PSBB Jawa-Bali, Pengusaha: Yang Diuber-uber Kita Melulu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyoroti penerapan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB untuk Jawa-Bali yang baru diumumkan pemerintah. Penerapan PSBB itu akibat jumlah kasus aktif Covid-19 terus bertambah dan diperkirakan melonjak setelah libur Natal dan Tahun Baru.
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani menilai, meroketnya jumlah kasus terinfeksi virus akibat kurangnya kedisiplinan masyarakat. Hal itu sebagai konsekuensi karena Satgas Covid-19 yang kurang maksimal menangani penerapan protokol kesehatan di kalangan akar rumput. Khususnya memberikan sanksi bagi mereka yang melanggar.
(
Sementara itu, Satgas cukup tegas terhadap sektor bisnis yang melanggar protokol kesehatan. Padahal, klaster perkantoran justru paling maksimal dan efektif menerapkan protokol kesehatan. Hariyadi menegaskan, jika ada klaster baru di perkantoran, maka manajemen langsung mengambil langkah sementara aktivitas operasionalnya.
"Yang diuber-uber itu di sektor usaha melulu gitu lho, nah ini yang menurut saya gak tepat. Justru yang di masyarakat ini yang tidak tersentuh, coba kita sama-sama lihat datanya, pasti BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) satgas tahu persis datanya," ujarnya dalam konferensi pers BNPB, Jumat (8/1/2021).
Hariyadi membeberkan, justru sebagian kasus baru untuk klaster perkantoran berasal dari lingkungan tempat tinggal pegawai atau karyawan bersangkutan. Karena itu, akar masalah dari terus bertambahnya jumlah infeksi virus berasal dari masyarakat yang tidak patuh pada aturan.
( )
"Kalau menurut saya PSBB berapa kali pun gak akan nyelesain masalah kalau akar masalah, tadi yang saya bilang, dari masyarakat itu tidak kita antisipasi, kalau dilakukan penegakkan hukum misalnya, Polisi, TNI, atau squad (tim) untuk Covid-19 ini kalau dikejar-kejar (penegakkan hukum)," kata dia.
Pemerintah kembali membatasi kegiatan masyarakat dengan merujuk pada aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penularan virus corona (Covid-19) di seluruh provinsi di Pulau Jawa dan Bali. PSBB ini berlaku 11 Januari sampai 25 Januari 2021.
Keputusan tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
( )
"Penerapan pembatasan secara terbatas dilakukan provinsi di Jawa dan Bali karena seluruh provinsi tersebut memenuhi salah satu dari empat parameter yang ditetapkan," kata Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Airlangga Hartarto, Rabu (6/1).
Dalam mengambil kebijakan ini, Airlangga mengatakan bahwa pemerintah melihat data perkembangan penanganan Covid-19, seperti zona risiko penularan virus corona, rasio keterisian tempat tidur isolasi dan ICU. Selain itu, pemerintah juga melihat kasus aktif Covid-19 yang saat ini telah mencapai 14,2%.
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani menilai, meroketnya jumlah kasus terinfeksi virus akibat kurangnya kedisiplinan masyarakat. Hal itu sebagai konsekuensi karena Satgas Covid-19 yang kurang maksimal menangani penerapan protokol kesehatan di kalangan akar rumput. Khususnya memberikan sanksi bagi mereka yang melanggar.
(
Sementara itu, Satgas cukup tegas terhadap sektor bisnis yang melanggar protokol kesehatan. Padahal, klaster perkantoran justru paling maksimal dan efektif menerapkan protokol kesehatan. Hariyadi menegaskan, jika ada klaster baru di perkantoran, maka manajemen langsung mengambil langkah sementara aktivitas operasionalnya.
"Yang diuber-uber itu di sektor usaha melulu gitu lho, nah ini yang menurut saya gak tepat. Justru yang di masyarakat ini yang tidak tersentuh, coba kita sama-sama lihat datanya, pasti BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) satgas tahu persis datanya," ujarnya dalam konferensi pers BNPB, Jumat (8/1/2021).
Hariyadi membeberkan, justru sebagian kasus baru untuk klaster perkantoran berasal dari lingkungan tempat tinggal pegawai atau karyawan bersangkutan. Karena itu, akar masalah dari terus bertambahnya jumlah infeksi virus berasal dari masyarakat yang tidak patuh pada aturan.
( )
"Kalau menurut saya PSBB berapa kali pun gak akan nyelesain masalah kalau akar masalah, tadi yang saya bilang, dari masyarakat itu tidak kita antisipasi, kalau dilakukan penegakkan hukum misalnya, Polisi, TNI, atau squad (tim) untuk Covid-19 ini kalau dikejar-kejar (penegakkan hukum)," kata dia.
Pemerintah kembali membatasi kegiatan masyarakat dengan merujuk pada aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penularan virus corona (Covid-19) di seluruh provinsi di Pulau Jawa dan Bali. PSBB ini berlaku 11 Januari sampai 25 Januari 2021.
Keputusan tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
( )
"Penerapan pembatasan secara terbatas dilakukan provinsi di Jawa dan Bali karena seluruh provinsi tersebut memenuhi salah satu dari empat parameter yang ditetapkan," kata Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Airlangga Hartarto, Rabu (6/1).
Dalam mengambil kebijakan ini, Airlangga mengatakan bahwa pemerintah melihat data perkembangan penanganan Covid-19, seperti zona risiko penularan virus corona, rasio keterisian tempat tidur isolasi dan ICU. Selain itu, pemerintah juga melihat kasus aktif Covid-19 yang saat ini telah mencapai 14,2%.
(ind)