Abai dengan Kedelai, Sampai Kapan?

Senin, 04 Januari 2021 - 06:29 WIB
loading...
A A A
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu juga meminta pemerintah banyak turun ke pasar. Dia menduga kenaikan saat ini juga akibat ulah spekulan yang memanfaatkan situasi. Dia juga mendorong pengembangan kedelai di dalam negeri. "Tanah yang luas seperti yang kita punya mustahil tidak mampu menyediakan kedelai sesuai kebutuhan nasional," ucapnya.

Direktur Riset dan Program Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (Sudra) Surya Vandiantara menilai kekhawatiran para produsen tahu dan tempe yang ditandai dengan aksi mogok produksi cukup beralasan. Mengingat di tengah turunnya tingkat konsumsi masyarakat yang diakibatkan dampak pandemi Covid-19, harga kedelai sebagai bahan baku tahu dan tempe justru naik. "Apabila para produsen makanan olahan kedelai menaikkan harga jual mengikuti kenaikan bahan baku, maka akan berdampak pada omzet penjualan harian yang menurun karena daya beli masyarakat saat ini masih terdampak pandemi," ujar Surya, kemarin.

Dia menuturkan, berdasarkan data laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) impor kedelai Indonesia mencapai 2.670.086 ton pada tahun 2019, naik 84.277 ton dari tahun 2018 sebanyak 2.585.809 ton. Besaran angka impor kedelai tersebut di satu sisi menunjukkan betapa Indonesia sangat bergantung pada impor kedelai guna memenuhi kebutuhan dalam negeri. Di lain pihak, besaran angka impor tersebut menjadi potensi yang menunjukkan bahwa ada kebutuhan kedelai di pasar dalam negeri yang mencapai hingga 2,6 juta ton setiap tahunnya.

Maka itu, Analis ekonomi-politik dari UIN Jakarta ini menegaskan, pemerintah dalam hal ini Kementerian pertanian (Kementan) seharusnya mampu menangkap potensi pasar ini. Sudah selayaknya kementerian yang dipimpin Syahrul Yasin Limpo itu menggalakkan program yang bertujuan meningkatkan produksi kedelai dalam negeri agar kebutuhan pasar kedelai di dalam negeri tidak lagi bergantung pada produk impor.



Dia juga mendorong Kementan lebih berani mengajukan berbagai program terobosan pemberdayaan bagi petani kedelai, riset mengenai pengembangan produk kedelai, dan penyaluran modal bagi para petani kedelai. Tujuannya agar produksi kedelai dalam negeri mampu menjadi raja di negeri sendiri, dan tidak lagi bergantung pada kedelai impor.

Diborong China
Kemendag mengungkapkan, kenaikan harga kedelai lebih banyak dipicu keputusan China yang membeli kedelai dalam jumlah besar pada Desember 2020. Sekretaris Jenderal Kemendag Suhanto mengatakan, pada Desember 2020, permintaan kedelai China naik 2 kali lipat, yaitu dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton. "Hal ini mengakibatkan berkurangnya kontainer di beberapa pelabuhan Amerika Serikat, seperti di Los Angeles, Long Beach dan Savannah sehingga terjadi hambatan pasokan terhadap negara importir kedelai lain termasuk Indonesia," katanya.

Atas kondisi ini, perlu antisipasi pasokan kedelai oleh para importir lantaran, stok saat ini tidak dapat segera ditambah akibat kondisi harga dunia dan pengapalan yang terbatas. "Penyesuaian harga dimaksud secara psikologis diperkirakan akan berdampak pada harga di tingkat importir pada Desember 2020 sampai beberapa bulan mendatang," bebernya.

Suhanto berharap importir yang masih memiliki stok kedelai untuk dapat terus memasok secara kontinyu kepada anggota Gakoptindo dengan tidak menaikan harga.

Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengatakan, harga kedelai impor sudah naik hampir 50% dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini membuat para perajin tahu dan tempe kewalahan.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1941 seconds (0.1#10.140)