UU Minerba Bentuk Perlindungan Negara untuk Korporasi Tambang

Rabu, 13 Mei 2020 - 19:56 WIB
loading...
A A A
a. Perpanjangan otomatis bagi pemegang izin PKP2B tanpa pengurangan luas wilayah dan lelang yang merupakan fasilitas yang ditunggu-tunggu oleh enam perusahaan raksasa batu bara yaitu Kaltim Prima Coal, Arutmin, Kideco Jaya Agung, Multi Harapan Utama, Berau Coal dan Adaro yang akan habis masa kontraknya di tahun ini dan tahun depan, mereka ini diduga masih ingin terus menikmati kemewahan luas lahan, kemegahan produksi energi batu bara dan fasilitas lainnya saat masih berada dalam sirkuit aturan rezim kontrak.

b. Adanya definisi Wilayah Hukum Pertambangan yang akan mendorong eksploitasi tambang besar-besaran, bukan hanya di kawasan daratan tetap juga lautan yang bertentangan UU Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

c. Reklamasi dan pasca tambang dimungkinkan untuk tidak dikembalikan sebagaimana rona awal. Termasuk lubang tambang akhir dimungkinkan tidak ditutup seluruhnya.

d. Batu bara dibebaskan dari kewajiban hilirisasi, dan segala insentif fiskal dan nonfiskal bagipertambangan dan industri batu bara, ini adalah penanda bahwa melalui RUU ini Indonesia akan semakin tersandera oleh kecanduan energi batu bara yang merupakan sumber utama krisis iklim dunia.

e. Dihapusnya pasal 165 tentang sanksi pidana bagi pelanggaran penerbitan izin.

f. IUP dan IUPK diperbolehkan untuk dipindahtangankan.

g. Re-sentralisasi kewenangan ke Pemerintah Pusat tanpa mempertimbangan kapasitas Pemerintah Pusat dalam membina dan mengawasi. Serta abai terhadap kepentingan Pemerintah Daerah.

h. Tata ruang ditabrak, dimana Wilayah Pertambangan dijamin tidak akan diubah.

4. Sebanyak 90% isi dan komposisi RUU ini hanya mengakomodasi kepentingan pelaku industri batu bara. Penambahan, penghapusan dan pengubahan pasal hanya berkaitan dengan kewenangan dan pengusahaan perizinan namun tidak secuil pun mengakomodasi kepentingan dari dampak industri pertambangan dan kepentingan rakyat di daerah tambang, masyarakat adat dan perempuan. Isi dan komposisi RUU ini juga tidak berangkat dari evaluasi atas daya rusak operasi pertambangan dan industri minerba selama ini.

Tidak ada pasal yang mengatur batasan operasi pertambangan di seluruh tubuh kepulauan yang sudah dipenuhi dengan perizinan, tumpang tindih dengan kawasan pangan, berada di hulu dan daerah aliran sungai, menghancurkan kawasan hutan dan tumpang tindih dengan kawasan berisiko bencana.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2137 seconds (0.1#10.140)