Transaksi Alipay, Apple Pay, dan Tencent di Indonesia Harus Transparan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) Muhammad Edhie Purnaman mengakui Indonesia saat ini membutuhkan sebuah lembaga keuangan sentral untuk memantau seluruh transaksi digital di Indonesia. Seluruh transaksi fintech sistem pembayaran, termasuk peer to peer lending harus dapat dipantau baik jumlah maupun nilainya.
"Seluruh transaksi fintech sistem pembayaran pemain besar seperti Alipay, Apple Pay, ataupun Tencent harus bisa transparan kita ketahui. Harus ada regulator di tengah-tengah, harus tahu nilai transaksi fintech dan peer to peer lending," ujar Edhie dalam webinar Membangun Ekosistem Keuangan Digital, Rabu (16/12/2020). ( )
Langkah berikutnya, ujar dia, pemerintah bersama BI dan OJK harus memanfaatkan transaksi digital di Indonesia dengan mendorong fintech sistem pembayaran dan non-sistem pembayaran yang besar dari negeri sendiri. Hal ini akan didukung badan SWF atau badan pengelola dana investasi yang dimiliki oleh negara dan nantinya menjadi seperti Temasek Holdings di Singapura.
"Setahu saya ini sudah diakomodasi dalam Omnibus Law, dan yang sayang dengan RPP-nya sudah selesai," ujarnya.
Sebelumnya, lembaga AppsFlyer mengeluarkan proyeksi tren pertumbuhan ekonomi internet Indonesia yang diperkirakan akan mencapai nilai USD124 miliar pada tahun 2025 dari sebelumnya USD44 miliar pada tahun 2020. Nilai transaksi belanja iklan aplikasi mobile juga diperkirakan akan berlipat ganda menjadi USD783,9 juta pada 2024, atau melonjak 99,1% dari nilai USD393,7 juta pada bulan Oktober 2020.
"Seluruh transaksi fintech sistem pembayaran pemain besar seperti Alipay, Apple Pay, ataupun Tencent harus bisa transparan kita ketahui. Harus ada regulator di tengah-tengah, harus tahu nilai transaksi fintech dan peer to peer lending," ujar Edhie dalam webinar Membangun Ekosistem Keuangan Digital, Rabu (16/12/2020). ( )
Langkah berikutnya, ujar dia, pemerintah bersama BI dan OJK harus memanfaatkan transaksi digital di Indonesia dengan mendorong fintech sistem pembayaran dan non-sistem pembayaran yang besar dari negeri sendiri. Hal ini akan didukung badan SWF atau badan pengelola dana investasi yang dimiliki oleh negara dan nantinya menjadi seperti Temasek Holdings di Singapura.
"Setahu saya ini sudah diakomodasi dalam Omnibus Law, dan yang sayang dengan RPP-nya sudah selesai," ujarnya.
Sebelumnya, lembaga AppsFlyer mengeluarkan proyeksi tren pertumbuhan ekonomi internet Indonesia yang diperkirakan akan mencapai nilai USD124 miliar pada tahun 2025 dari sebelumnya USD44 miliar pada tahun 2020. Nilai transaksi belanja iklan aplikasi mobile juga diperkirakan akan berlipat ganda menjadi USD783,9 juta pada 2024, atau melonjak 99,1% dari nilai USD393,7 juta pada bulan Oktober 2020.
(uka)