BPOM dan MUI Sudah Beri Lampu Hijau buat Vaksin, IHSG Bakal Melesat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Senior Manager Research Analyst PT Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hardi mengatakan, bursa regional Asia hari ini akan mengalami mix. Ada Jepang, Korea, dan bahkan Australia yang dibuka hijau dan merah.
"Kita melihat di global ada yang ditutup merah. Kita masih melihat indeks harga saham gabungan (IHSG) karena tiga-empat hari lalu pergerakan naiknya signifikan," ujar Robertus dalam IDX Channel Live di Jakarta, Selasa(12/1/2021). ( Baca juga:IHSG Diprediksi Perkasa, Borong 7 Saham Ini )
Kendati demikian, IHSG dinilai masih rawan aksi profit taking atau koreksi dalam 1-2 hari ke depan. "Namun kita berharap sentimen positif terkait pemberian emergency use BPOM kepada vaksin Sinovac untuk meraih kepercayaan para investor," tambah Robertus.
Dia juga mengatakan bahwa perlu apresiasi atas kerja cepat Kementerian Kesehatan (Kemenkes), BPOM, dan MUI dalam pengadaan vaksin di Indonesia. Emergency use dari BPOM dan sertifikasi halal dari MUI untuk vaksin Covid-19 dapat menjadi katalis positif untuk IHSG.
"Ini bisa membuat aktivitas industri dan masyarakat kembali produktif dan juga konsumtif, dan ekonomi berjalan lancar kembali," ucap Robertus.
Sementara itu, indeks negara maju terkoreksi akibat valuasi terlalu tinggi. Indeks global, terutama di AS, sudah naik lebih tinggi terlebih dahulu dibandingkan di emerging market. Dengan adanya kepemimpinan baru di bawah Joe Biden, salah satu yang dibawa adalah mengembalikan tarif pajak yang lebih tinggi daripada yang dipotong masa Trump.
"Maka dari itu, wajar jika ada fund flow yang beralih ke emerging market karena tarif pajak korporasi akan lebih tinggi, performa beberapa perusahaan atau emiten di sana akan underperformed dibandingkan di emerging market, seperti China dan Indonesia," jelasnya.
Di sisi lain, Indonesia menunjukkan bahwa saat ini sudah berjalan ke arah recovery. IHSG diprediksi masih akan bisa mengejar rentang 6.400-6.500. ( Baca juga:COVID-19 Menggila, Raja Malaysia Umumkan Keadaan Darurat )
Kita melihat ada optimisme dari pergerakan tiga hari terakhir, sebelum ada koreksi sehat. Koreksi sehat perlu karena kita mengharapkan kenaikan yang lebih tinggi, sebelumnya butuh koreksi sehat," pungkas Robertus.
"Kita melihat di global ada yang ditutup merah. Kita masih melihat indeks harga saham gabungan (IHSG) karena tiga-empat hari lalu pergerakan naiknya signifikan," ujar Robertus dalam IDX Channel Live di Jakarta, Selasa(12/1/2021). ( Baca juga:IHSG Diprediksi Perkasa, Borong 7 Saham Ini )
Kendati demikian, IHSG dinilai masih rawan aksi profit taking atau koreksi dalam 1-2 hari ke depan. "Namun kita berharap sentimen positif terkait pemberian emergency use BPOM kepada vaksin Sinovac untuk meraih kepercayaan para investor," tambah Robertus.
Dia juga mengatakan bahwa perlu apresiasi atas kerja cepat Kementerian Kesehatan (Kemenkes), BPOM, dan MUI dalam pengadaan vaksin di Indonesia. Emergency use dari BPOM dan sertifikasi halal dari MUI untuk vaksin Covid-19 dapat menjadi katalis positif untuk IHSG.
"Ini bisa membuat aktivitas industri dan masyarakat kembali produktif dan juga konsumtif, dan ekonomi berjalan lancar kembali," ucap Robertus.
Sementara itu, indeks negara maju terkoreksi akibat valuasi terlalu tinggi. Indeks global, terutama di AS, sudah naik lebih tinggi terlebih dahulu dibandingkan di emerging market. Dengan adanya kepemimpinan baru di bawah Joe Biden, salah satu yang dibawa adalah mengembalikan tarif pajak yang lebih tinggi daripada yang dipotong masa Trump.
"Maka dari itu, wajar jika ada fund flow yang beralih ke emerging market karena tarif pajak korporasi akan lebih tinggi, performa beberapa perusahaan atau emiten di sana akan underperformed dibandingkan di emerging market, seperti China dan Indonesia," jelasnya.
Di sisi lain, Indonesia menunjukkan bahwa saat ini sudah berjalan ke arah recovery. IHSG diprediksi masih akan bisa mengejar rentang 6.400-6.500. ( Baca juga:COVID-19 Menggila, Raja Malaysia Umumkan Keadaan Darurat )
Kita melihat ada optimisme dari pergerakan tiga hari terakhir, sebelum ada koreksi sehat. Koreksi sehat perlu karena kita mengharapkan kenaikan yang lebih tinggi, sebelumnya butuh koreksi sehat," pungkas Robertus.
(uka)