Kreasi Daur Ulang Sampah, Cara Bertahan di Tengah Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tak hanya berdampak pada kesehatan, pandemi Covid-19 juga berimbas pada sendi ekonomi. Secara khusus, mereka yang berlatar belakang ekonomi bawah atau kaum marjinal. Ada yang harus kehilangan pekerjaan karena terkena PHK , usahanya tidak laku hingga gulung tikar, dan dampak lainnya.
Kesulitan itu juga dirasakan kepada anak-anak. Ketika orang tua harus kehilangan mata pencaharian, anak pun turut merasakan. Tidak sedikit dari mereka yang terpaksa memilih turun bekerja membantu orang tuanya mencari nafkah demi kebutuhan hidup sehari-hari.
Hal itu diceritakan Ketua Yayasan Pulung Pinasti, Sulastri. Di antara hampir 400 anak yang bernaung di yayasan tersebut, ia mengaku banyak dari keluarga tak mampu dan merasakan dampak yang disebabkan pandemi.
“Mau enggak mau, mereka jadi ikut bantu orang tuanya. Harus ngorbanin waktunya bermain dan belajar juga,” tutur Sulastri dengan raut wajah sedih saat bercerita kepada SINDOnews, Rabu (2/12/2020).( Baca juga:PLN Berdayakan Korban PHK Terdampak Pandemi )
Sulastri sendiri juga merasakan imbas pandemi. Usianya yang sudah beranjak 67 tahun sudah tak mampu lagi banting tulang demi mencari sumber penghasilan. Apalagi, membantu kebutuhan anak yayasan seperti buku belajar, peralatan menulis, dan lainnya.
Bahkan, termasuk keperluan membeli masker hingga cairan pembersih tangan (hand sanitizer) demi mencegah penyebaran virus Corona terhadap anak-anak dan keluarga di sekitar yayasan yang berlokasi di Cilincing, Jakarta Utara tersebut.
Dirinya bersyukur ada bantuan sosial dari pemerintah di masa pandemi. Namun, ia juga tidak bisa berharap banyak dari bantuan sosial tersebut seperti bantuan sembako, bantuan langsung tunai (BLT), dan lainnya.
Kendati demikian, ia beruntung karena semangat anak-anak dan keluarga sekitar yang tak mau menyerah dengan keadaan. Anak-anak bisa tetap menimba ilmu di yayasan karena kegiatan sekolah masih melalui daring. Di samping itu, sebagian juga memanfaatkan waktu untuk mengolah limbah sampah menjadi barang bernilai ekonomi.
“Selain nelayan, dari dulu warga di sini ya kerjaannya juga ngumpulin sampah yang bisa didaur ulang. Dari situ, mulai belajar bareng bikin barang-barang yang bisa dipakai lagi dan dijual. Bikin pot tanaman, hiasan, kerajinan tangan,” terang dia.
Menurut Sulastri, kreativitas menjadi salah satu kunci untuk menghasilkan produk yang punya nilai jual. Apalagi di tengah kondisi ekonomi saat ini, harus bisa cari cara atau konsep lain untuk menghasilkan uang melalui sampah daur ulang.
Kesulitan itu juga dirasakan kepada anak-anak. Ketika orang tua harus kehilangan mata pencaharian, anak pun turut merasakan. Tidak sedikit dari mereka yang terpaksa memilih turun bekerja membantu orang tuanya mencari nafkah demi kebutuhan hidup sehari-hari.
Hal itu diceritakan Ketua Yayasan Pulung Pinasti, Sulastri. Di antara hampir 400 anak yang bernaung di yayasan tersebut, ia mengaku banyak dari keluarga tak mampu dan merasakan dampak yang disebabkan pandemi.
“Mau enggak mau, mereka jadi ikut bantu orang tuanya. Harus ngorbanin waktunya bermain dan belajar juga,” tutur Sulastri dengan raut wajah sedih saat bercerita kepada SINDOnews, Rabu (2/12/2020).( Baca juga:PLN Berdayakan Korban PHK Terdampak Pandemi )
Sulastri sendiri juga merasakan imbas pandemi. Usianya yang sudah beranjak 67 tahun sudah tak mampu lagi banting tulang demi mencari sumber penghasilan. Apalagi, membantu kebutuhan anak yayasan seperti buku belajar, peralatan menulis, dan lainnya.
Bahkan, termasuk keperluan membeli masker hingga cairan pembersih tangan (hand sanitizer) demi mencegah penyebaran virus Corona terhadap anak-anak dan keluarga di sekitar yayasan yang berlokasi di Cilincing, Jakarta Utara tersebut.
Dirinya bersyukur ada bantuan sosial dari pemerintah di masa pandemi. Namun, ia juga tidak bisa berharap banyak dari bantuan sosial tersebut seperti bantuan sembako, bantuan langsung tunai (BLT), dan lainnya.
Kendati demikian, ia beruntung karena semangat anak-anak dan keluarga sekitar yang tak mau menyerah dengan keadaan. Anak-anak bisa tetap menimba ilmu di yayasan karena kegiatan sekolah masih melalui daring. Di samping itu, sebagian juga memanfaatkan waktu untuk mengolah limbah sampah menjadi barang bernilai ekonomi.
“Selain nelayan, dari dulu warga di sini ya kerjaannya juga ngumpulin sampah yang bisa didaur ulang. Dari situ, mulai belajar bareng bikin barang-barang yang bisa dipakai lagi dan dijual. Bikin pot tanaman, hiasan, kerajinan tangan,” terang dia.
Menurut Sulastri, kreativitas menjadi salah satu kunci untuk menghasilkan produk yang punya nilai jual. Apalagi di tengah kondisi ekonomi saat ini, harus bisa cari cara atau konsep lain untuk menghasilkan uang melalui sampah daur ulang.