakhir, biaya pembangunan menembus angka Rp1 miliar. Kekurangan biaya dia tutupi dari pinjaman bank.
Aji menyadari itu, namun dia tetap yakin terus membangun kamar indekosnya. "Memang lama balik modal, namun tidak akan rugi. Cicilan sebesar Rp5 juta per bulan juga tertutupi, bahkan masa pandemi saat tidak ada perkuliahan hanya sedikit yang keluar. Sisanya masih bertahan," ungkap Aji. (Baca juga: KPK Tahan Eks Pejabat Kementerian Agama)
Memang benar kata Aji. Meskipun butuh waktu tahunan untuk membalikkan modal, dia tetap mendapat penghasilan yang jelas. Cicilan ke bank pun sudah tertutupi selama setahun hanya dengan mengandalkan 12 kamar indekos miliknya. Sisa pendapatannya digunakan untuk kehidupan sehari-hari dan ditabung.
Bisnis indekos untuk masa sekarang pun masih besar pasarnya. Ditambah dengan bantuan teknologi seperti aplikasi pencarian indekos. Aji mengaku, dirinya bergabung dengan Mamikos yang dapat mempromosikan indekosnya, sehingga tetap ramai sekalipun pada masa pandemi. Itu yang membuatnya percaya diri hingga sekarang, bahkan ingin terus membangun banyak indekos di banyak tempat.
Aji memilih investasi jangka panjang dengan membangun indekos. Dia hanya ingin seperti pegawai pemerintah pada saat tua atau ketika fisiknya sudah tidak kuat bekerja masih dapat berpenghasilan. Baginya berinvestasi properti lebih aman meskipun berat di awal. Nilainya pun akan terus naik dari tahun ke tahun. Bahkan, Aji pun giat menabung kembali untuk membeli tanah. Rencananya akan dibuat kebun atau kamar indekos lagi masih dalam rencananya. (Baca juga: Aliran Modal Asing ke Luar Capai Rp2,55 Triliun)
Beberapa orang yang melek investasi memang ingin menjamin masa tua mereka. Seperti yang dilakukan Tuti Chodijah, 63, sejak usia muda senang membeli perhiasan emas ketimbang barang lain yang tidak ada nilainya di kemudian hari. "Tidak terlalu suka beli baju dengan harga mahal. Beli yang biasa saja yang penting nyaman dipakai. Peralatan rumah tangga yang biasa perempuan koleksi pun saya jarang beli. Kalau punya uang lebih langsung beli anting emas, atau cincin meskipun hanya satu gram," ungkapnya.
Perhiasaan emas ini terkadang menolongnya saat sedang membutuhkan uang dalam jumlah besar. Dia tidak menjualnya, namun hanya digadaikan di Pegadaian. Baginya, gadai menjadi solusi daripada menjual perhiasan emas miliknya.
"Kalau dijual nanti rugi, karena nilainya akan turun banyak. Belum tentu bisa beli lagi karena mengikuti harga emas sekarang. Saya hanya perlu membayar biaya admin sesuai waktu yang dijanjikan hingga sudah ada uang sejumlah nilai gadai," cerita nenek tiga cucu ini.
Bagai saksi bisu perjalanan hidup Tuti, sebagai istri seorang pegawai negeri dengan gaji seadanya, namun masih cermat menyisihkan uang untuk membeli emas. (Lihat videonya: Tips Menjaga Kebersihan Rumah dari Percikan Droplet dan Virus)
Perhiasan emas juga dulu sering membantu biaya sekolah anak-anaknya hingga kuliah, bahkan hingga kini masih bernilai saat dirinya sudah memiliki cucu. Apa yang dilakukannya selama berpuluh-puluh tahun pun sering menjadi cerita penuh nasihat kepada anak-anaknya.
"Beli barang sewajarnya, jangan lupa untuk menyisihkan uang untuk dibelikan emas. Itu akan membantu kalian di masa depan," tutur Tuti. (Ananda Nararya)
(ysw)