Susi Pudjiastuti Bukan Mahadewi Soal Larangan Ekspor Benih Lobster
loading...
A
A
A
Dia menegaskan, justru kesalahan dan kekeliruannya adalah beleid tersebut direvisi oleh Edhy Prabowo, saat menjabat sebagai Menteri KKP. Di mana, hasil revisi tersebut tertuang dalam Permen Nomor 12/Permen-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Indonesia.
(Baca juga : Usung Puan atau Ganjar sebagai Capres, Siapa Lebih Menguntungkan PDIP? )
Meski begitu, Abdul melihat, Susi belum memiliki peta jalan untuk usaha pembesaran lobster pasca pelarangan ekspor benur yang dia dilakukan. "Tidak ada masalah, hanya saja beliau belum memiliki peta jalan untuk usaha pembesaran lobster pasca pelarangan, ujar Abdul saat dihubungi.
(Baca Juga: Hashim Djojohadikusumo Sebut Susi Keliru, Abilindo: Larang Ekspor Benur Kebijakan Ngawur )
Abdul melihat, pernyataan Hashim hanya perspektif atau kacamata bisnis. Artinya, Hashim tidak melihat basis argumentasi ilmiah untuk menilai Permen Nomor 56 Tahun 2016 sebagai satu kekeliruan.
Susi, lanjut dia, justru sudah berkontribusi positif dalam pembangunan di sektor kelautan dan perikanan selama lima tahun terakhir. Dalam konteks lobster, data yang dihasilkan Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (KAJISKAN) mencatat, ada perubahan signifikan dari pemberlakukan Permen Nomor 1 Tahun 2015 atau hasil revisinya Permen Nomor 56 Tahun 2016 terkait dengan pemulihan sumber daya lobster.
"Ada perubahan status lobster di beberapa wilayah perikanan yang tadinya berstatus zona merah, berubah menjadi zona kuning. "Ini satu prestasi tersendiri," katanya.
Meski demikian, ada catatan untuk Susi. Di mana, Susi dinilai menciptakan polemik antara dirinya dengan para eksportir, serta sejumlah komunitas nelayan.
"Susi harus mampu memberikan solusi kepada masyarakat berkaitan dengan mengisi perut mereka. Karena sekali lagi berbicara perikanan bukan saja soal lobster, tapi ada komoditas lain yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, di level itu beliau masih kurang," katanya.
(Baca juga : Usung Puan atau Ganjar sebagai Capres, Siapa Lebih Menguntungkan PDIP? )
Meski begitu, Abdul melihat, Susi belum memiliki peta jalan untuk usaha pembesaran lobster pasca pelarangan ekspor benur yang dia dilakukan. "Tidak ada masalah, hanya saja beliau belum memiliki peta jalan untuk usaha pembesaran lobster pasca pelarangan, ujar Abdul saat dihubungi.
(Baca Juga: Hashim Djojohadikusumo Sebut Susi Keliru, Abilindo: Larang Ekspor Benur Kebijakan Ngawur )
Abdul melihat, pernyataan Hashim hanya perspektif atau kacamata bisnis. Artinya, Hashim tidak melihat basis argumentasi ilmiah untuk menilai Permen Nomor 56 Tahun 2016 sebagai satu kekeliruan.
Susi, lanjut dia, justru sudah berkontribusi positif dalam pembangunan di sektor kelautan dan perikanan selama lima tahun terakhir. Dalam konteks lobster, data yang dihasilkan Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (KAJISKAN) mencatat, ada perubahan signifikan dari pemberlakukan Permen Nomor 1 Tahun 2015 atau hasil revisinya Permen Nomor 56 Tahun 2016 terkait dengan pemulihan sumber daya lobster.
"Ada perubahan status lobster di beberapa wilayah perikanan yang tadinya berstatus zona merah, berubah menjadi zona kuning. "Ini satu prestasi tersendiri," katanya.
Meski demikian, ada catatan untuk Susi. Di mana, Susi dinilai menciptakan polemik antara dirinya dengan para eksportir, serta sejumlah komunitas nelayan.
"Susi harus mampu memberikan solusi kepada masyarakat berkaitan dengan mengisi perut mereka. Karena sekali lagi berbicara perikanan bukan saja soal lobster, tapi ada komoditas lain yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, di level itu beliau masih kurang," katanya.
(akr)