Skema Talangan Likuiditas Bagi Perbankan Dijelaskan Bukan Penyelamatan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah akan menempatkan dana melalui hasil penjualan Surat Berharga Negara (SBN) yang dibeli oleh Bank Indonesia (BI) kepada bank yang akan menyediakan dana penyangga likuiditas bagi bank pelaksana yang memberikan restrukturisasi kredit kepada debiturnya.peserta. Terkait skema ini, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu menegaskan bukan sebagai bisnis penyelamatan perbankan.
"Ini saya tegaskan, ini bukan dalam bisnis penyelamatan perbankan," ujarnya dalam video conference, Rabu (13/5/2020).
Seperti diketahui kebijakan restrukturisasi kredit telah diluncurkan sebagai stimulus perekonomian di tengah pandemi virus Corona (COVID-19). Dalam restrukturisasi tersebut, perbankan akan memberikan kelonggaran iuran pokok dan bunga bagi debiturnya, terutama untuk debitur UMKM.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo sebelumnya bahkan, memprediksi likuiditas yang diperlukan untuk keseluruhan program restrukturisasi kredit yakni sekitar Rp600 triliun
Ia juga meluruskan bahwa pemerintah tidakk dalam upaya mengambil alih tugas BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait penyelamatan perbankan ini. "Pemerintah tidak berusaha mengambil alih tugas BI dan OJK," ucapnya.
Dia melanjutkan penempatan dana pemerintah ini, kata dia, hanya diberikan kepada bank yang sehat secara likuiditasnya. Selain itu, ia memprediksi hanya sedikit bank-bank pelaksana yang membutuhkan bantuan likuiditas dalam waktu dekat dan jumlah yang besar.
"Kalau pun ada itu hanya 1-2 bank karena memerlukan likuiditas karena melakukan restrukturisasi. Tapi ingat kita hanya melakukan ini untuk bank sehat, bukan bank yang terancam likuiditas yang ke arah tidak sehat,” imbuhnya.
Sambung dia menambahkan, sejauh ini tak ada permasalahan likuiditas di perbankan selama melakukan restrukturisasi. Sebab, perbankan masih punya cadangan likuiditas yang bisa diperoleh dari merepokan SBN ke BI. Jumlahnya yaitu sekitar Rp700 triliun, dan dengan peraturan yang berlaku ada Rp400 triliun SBN yang bisa direpo ke BI.
"Jadi tidak ada masalah likuditas dari perbankan kalau melakukan restrukturisasi hanya selama 6 bulan. Jadi tidak ada masalah pelik di perbankan sejauh ini," tukasnya.
"Ini saya tegaskan, ini bukan dalam bisnis penyelamatan perbankan," ujarnya dalam video conference, Rabu (13/5/2020).
Seperti diketahui kebijakan restrukturisasi kredit telah diluncurkan sebagai stimulus perekonomian di tengah pandemi virus Corona (COVID-19). Dalam restrukturisasi tersebut, perbankan akan memberikan kelonggaran iuran pokok dan bunga bagi debiturnya, terutama untuk debitur UMKM.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo sebelumnya bahkan, memprediksi likuiditas yang diperlukan untuk keseluruhan program restrukturisasi kredit yakni sekitar Rp600 triliun
Ia juga meluruskan bahwa pemerintah tidakk dalam upaya mengambil alih tugas BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait penyelamatan perbankan ini. "Pemerintah tidak berusaha mengambil alih tugas BI dan OJK," ucapnya.
Dia melanjutkan penempatan dana pemerintah ini, kata dia, hanya diberikan kepada bank yang sehat secara likuiditasnya. Selain itu, ia memprediksi hanya sedikit bank-bank pelaksana yang membutuhkan bantuan likuiditas dalam waktu dekat dan jumlah yang besar.
"Kalau pun ada itu hanya 1-2 bank karena memerlukan likuiditas karena melakukan restrukturisasi. Tapi ingat kita hanya melakukan ini untuk bank sehat, bukan bank yang terancam likuiditas yang ke arah tidak sehat,” imbuhnya.
Sambung dia menambahkan, sejauh ini tak ada permasalahan likuiditas di perbankan selama melakukan restrukturisasi. Sebab, perbankan masih punya cadangan likuiditas yang bisa diperoleh dari merepokan SBN ke BI. Jumlahnya yaitu sekitar Rp700 triliun, dan dengan peraturan yang berlaku ada Rp400 triliun SBN yang bisa direpo ke BI.
"Jadi tidak ada masalah likuditas dari perbankan kalau melakukan restrukturisasi hanya selama 6 bulan. Jadi tidak ada masalah pelik di perbankan sejauh ini," tukasnya.
(akr)