Posisi Kemenhub Dinilai Lemah Dibanding Kementerian Lain
loading...
A
A
A
JAKARTA - Berkaca dari kecelakaan Sriwijaya Air SJ 182 , seharusnya Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menjadikan ini momentum refleksi dan reformasi yang signifikan. Posisi Kemenhub dalam pemerintahan dinilai lemah dibandingkan kementerian lain, seperti Kementerian PUPR atau Kemenparekraf.
"Kemenhub seperti tidak ada tujuan dan seperti hanya membantu saja. Disuruh mendukung pariwisata sedangkan bidang pariwisata tidak mendukung Kemenhub," ujar pengamat penerbangan Gatot Raharjo hari ini (13/1) di Jakarta. ( Baca juga:Kebijakan Kemenhub soal Kursi Pesawat Tak Bakal Dongkrak Penumpang )
Selain itu, Kemenhub juga tidak didukung oleh Kementerian PUPR yang terlihat dari Bandara Kertajati di Majalengka. Menurutnya ini sangat ironis karena bandara terbengkalai hanya karena tidak ada akses tol. "Disuruh bangun bandara ya dibangun saja. Masak bandara kalah karena tidak ada jalan? Kerugian Kertajati sudah berapa sampai sekarang karena tidak efisien?" tegasnya.
PT Bandarudara Internasional Jawa Barat (PT BIJB) memiliki kendala karena jarak tempuh dari beberapa daerah, seperti Bandung dan Karawang ke BIJB yang masih di atas 90 menit. Sehingga penumpang lebih memilih bandara terdekat, yakni Husein Sastranegara dan Soekarno Hatta.
Saat ini BIJB masih menantikan pembangunan Tol Cisumdawu yang rencananya akan rampung pada akhir tahun 2021. Sehingga baru nantinya dapat menarik para penumpang yang berada di catchment area BIJB.
Tidak hanya itu dia juga mengkritisi Kemenhub yang terlalu dalam mengatur urusan bisnis maskapai penerbangan. Menurutnya tidak masuk akal bila dengan potensi penumpang di Indonesia yang terbesar di ASEAN dan pertumbuhan ekonomi positif, namun maskapai selalu mencatat kerugian. Sementara untuk menjaga standar keselamatan membutuhkan ongkos tidak sedikit. ( Baca juga:Serapan Anggaran Daerah Rendah: Bisa karena SDM Lemah, Mungkin juga Disengaja Kepala Daerah )
"Iklim bisnis penerbangan sekarang sulit untuk investor masuk. Mereka pasti mau untung. Contohnya Sriwijaya Air utangnya besar karena selama ini tidak ada kecelakaan. Pemenuhan keselamatan itu mahal, jadinya banyak utang," sebutnya.
"Kemenhub seperti tidak ada tujuan dan seperti hanya membantu saja. Disuruh mendukung pariwisata sedangkan bidang pariwisata tidak mendukung Kemenhub," ujar pengamat penerbangan Gatot Raharjo hari ini (13/1) di Jakarta. ( Baca juga:Kebijakan Kemenhub soal Kursi Pesawat Tak Bakal Dongkrak Penumpang )
Selain itu, Kemenhub juga tidak didukung oleh Kementerian PUPR yang terlihat dari Bandara Kertajati di Majalengka. Menurutnya ini sangat ironis karena bandara terbengkalai hanya karena tidak ada akses tol. "Disuruh bangun bandara ya dibangun saja. Masak bandara kalah karena tidak ada jalan? Kerugian Kertajati sudah berapa sampai sekarang karena tidak efisien?" tegasnya.
PT Bandarudara Internasional Jawa Barat (PT BIJB) memiliki kendala karena jarak tempuh dari beberapa daerah, seperti Bandung dan Karawang ke BIJB yang masih di atas 90 menit. Sehingga penumpang lebih memilih bandara terdekat, yakni Husein Sastranegara dan Soekarno Hatta.
Saat ini BIJB masih menantikan pembangunan Tol Cisumdawu yang rencananya akan rampung pada akhir tahun 2021. Sehingga baru nantinya dapat menarik para penumpang yang berada di catchment area BIJB.
Tidak hanya itu dia juga mengkritisi Kemenhub yang terlalu dalam mengatur urusan bisnis maskapai penerbangan. Menurutnya tidak masuk akal bila dengan potensi penumpang di Indonesia yang terbesar di ASEAN dan pertumbuhan ekonomi positif, namun maskapai selalu mencatat kerugian. Sementara untuk menjaga standar keselamatan membutuhkan ongkos tidak sedikit. ( Baca juga:Serapan Anggaran Daerah Rendah: Bisa karena SDM Lemah, Mungkin juga Disengaja Kepala Daerah )
"Iklim bisnis penerbangan sekarang sulit untuk investor masuk. Mereka pasti mau untung. Contohnya Sriwijaya Air utangnya besar karena selama ini tidak ada kecelakaan. Pemenuhan keselamatan itu mahal, jadinya banyak utang," sebutnya.
(uka)